Namanya Erik, pria muda berusia 21 tahun itu selalu mendapat perlakuan yang buruk dari rekan kerjanya hanya karena dia seorang karyawan baru sebagai Office Boy di perusahaan paling terkenal di negaranya.
Kehidupan asmaranya pun sama buruknya. Tiga kali menjalin asmara, tiga kali pula dia dikhianati hanya karena masalah ekonomi dan pekerjaannya.
Tapi, apa yang akan terjadi, jika para pembenci Erik, mengetahui siapa Erik yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sikap Yang Berbeda
Semua mata menatap kedatangan Erik. Mereka nampak kagum dengan perubahan Erik yang sungguh diluar dugaan. Jika kemarin Erik nampak begitu lusuh, tapi hari ini, pemuda itu lebih segar dan bersinar.
Pakaian yang dikenakan Erik juga turut andil dalam perubahan pemuda itu. Erik nampak lebih berwibawa dengan balutan jas warna abu serta dasi warna maroon.
Gaya rambut Erik juga lebih rapi. Dengan kekuasaan yang dimiliki, Castilo sengaja mengundang salon ternama datang ke rumah untuk merubah penampilan Erik agar lebih berkelas.
"Tidak perlu repot-repot, Tuan, saya hanya ingin menemui Jojo," jawab Erik sembari melempar pandangannya ke arah pria yang dia maksud.
"Anda tidak perlu lagi memanggil saya dengan sebutan Tuan. Anda silahkan memanggil saya dengan nama saja," ucap pria yang usianya jelas lebih tua dari Erik. "Jojo, Tuan muda mencarimu!"
Karena merasa dipanggil, Jojo yang sedang duduk bersama Naura dan beberapa rekan kerjanya sembari makan, bersiap hendak mendekat. Namun Erik langsung memberi kode agar Jojo menghabiskan makanannya terlebih dahulu
Erik menoleh, menatap pria yang sepenuhnya menaruh hormat padanya. Yang Erik tahu, pria yang menjabat sebagai pemimpin di bidang kebersihan, adalah sosok pria yang baik.
Namun sayang, karena mendapat tekanan dari salah satu manager di atasnya, pria itu memilih menutup mata tentang perundungan yang sering Erik alami.
Selama ini pria itu memilih diam karena merasa tidak memiliki kekuatan untuk bisa bertindak lebih tegas. Alasan lain yang membuat diam adalah, karena pria itu masih sangat membutuhkan pekerjaan tersebut.
"Mana mungkin, saya memanggil anda dengan sebutan nama saja," tolak Erik. "Apakah itu tindakan yang sopan terhadap orang yang lebih tua?"
Pria itu tersenyum. "Tidak apa-apa, tidak masalah bagi saya."
Erik menghela nafas sejenak sembari berpikir. "Begini saja. Sama seperti yang lain. Saya memanggil anda, dengan sebutan bapak saja ya?"
Seketika pria itu tersenyum lebar. "Kalau Tuan muda lebih nyaman seperti itu, saya tidak bisa melarangnya, Tuan."
Erik pun ikut tersenyum. "Ya udah, Pak, saya mau kesana dulu."
Setelah dipersilahkan, Erik melangkah ke arah sahabatnya berada. Orang-orang yang dilewati Erik langsung memberi hormat pada pemuda itu.
Erik yang belum terbiasa, hanya membalas sapaan mereka dengan senyum dan anggukan kepala. Bahkan sahabatnya juga melakukan hal yang sama seperti yang lainnya.
"Ya ampun, Jo! Biasa aja napa," protes Erik karena sikap Jojo sangat sopan kepadanya.
"Maaf, Tuan muda, kalau untuk itu saya tidak bisa. Saya masih membutuhkan pekerjaan ini, Tuan," jawab jojo dengan kepala menunduk.
"Astaga!" Erik merasa sedikit kesal. "Kalau bersikap formal kaya gitu sama aku, yang ada kamu akan langsung aku pecat, Jo," gertaknya.
"Aduh! Ya jangan!" Jojo sampai terkesiap.
"Ya makanya, yang biasa aja," balas Erik cepat. Lalu dia melempar pada wanita yang sedari tadi menatapnya. "Apa kalian sedang pacaran?"
Jojo dan Naura spontan saling pandang. "Tidak!" bantah keduanya bersamaan.
"Hahaha ..." Erik terbahak. "Kompak banget sih kalian. Kalau kalian pacaran juga nggak apa-apa."
"Tidak, Tuan muda," bantah Naura.
"Naura tuh lagi curhat. Dia bingung, karena cowok yang dia suka, sekarang makin susah digapai," celetuk Jojo. Mata Naura langsung melotot.
"Benarkah?" Erik cukup kaget. "Wahh, siapa, Jo?" tanyanya sembari duduk di kursi yang tadi diduduki Jojo.
"Kasih tahu nggak ya?" Jojo melirik Naura sambil cengengesan.
"Jangan percaya sama Jojo, Tuan. Jojo tukang ngarang," sungut Naura sembari melempar ancaman melalui tatapannya pada Jojo.
"Kenapa kalian pada gitu sih? Jangan terlalu formal sama aku lah," protes Erik. "Jangan panggil aku, Tuan."
"Mana berani. Yang ada nanti kami dipecat," Naura pun mengatakan hal yang sama.
"Nggak asyik ah. Serasa ada jarak nggak sih kalau kalian manggil aku seperti itu," Erik nampak kesal. "Tahu begini, aku nggak akan mau jadi penerusnya Ayah."
"Ya jangan gitu," ujar Jojo. Dia lalu duduk di sisi Erik. "Kamu juga harus ngerti posisi kita dong, Rik, "
"Iya aku ngerti. Tapi kan kita udah lama berteman, masa jadi asing gara-gara statusku berubah sih."
Jojo dan Naura hanya bisa saling tatap. Kalau Jojo mungkin bisa bersikap biasa saja. Tapi untuk Naura, wanita itu juga memikirkan nasib ayahnya juga.
Di saat sedang kesal, mata Erik menangkap tiga sosok yang selama ini selalu menggangunya. Tiga sosok pria yang baru datang itu, melihat keberadaan Erik.
Bogo dan dua rekannya begitu kaget. Mereka tidak menyangka, saat ini Erik berada di ruangan khusus pekerja kebersihan.
Erik menyeringai kala menyaksikan sikap tiga pria itu tidak seperti biasanya. Hanya dengan melempar tatapan, tiga orang itu sudah terlihat panik.
"Kalian dari mana saja?" Celetuk Naura tiba-tiba, sangat mengejutkan semua orang yang ada di sana termasuk Erik.
"Tuan muda sengaja kesini, ingin bertemu kalian," Naura nampak begitu puas mengatakan kebohongan tersebut.
Sebenarnya, Naura juga tidak sepenuhnya bohong. Sebagai orang yang sering diganggu ketenangannya setiap kali bertemu, Erik tentu juga penasaran dengan sikap tiga orang itu, setelah tahu siapa Erik saat ini.
"Apa kalian habis menemui manager pemasaran? Pasti kalian mau cari aman kan?" Naura kembali mengoceh, membuat ketiga orang itu sangat kesal. Namun sindiran Naura malah membuat rekan kerja yang lain justru merasa senang.
"Sudah, Nau, kasihan anak orang, jangan dibuat pucat begitu," seru pekerja lain yang pernah menjadi korban Bogo dan dua temannya.
Naura tersenyum puas. Lalu dia melempar pandangannya ke arah Erik. "Apa Tuan muda, tidak ingin berbicara dengan mereka? Tuan muda pasti kangen sama mereka bukan?""
Erik tersenyum lebar, lalu dia menatap tiga orang yang diam tak berkutik. Karena keadaan sudah terlanjur seperti itu, Erik memanfaatkannya sebagai peluang untuk membuat nyali Bogo dan dua temannya semakin menciut.
Erik bangkit dari duduknya. Semua mata kini memperhatikan langkah Erik yang mendekati tiga orang pembencinya.
"Apa benar, kalian habis menemui manager pemasaran?" tanya Erik pada mereka yang menundukkan kepalanya.
Ketiga pria itu membisu. Mereka benar-benar kehilangan nyali.
"Kenapa sikap kalian jadi seperti ini? Apa gara-gara saya anaknya Tuan besar, kalian jadi patuh begini? Astaga! Ternyata pengaruh ayah, kuat banget ya?"
Erik kembali duduk tapi di kursi yang berbeda, terletak di hadapan tiga orang itu.
"Aku tuh masih Erik yang kemarin loh. Erik yang kalian keroyok dan kalian tuduh telah mencuri jam tangan. Kalian masih ingat bukan?"
"Maaf, Tuan muda, saya benar-benar tidak tahu kalau anda putra Tuan besar," ucap pria berperut buncit.
"Terus, karena kalian tidak tahu, maka kalian bisa seenaknya gitu bertindak semau kalian? Hanya gara-gara salah satu diantara kalian bersaudara dengan manager pemasaran, kalian merasa sangat berkuasa, gitu?" ucap Erik penuh penekanan.
Erik menghela nafas panjang dan menatap tajam Boga dan dua temannya. "Sebaiknya kalian menyiapkan diri. Sebentar lagi pihak keamanan mungkin akan datang untuk menjemput kalian."