Diego Murphy, dia adalah seorang pembunuh berdarah dingin, dan dia juga adalah seorang mafia yang telah mendedikasikan hidupnya untuk mengabdi kepada klan Dark Knight. Bahkan dia telah mendapatkan julukan sebagai The Killer, siapapun yang menjadi targetnya dipastikan tidak akan pernah bisa lolos.
Ketika dia masih kecil, ayahnya telah dibunuh di depan matanya sendiri. Bahkan perusahaan milik ayahnya telah direbut secara paksa. Disaat peristiwa kebakaran itu, semua orang mengira bahwa dirinya telah mati. Padahal dia berhasil menyelamatkan dirinya sendiri.
Setelah beranjak dewasa, Diego bergabung dengan sekelompok mafia untuk membalaskan dendamnya dan ingin merebut kembali perusahaan milik ayahnya.
Disaat dia melakukan sebuah misi pembunuhan terhadap seorang wanita, malah terjadi sebuah insiden yang membuat dia harus menjadi menantu dari pembunuh ayah kandungnya sendiri. Sehingga dia terpaksa harus menyembunyikan identitasnya.
Apakah Diego berhasil membalaskan dendamnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DF_14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Vanessa yang sedang menyetir mobil, dia sangat merasa takjub ketika melihat ada sebuah taman bunga yang sangat indah di kampung tersebut. Dia pun segera menghentikan mobilnya.
"Anak-anak, bagaimana kalau kita pergi ke taman itu?" Tanya Vanessa kepada keenam anak panti asuhan yang ikut dengannya.
Dan keenam anak-anak itu pun segera menjawab pertanyaan dari Vanessa dengan riang gembira.
"Mau."
"Mau."
Vanessa tertawa kecil, dia sangat bahagia melihat anak-anak panti asuhan itu begitu bersemangat untuk pergi ke taman bunga.
Vanessa pun segera keluar dari mobil, dia sama sekali tidak menyadari bahwa dari jarak yang cukup jauh terlihat Diego yang sedang mengarahkan moncong senapan ke arahnya.
"Ayo kita pergi!" Ajak Vanessa sambil membuka pintu mobil.
Keenam anak-anak itu pun segera keluar dari mobil, dari raut wajah dan sikap mereka, mereka terlihat begitu senang bisa diajak jalan-jalan oleh Vanessa.
Diego yang hampir saja akan menarik pelatuk, dia tertahan ketika melihat ada keenam anak-anak itu yang turun dari mobil. Dia tidak mungkin tega membiarkan anak-anak terluka, sehingga dia terpaksa harus mengurungkan niatnya untuk menembak Vanessa.
Vanessa dan keenam anak-anak panti asuhan itu pun segera pergi menuju taman. Saking bahagianya, keenam anak-anak itu berjalan sambil bernyanyi.
Namun, mereka dikejutkan dengan sebuah mobil MPV berwarna hitam yang tiba-tiba berhenti di depan mereka.
Ckiittt!
"Aaaahhh..." Saking kagetnya, keenam anak-anak tersebut menjerit sambil berlarian, berlindung di belakang Vanesa.
Vanessa merasa tidak enak hati ketika melihat ada lima orang pria berbadan kekar keluar dari mobil. Yang membuat keenam anak-anak itu semakin merasa ketakutan ketika melihat kelima orang pria tersebut semuanya membawa senjata tajam.
"Kak, Nessa. Aku takut." Sebagian dari keenam anak-anak tersebut ada yang menangis. Badan mereka menggigil ketakutan.
"Kalian siapa?" Walaupun Vanessa sangat ketakutan. Tapi dia berusaha untuk bersikap tenang. Dia harus melindungi keenam anak panti asuhan itu.
Vanessa memang diajarkan oleh ayahnya untuk bisa menembak dan latihan ilmu bela diri, tapi saat ini pistolnya sedang berada di dalam mobil, dan dia tidak mungkin bisa mengalahkan keenam pria berbadan kekar itu. Apalagi mereka semua membawa senjata tajam.
Pram adalah orang yang memimpin penyerangan itu. Dia melirik ke arah keempat anak buahnya secara bergiliran, "Cepat bunuh mereka!"
Keempat anak buahnya Pram menganggukkan kepalanya. Mereka segera berjalan mendekati Vanessa dan anak-anak sambil menodongkan pisau ke arah mereka.
Tapi mereka dibuat terkejut ketika melihat ada sebuah mobil melaju dengan kencang ke arah mereka semua.
Brrrmm...
Brrrmmm...
Brrrmmmm...
Vanessa segera berlari sambil menggiring anak-anak panti untuk menjauhi mobil tersebut.
Sehingga mobil sport berwarna merah itu berhasil menabrak satu orang anak buahnya Pram.
Buuukkk!
Tubuh pria itu terpental jauh. Tubuhnya terluka sangat parah, sehingga dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain hanya merintih kesakitan. "Arrrghhh..."
Kini musuh tinggal tersisa empat lagi.
Mobil sport tersebut kini sedang berada ditengah-tengah, membuat Vanessa dan anak-anak sedikit merasa aman. Karena posisi mereka berada di samping kanan mobil, terhalangi oleh mobil miliknya Diego. Sementara Pram dan ketiga anak buahnya kini sedang berada di bagian kiri mobil sport tersebut.
Vanessa sangat penasaran sekali, siapa pemilik mobil sport berwarna merah itu. Bisa dibilang pemilik mobil itu adalah sosok pahlawan untuknya dan anak-anak panti.
Tak lama kemudian, terlihat seorang pria turun dari mobil. Pria itu terlihat sangat begitu tenang sambil mengunyah permen karet. Rupanya pria itu adalah Diego.
Diego memutuskan untuk menolong Vanessa dan anak-anak panti. Bukan karena peduli kepada Vanessa. Tapi dia tidak ingin anak-anak panti asuhan itu ikut terluka.
"Brengsek!" Pram sangat marah, karena pria asing itu telah mengacaukan rencananya. Dia dan ketiga anak buahnya segera berlarian untuk menyerang Diego.
Diego sengaja tidak membawa senjata apapun. Jangan sampai orang lain curiga bahwa dirinya seorang mafia, sehingga dia melawan mereka dengan tangan kosong.
Diego menjatuhkan dirinya ke aspal, dia menjegal kaki salah satu anak buahnya Pram. Membuat pria itu terjatuh, dengan cepat Diego merebut pedang di tangan pria itu. Dan menendang dadanya.
Bugh!
Bahkan Diego menikam perut pria itu dengan pedang tersebut.
Jleeb...
Kedua orang anak buahnya Pram segera menyerang Diego. Sehingga terdengar suara dentingan pedang yang saling bersahutan.
Trang!
Trang!
Trang!
Pram sangat menyadari bahwa sepertinya Diego bukanlah pria sembarangan. Dari cara dia berkelahi, pria itu sepertinya sangat terlatih. Sehingga dia memanfaatkan situasi ketika kedua anak buahnya sedang bertarung pedang dengan Diego, dia segera berlari dan masuk ke dalam mobil, untuk melarikan diri.
Bukan karena Pram penakut, tapi dia tidak boleh gegabah. Dia bisa membunuh Vanessa di lain waktu.
"Shittt!" Diego mengumpat ketika dia melihat mobil Pram telah melaju sangat kencang.
Diego ingin berlari untuk mengejar Pram, tapi salah satu anak buahnya Pram berhasil melukai bahunya.
Street...
"Shhhh..." Diego nampak meringis. Dia segera menyerang mereka berdua.
Vanessa sangat mengkhawatirkan pria pemilik mobil sport berwarna merah itu, gara-gara menolongnya dan anak-anak, kini pria itu harus terluka. Tapi saat ini dia sangat kesulitan untuk bergerak, keenam anak-anak tersebut sedang memeluknya dari berbagai arah. Dan Vanessa berusaha untuk menenangkan mereka.
Dalam sekejap, Diego berhasil mengalahkan mereka berdua. Kini kedua orang tersebut terkapar di aspal.
Vanessa memandangi Diego yang nampak terengah-engah. Bahunya berlumuran darah. Walaupun ini adalah pertemuan pertama dia dengan pria itu, Vanessa akui bahwa pria itu sangat tampan sekali. Tapi berhubung saat ini mereka sedang berada di dalam situasi yang sangat tegang, Vanessa tidak boleh terpesona dengan ketampanannya.
"Penjahatnya sudah kalah, anak-anak. Kalian masuklah ke dalam mobil!" Pinta Vanessa kepada semua anak-anak tersebut.
Keenam anak-anak panti segera masuk ke dalam mobil. Mereka sangat merasa lega karena akhirnya ada seorang pahlawan yang berhasil menolong mereka.
Vanessa pun segera berjalan mendekati Diego, dia sangat merasa bersalah ketika melihat bahu Diego yang terluka.
Saat ini Diego sangat terlihat kesal, karena Pram berhasil melarikan diri. Padahal dia sangat penasaran, mengapa sang kaki tangannya Tuan Arthur ingin membunuh putri dari tuannya sendiri?
"Terimakasih sudah menolong kami. Kami sangat berhutang nyawa padamu. Kami tidak tahu bagaimana nasib kami kalau tidak ada kamu." Vanessa sangat tulus berterimakasih kepada Diego. Dia merasa bahwa Diego adalah malaikat yang sudah dikirim oleh Tuhan untuknya. Dia tidak tahu bagaimana nasibnya dan anak kalau tidak ada Diego.
"Hm oke." Hanya itu jawaban dari Diego.
Walaupun Vanessa sedikit merasa kesal kepada pria itu, padahal dia sudah mengucapkan terimakasih dengan setulus hati, tapi dia malah mendapat jawaban yang sangat singkat dan padat. Namun walaupun begitu, dia tidak boleh tidak tahu berterimakasih.
"Bahumu terluka. Bagaimana kalau kamu ikut denganku? Aku ingin mengobati lukamu."