Dalam rumah tangga, CINTA saja tidak cukup, ... Masih diperlukan kesetiaan untuk membangun kokoh sebuah BIDUK.
Namun, tak dipungkiri TAKDIR ikut andil untuk segala alur yang tercipta di kehidupan FANA.
Seperti, Fasha misalnya; dia menjadi yang KEDUA tanpa adanya sebuah RENCANA. Dia menjadi yang KEDUA, walau suaminya amat sangat MENCINTAI dirinya. Dia menjadi yang KEDUA, meski statusnya ISTRI PERTAMA.
Satu tahun menikah, bukannya menimang bayi mungil hasil dari buah cinta. Fasha justru dihadapkan kepada pernikahan kedua suaminya.
Sebuah kondisi memaksa Samsul Bakhrie untuk menikah lagi. Azahra Khairunnisa adalah wanita titipan kakak Bakhrie yang telah wafat.
Tepatnya sebelum meninggal, almarhum Manaf memberikan wasiat agar Bakhrie menikahi kekasihnya yang telah hamil.
Wasiat terakhir almarhum Manaf, akhirnya disetujui oleh Bakhrie dan keluarganya tanpa melihat ada hati yang remuk menjadi ribuan keping.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAM SEMBILAN BELAS
Fasha di balik jendela kamar, menatap ke arah gerbang tinggi kediaman ayahnya. Di sana, Bachrie berjalan mondar- mandir seakan tak lelah membujuk penjaga membukakan pintu.
Sudah satu bulan berlalu, kehamilan Fasha sudah menginjak ke tiga bulan. Sudah berhari- hari ini, yang Bachrie lakukan hanya menyatroni kediaman King Miller.
Saat sudah lelah menunggu, terkadang menendang, terkadang mengguncangkan paksa pagar besi sambil berteriak, "buka pintunya, King Miller!!! Kembalikan istriku!!!"
Dari balik jendela, Fasha hanya menatap rindu lelaki yang sudah berhasil mematahkan sayap- sayap hati sang rembulan hingga tak mampu lagi terbang ke angkasa.
"Tanda tangan, Fasha!" King Miller tiba bersama pengacaranya. Menyodorkan berkas yang perlu ditandatangani olehnya.
Kemarin, perceraian dan pengacara dirasa hanya gertakan Fasha agar suaminya kembali seperti sedia kala. Tapi, untuk hari ini, Fasha harus tegar memilih jalan perpisahan.
Mimi Aisha benar, jika tak mampu dipoligami lebih baik menyerah. Tak perlu menyalahkan ego, sebab jika dipikir kembali, Tuhan sendiri yang melengkapi umatnya dengan rasa itu.
Berjuang meraih surga dengan cara rela dipoligami itu sulit. Buktinya, baru beberapa bulan saja, Fasha menyerah.
"Setelah resmi bercerai, Bachrie takkan lagi mengganggu mu." Setelah bersaksi akan tanda tangan Fasha, King keluar demi tak melihat tangisan putrinya.
"Tidak perlu menangisi. Alasan monoton tidak perlu dinormalisasi!" Di sudut tempat, Rayyan menyeletuk setengah geram.
Istri monoton dijadikan alasan untuk Bachrie tak adil? ... Cih! ... Rayyan berdecih sarkas.
Fasha tak tahu saja bagaimana Rayyan amat sangat mencintai Tyas secara ugal-ugalan meski istrinya hanya wanita desa yang bahkan tidak sedikit pun bersikap romantis.
"Sudah, ... tidak perlu menambah luka Kakak mu, Rayyan." Aisha menegur bungsunya.
Dan pria itu lekas berdecak. "Akan ada berita mantan adik ipar bakar Abang ipar, kalau sampai Cadel mengemis cinta Bakteri!"
...][∆°°°°^°°∆°°^°°°°∆][...
Esok harinya...
Pengacara Bachrie datang hari ini, bukan hanya soal gugatan cerai saja melainkan demi membicarakan perihal kuasa. Yang mana, pengalihan harta Bachrie kepada Fasha akan dilanjutkan atau tidak.
Sampai detik ini, meski telah didatangkan gugatan cerai, Bachrie justru menandatangi surat- surat pengalihan tersebut. Dan jelas, aksinya kali ini tidak disetujui Ummi Fatima.
"Boleh cinta, tapi jangan bodoh, Bachrie! Apa kamu mau miskin karena wanita yang sudah memperlakukan kamu dengan kejam?!"
Pak pengacara sempat bingung dengan celetukan Fatima. Tapi, detik berikutnya Bachrie berujar. "Lanjutkan saja."
Pengacara langsung mengangguk lalu melanjutkan langkah yang diperlukan, hingga membahas tentang gugatan cerai Fasha yang sepertinya tidak akan pernah Bachrie terima.
Usai pengacara pamit, Bachrie mengusap wajah frustrasinya. Karena sejauh ini, tak pernah Fasha mau menerima telepon darinya meski nomornya masih belum diblokir.
Ini lebih sakit daripada apa pun. Azahra yang sedari tadi hanya diam, agaknya tak tahan untuk tetap menyembunyikan suaranya.
"Kalau seluruh harta, Mas Bachrie harus dipindahkan ke Kak Fasha, lalu bagaimana sama Azalea, Mas?" tanyanya.
Bachrie menatap wanita itu. Azahra mulai cerewet di matanya, kini. "Aku masih punya penghasilan, kalau hanya untuk Azalea, aku masih bisa berikan nafkah setiap bulan."
Azahra perlu lebih banyak. "Tapi, Mas, ... apa Mas Bachrie yakin mau memberikan seluruh tanah, rumah, mobil bahkan saham yang Mas punya untuk Kak Fasha sementara kemarin kita sama- sama melihat foto- foto..."
"Dia hamil, anakku!" Azahra tersentak mendapatkan bentakan keras Bachrie.
Yah, Bachrie hanya cemburu buta pada gambar yang tidak seberapa mesra. Dan seharusnya, kemarin dia tidak berpikir macam- macam dulu.
Sekarang, karena ulahnya, Gantara berhasil maju selangkah lebih dekat untuk mencapai cinta Fasha. Yah, mungkin Gantara yang sengaja mengirim foto- foto tersebut agar hubungannya dengan Fasha renggang.
"Foto- foto itu tidak menunjukkan apa pun selain tatapan Gantara yang terobsesi mengincar istriku!"
"Tapi..."
"Aku tidak butuh saran mu."
Bachrie baru akan pergi, Fatima kemudian menegur putranya. "Tapi Azahra juga sah menjadi istri kamu, Bachrie! Kalau sekedar saran, Azahra berhak atas kamu."
Bachrie sudah pusing, sekarang, ibunya menambahnya pusing. "Seharusnya Bachrie tidak pernah mengambil tanggung jawab ini."
Fatima beristighfar. "Mas Manaf mu akan terluka mendengar bicara mu ini, Ngger!"
"Sulit sekali mengingkari." Bachrie berdecak frustrasi. "Tapi, maafkan Bachrie, Ummi, nyatanya selain tanggung jawab sebagai seorang suami, Bachrie tidak bisa menyamakan kedudukan Fasha dengan Azahra!"
Azahra menyerobot. "Lalu kenapa kemarin, Mas sampai melupakan Kak Fasha. Apa Mas Bachrie lupa, Mas Bachrie begitu hangat kemarin. Kenapa sekarang begini?"
"Ini akan terdengar jahat," sela Bachrie. "Tapi, anggaplah hadirnya kamu kemarin, seperti makanan pengganti disaat aku bosan dengan nasi."
"Astaghfirullah, Bachrie!" Fatima menegur. Dan putranya berlanjut melenggangkan langkah kaki untuk masuk ke dalam kamar.
"Kamu yang sabar, Zahra." Fatima mengusap punggung Azahra. Wanita biasa memang, tapi sebagai menantu, Azahra bisa segalanya, itu juga yang membuat Fatima begitu sayang.
"Iya, Ummi." Azahra menunduk. Sementara Fatima masih merutuk.
"Keluarga Fasha terlalu angkuh, tapi bisa- bisanya Bachrie masih membelanya terus!"
"Andai aku yang disuruh menikah lagi. Apa kamu akan bicara seperti itu?" Jatmiko yang kali ini menimpali ucapan istrinya.
Yang jelas saja mendapatkan tukasan Fatima yang menyentak. "Masalahnya, di awal Fasha sudah menyetujui pernikahan kedua Bachrie!"
"Itu karena Fasha terlalu patuh padamu dan Bachrie! Andai tidak, mungkin dari awal Fasha sudah menolaknya," bela Jatmiko.
"Tapi tidak perlu juga diberikan seluruh harta yang Bachrie punya, kalau begini, jelas Fasha hanya mau memanfaatkan Bachrie demi kepentingannya sendiri!" sergah Fatima.
"Cinta Bachrie terlalu buta! Sampai tidak bisa melihat mana istri yang tulus mencintainya dan yang hanya mengincar kekayaannya!"
Jatmiko terkekeh khas dirinya. "Kalau hanya kekayaan, Fasha tidak perlu mengakali uang Bachrie. Nyatanya cinta mereka saling tulus. Dan kau yang ikut andil dalam menciptakan celah di antara mereka. Sekarang, karena ulah mu, aku bahkan tidak bisa membesuk cucuku sendiri."
Fatima kembali menarik sudut bibir, setelah Jatmiko bertolak ke kamar. "Kalian anak bapak, sama saja bodohnya!"
"Paket!"
Azahra belum menutup pintu setelah barusan pengacara pulang. Dan, seseorang dengan pakaian kurir datang membawa bingkisan.
Segera, Azahra datangi pria itu, lalu meraih paket yang rupanya tertulis pesan ancaman di atas kotaknya.
CEPAT KIRIMI AKU UANG, ATAU KELUARGA SUAMI MU AKAN TAHU SEMUANYA!
Degup...
Azahra tahu, ini pesan dari seseorang yang selama ini melancarkan aksinya. Dimulai dari pengambilan foto sampai percobaan peleyapan yang ditujukan kepada mobil Fasha kala itu.
Walau tidak berhasil celaka, tapi karena orang inilah Azahra mendapatkan foto- foto intens Gantara dan Fasha yang bahkan bisa terlihat begitu mesra karena hasil jepretannya.
"Paket apa Zahra?" Fatima bertanya. Dan itu yang membuat Azahra begitu tersentak.
"C-cuma pakaian baru Azalea, Ummi."
Azahra segera membawa bungkusan tersebut ke kamar, dan membiarkan kertas berisi ancaman lenyap di dalam toilet.