Seorang penjual keliling bernama Raka, yang punya jiwa petualang dan tidak takut melanggar aturan, menemukan sebuah alat kuno yang bisa membawanya ke berbagai dimensi. Tidak sengaja, ia bertemu dengan seorang putri dari dimensi sihir bernama Aluna, yang kabur dari kerajaan karena dijodohkan dengan pangeran yang tidak ia cintai.
Raka dan Aluna, dengan kepribadian yang bertolak belakang—Raka yang konyol dan selalu berpikir pendek, sementara Aluna yang cerdas namun sering gugup dalam situasi berbahaya—mulai berpetualang bersama. Mereka mencari cara untuk menghindari pengejaran dari para pemburu dimensi yang ingin menangkap mereka.
Hal tersebut membuat mereka mengalami banyak hal seperti bertemu dengan makhluk makhluk aneh dan kejadian kejadian berbahaya lainnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zoreyum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjalankan Rencana Rahasia
Setelah wanita Penjaga Keseimbangan Dimensi meninggalkan ruangan, keheningan kembali menyelimuti Raka dan Aluna. Suasana terasa berat, seperti beban tak terlihat yang menekan mereka. Meskipun mereka berdua tahu bahwa keputusan ini penting, tetap saja ada perasaan ragu yang mengganggu.
Raka duduk di kursi kayu dekat jendela, mengamati alat dimensi yang tergantung di pinggangnya. "Jadi... rencana apa yang kau pikirkan tadi, Aluna? Aku siap mendengar ide brilianmu. Serius, aku nggak punya petunjuk apa pun tentang cara menangani alat ini."
Aluna menghela napas, lalu mendekat dan duduk di kursi di seberang Raka. "Aku pikir, sebelum kita membuat keputusan besar, kita perlu tahu lebih banyak tentang alat ini. Dari mana asalnya, siapa yang membuatnya, dan kenapa alat ini bisa muncul di tanganmu. Semua itu terlalu penting untuk diabaikan."
Raka mengangguk, meskipun dia jelas-jelas masih bingung. "Oke, tapi bagaimana kita bisa tahu semua itu? Aku kan cuma nemu alat ini di pasar antik. Penjualnya bahkan nggak tahu kalau alat ini bisa membuka portal dimensi. Dia kira ini cuma... hiasan antik."
Aluna tersenyum kecil. "Itu masalahnya. Penjaga Keseimbangan Dimensi bilang alat ini berbahaya, tapi mereka tidak memberitahu kita asal-usulnya. Aku curiga ada sesuatu yang mereka sembunyikan."
Raka berpikir sejenak, lalu menatap Aluna dengan mata melebar. "Kau pikir... mereka nggak jujur sama kita?"
"Belum tentu begitu," jawab Aluna dengan tenang. "Tapi kita tidak bisa sepenuhnya mempercayai mereka sampai kita tahu semua informasi. Kita harus mencari tahu sendiri."
Raka mengerutkan kening, mencoba mencerna semuanya. "Oke... jadi kita harus menemukan lebih banyak info tentang alat ini. Tapi dari mana kita mulai? Kita di dimensi asing, di markas rahasia... Rasanya kita nggak bisa keluar begitu saja dan mulai tanya-tanya."
Aluna berdiri dan mulai berjalan perlahan di sekitar ruangan, jelas sedang memikirkan rencana berikutnya. "Mungkin kita tidak perlu keluar. Markas ini penuh dengan informasi. Penjaga Dimensi pasti menyimpan arsip atau perpustakaan yang berisi data tentang alat-alat magis seperti ini. Kita hanya perlu menemukannya."
Raka mengangkat alis, merasa ada sedikit ketegangan bercampur petualangan dalam ide Aluna. "Jadi, kau bilang... kita akan menyelinap masuk ke perpustakaan rahasia atau semacamnya? Bukannya aku menolak, tapi ini terdengar seperti salah satu ide gila yang bisa berujung pada... yah, masalah besar."
Aluna menatap Raka dengan tatapan serius namun penuh tekad. "Kalau kita ingin tahu kebenaran, kita harus mengambil risiko. Kita tidak bisa hanya duduk di sini dan menunggu mereka memberi tahu kita. Ini tentang alat yang kau bawa, Raka. Alat itu mungkin kunci untuk menjaga keseimbangan, tapi kita harus yakin kita tahu bagaimana cara menggunakannya sebelum kita membuat keputusan."
Raka terdiam sejenak, lalu tersenyum kecil. "Kau benar. Aku lebih baik tahu lebih banyak sebelum memutuskan jadi penjaga dimensi yang keren. Baiklah, aku ikut. Tapi bagaimana kita bisa masuk ke perpustakaan mereka? Aku nggak terlalu ahli dalam... ya tahu, menyelinap."
Aluna duduk kembali di kursinya dan menatap Raka, raut wajahnya sedikit melunak. "Aku sudah mempelajari sihir yang bisa membantu kita bergerak tanpa ketahuan. Sihir penyamaran sederhana, tapi cukup untuk mengaburkan kehadiran kita dari penjaga."
Mata Raka melebar lagi. "Kau bisa melakukan itu? Serius? Kenapa kita nggak pakai itu sejak awal waktu kita dikejar prajurit?"
Aluna tersenyum samar. "Sihir penyamaran itu butuh konsentrasi dan energi besar. Aku hanya bisa menggunakannya untuk waktu yang singkat, jadi kita harus bergerak cepat."
Raka mengangguk, meskipun dia tampak sedikit gugup. "Baiklah, kalau begitu... kapan kita mulai?"
Aluna berdiri lagi, kali ini dengan ekspresi penuh tekad. "Sekarang. Kita harus bergerak sebelum ada yang curiga."
---
Beberapa saat kemudian, Raka dan Aluna sudah bergerak menyusuri lorong-lorong markas Penjaga Keseimbangan Dimensi. Aluna telah merapalkan sihir penyamaran, dan meskipun mereka masih bisa melihat satu sama lain, tubuh mereka tampak memudar seperti bayangan yang samar. Setiap kali mereka melewati penjaga, para penjaga tidak memperhatikan kehadiran mereka, seolah-olah Raka dan Aluna hanyalah angin yang berlalu.
"Sihir ini luar biasa," bisik Raka dengan suara kagum saat mereka melangkah hati-hati di lorong. "Aku benar-benar tidak terlihat. Kalau saja aku bisa pakai ini waktu aku berjualan keliling, mungkin aku bisa kabur dari semua pelanggan yang marah karena salah barang."
Aluna tersenyum tipis, tapi tetap fokus pada tujuan mereka. "Tetap diam, Raka. Kita belum sampai di tempat yang aman."
Raka menutup mulutnya dan mengikuti Aluna, meskipun rasa penasarannya terus meningkat. Setelah berjalan melewati beberapa ruangan, mereka akhirnya tiba di sebuah pintu besar dari kayu hitam yang dihiasi ukiran-ukiran magis. Cahaya biru samar menyala dari celah-celah di pintu, menandakan bahwa di balik pintu tersebut ada sesuatu yang lebih dari sekadar ruangan biasa.
Aluna melangkah maju, meletakkan tangannya di ukiran di pintu. "Ini sepertinya tempat yang kita cari," bisiknya. "Perpustakaan atau arsip rahasia mereka. Di sini kita mungkin bisa menemukan informasi tentang alat itu."
Raka melirik ke kiri dan kanan, memastikan tidak ada penjaga yang lewat. "Baiklah, ayo kita masuk sebelum seseorang datang."
Dengan satu gerakan lembut, Aluna merapalkan mantra kecil, dan pintu kayu itu terbuka dengan pelan. Di dalamnya, mereka melihat ruangan besar yang dipenuhi rak-rak tinggi berisi buku-buku tebal dan gulungan perkamen. Di tengah ruangan, ada meja besar dengan beberapa kitab terbuka di atasnya, cahaya biru dari lilin-lilin magis menerangi seluruh ruangan.
"Wow," bisik Raka. "Ini perpustakaan rahasia seperti di film-film."
Aluna menahan senyum. "Ayo, kita tidak punya banyak waktu. Cari apa saja yang berkaitan dengan alat dimensi."
Mereka berdua mulai menyusuri rak-rak buku, mencari petunjuk apa pun yang bisa membantu mereka memahami alat yang dibawa Raka. Aluna memeriksa beberapa buku tebal dengan lambang magis di sampulnya, sementara Raka lebih memilih menggulung beberapa perkamen tua yang terlihat misterius.
"Apa kau menemukannya?" tanya Aluna setelah beberapa menit mencari.
Raka menggelengkan kepalanya, lalu tiba-tiba melihat sebuah buku kecil yang tergeletak di meja. Sampulnya hitam polos, tapi ada simbol yang aneh dan tak dikenalnya di bagian tengah buku itu. Dia mengambilnya dan membuka halaman pertama dengan hati-hati.
"Hei, Aluna, lihat ini," panggilnya pelan. "Aku pikir aku menemukan sesuatu."
Aluna mendekat, matanya tertuju pada buku itu. Di dalamnya, ada gambar alat dimensi yang sangat mirip dengan yang dipegang Raka. Mata Aluna melebar. "Ini dia... alat dimensi yang kau bawa."
Mereka membaca lebih lanjut, menemukan bahwa alat itu dikenal sebagai Kunci Dimensi, sebuah artefak kuno yang dibuat oleh penyihir legendaris untuk menjaga keseimbangan antar dimensi. Namun, alat ini hanya bisa digunakan oleh orang yang "dipilih," seseorang yang memiliki hubungan khusus dengan dimensi-dimensi tersebut.
"Ini menjelaskan kenapa alat itu bereaksi padamu," kata Aluna pelan. "Kau mungkin... dipilih oleh alat ini. Tapi masih banyak yang belum kita ketahui."
Raka menatap gambar alat itu di buku dengan ekspresi bingung. "Jadi... aku semacam pahlawan takdir sekarang? Tapi aku cuma pedagang keliling!"
Aluna tersenyum samar, meskipun ada kekhawatiran di matanya. "Kita harus tahu lebih banyak. Jika alat ini benar-benar sekuat yang mereka katakan, kita harus hati-hati. Dan sekarang, kita tahu bahwa alat ini bukan sembarang benda. Ini jauh lebih penting."
Namun, sebelum mereka bisa membaca lebih lanjut, pintu perpustakaan terbuka dengan tiba-tiba, dan suara langkah kaki mendekat.