Aillard Cielo Van Timothee adalah seorang Grand Duke yang sangat dikagumi. Dia sangat banyak memenangkan perang yang tak terhitung jumlahnya hingga semua rakyat memujanya. Namun hal yang tak disangka-sangka, dia tiba-tiba ditemukan tewas di kamarnya.
Clarisse Edith Van Leonore adalah seorang putri dari kerajaan Leonore. Keberadaannya bagaikan sebuah noda dalam keluarganya hingga ia di kucilkan dan di aniaya. Sampai suatu hari ia di paksa bunuh diri dan membuat nyawanya melayang seketika. Tiba-tiba saja ia terbangun kembali ke dua tahun yang lalu dan ia bertekad untuk mengubah takdirnya dan memutuskan untuk menyelamatkannya.
"Apakah kamu tidak punya alternatif lain untuk mati?"
"Aku disini bukan untuk mencari mati." jawab Clarisse tenang.
"Lalu untuk apa kamu kesini, menyodorkan dirimu sendiri ke dalam kamp musuh?" Aillard mengangkat alisnya sambil memandang Clarisse dengan sinis.
"Aku disini berniat membuat kesepakatan denganmu. Mari kita menikah!"
➡️ Dilarang memplagiat ❌❌
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KimHana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 13 - MENGUNJUNGI RUMAH GRAND DUKE
"Yang mulia, apakah anda akan membiarkannya begitu saja?" pelayan yang berada di samping Adeline tidak tahan lagi dan memprotes kepada Adeline.
Adeline tersenyum, menatap kepergian Clarisse dengan tatapan penuh arti. Mana mungkin dia membiarkannya begitu saja, dia hanya menunggu di momen yang tempat dan membiarkan perempuan itu berpuas diri dahulu sebelum hancur di tangannya.
Beraninya dia mempermainkannya tepat di bawah hidungnya. Jika dia menerima penghinaan ini begitu saja, tidak pantas dia menyebut namanya dengan Adeline. Untung saja ibunda ratu tidak sengaja menceritakan perempuan ini padanya, kalau tidak ia tidak akan tau ada satu orang lagi yang tak tahu diri di istana ini.
"Yang mulia..?" pelayan itu dengan takut-takut bertanya lagi kepada Adeline yang di respon oleh Adeline bentakan kasar.
"Beraninya pelayan rendahan sepertimu mencoba ingin tahu urusanku!" Adeline menggeram sambil menarik rambut pelayan itu dengan kasar.
"Aaaaaahh..." pelayan itu merintih kesakitan sambil memegangi kepalanya. "Ampun, Yang mulia! Saya sadar perilaku saya kelewatan."
"Tidak ada ampun untukmu." balas Adeline mendesis marah. "Karena kamu ada disini, kamulah yang akan ku jadikan pelampiasan amarahku." ujar Adeline sambil menarik pelayan itu ke ruang hukuman.
Tidak ada yang menolong karena semua pelayan di kediaman sang putri tahu sifat putri kelima yang sebenarnya. Jika mereka ikut campur, mereka yakin nasibnya akan sama seperti pelayan itu. Siapa yang menyangka di balik wajahnya yang lembut ternyata menyimpan hati yang sangat busuk.
Karena taman ini juga merupakan taman pribadi sang putri jadi tidak ada yang bisa masuk kecuali atas izin putri kelima. Alhasil tidak ada yang bisa melihat kekejaman sang putri dan tidak ada yang bisa membantu pelayan malang itu.
......................
Gerbang setinggi tiga meter itu kini terbuka lebar dengan sendirinya. Nampak bangunan yang sangat besar berdiri kokoh bagaikan memperlihatkan wibawa sang pemilik. Berbeda dari istana kerajaan yang menampilkan kesan mewah, bangunan ini lebih cenderung menampilkan kesan klasik namun juga elegan.
Dua patung singa terpajang dengan anggun di depan pintu rumah sang Grand Duke yang merupakan lambang keluarga Timothee. Hal ini membuat Clarisse merasakan perasaan menindas walaupun sang pemilik belum ada di hadapannya. Ia tidak tau apakah dia benar-benar mempunyai keberanian menghadapi sang pahlawan perang itu karena sekarang melihat kediamannya saja membuat dia merasakan nyalinya menciut.
Huft, memang pantas keluarga yang di segani, bahkan aura bangunannya saja membuat Clarisse merasakan perasaan intimidasi.
Kemana prajurit yang menjaga gerbang ini? Clarisse melonggokkan kepalanya ke kanan dan ke kiri tetapi tidak juga menemukan satupun seorang prajurit. Tidak mungkin kediaman sang Grand Duke tidak dijaga kan? Clarisse menggeleng-gelengkan kepalanya mengusir pemikiran itu di benaknya. Tentu saja itu mustahil.
Tepat ketika Clarisse memikirkan semua itu, dia melihat seorang pemuda yang akan memasuki kediaman sang Grand Duke.
"Tunggu sebentar!" Clarisse berlari tergesa-gesa menghampriri pemuda itu.
Teon membalikkan badannya dan melihat seseorang yang mengenakan jubah mendekat padanya. Dia tidak bisa memastikan jenis kelaminnya, tetapi jika di perhatikan dari postur tubuhnya dia adalah seorang wanita. Apakah mereka lagi? Memikirkan itu membuat Teon menyeringai sinis.
Para bangsawan itu benar-benar tidak tahu malu. Di depan tuannya mereka berlomba-lomba menyanjungnya, namun ketika di belakangnya tidak ada satupun dari mereka yang berhenti untuk menjelek-jelekkan tuannya. Benar- benar munafik, sama seperti laki-laki tua itu.
"Ada apa?" jawab Teon asal-asalan. Walaupun dia mengakui sikapnya saat ini salah karena tidak memberi hormat kepada bangsawan namun dia tidak ingin memperbaikinya. Dia hanya merasa dirinya jijik ketika berpikir akan memberi hormat kepada wajah munafik itu. Cih, hormat apanya! Bahkan dia merasa kuda peliharaannya lebih pantas di beri hormat.
"Saya ingin bertemu dengan Grand Duke. Apakah beliau ada?" tanya Clarisse gugup. Ia meremas-remas jarinya memandang Teon dengan penuh harap, walaupun itu sama sekali tak terlihat karena tudung jubah yang menutupi separuh wajahnya.
"Ada." jawab Teon. "Namun anda harus menunggu untuk menemui beliau karena saat ini Yang mulia sedang menghadiri pertemuan penting."
Pertemuan penting apanya? Itu hanya bertemu dengan hewan peliharaannya.
Tentu saja Teon tidak akan mengungkapkan semua itu karena dia ingin melihat bagaimana bangsawan ini kehilangan kesabaran.
"Tidak apa-apa." balas Clarisse sambil tersenyum. "Saya akan menunggunya."
"Kalau begitu silahkan masuk, saya akan menyajikan teh kepada anda."
Clarisse menganggukkan kepalanya lalu mengikuti di belakang Teon.
Wow..
Tanpa sadar mulut Clarisse membentuk huruf O karena saking terkejutnya dengan kediaman sang Grand Duke. Haruskan dia katakan ini benar-benar sempurna karena sangat sesuai dengan seleranya. Tatanan ruang tamu yang rapi, lukisan-lukisan terkenal terpajang dengan indah di setiap sudut rumah Grand Duke. Ada tanaman herbal di depan jendela, di padukan dengan warna dinding Coklat yang hangat membuat semuanya menjadi sempurna. Tidak terlalu mewah namun ternyata sangat indah.
Ia berhenti sejenak mengagumi desain interior ruangan itu. Tidak disangka di balik sifat Grand Duke yang terkenal sangat dingin dan angkuh tenyata dia menyukai desain rumah yang hangat seperti ini.
Ia yakin bangunan ini akan sangat pantas di jadikan saingan untuk istana kerajaan. Lukisan-lukisan itu pasti bernilai sangat mahal dan tidak ada satupun sudut yang tidak mengandung kekayaan. Pantas saja kaisar terus berselisih dengan Grand Duke, siapa yang tidak jengkel melihat kekayaan dan kejayaannya sang Grand Duke yang hampir menyaingi istana itu sendiri.
"Duduklah disini, nona!" Teon membungkukkan tubuhnya mempersilahkan Clarisse untuk duduk. Sejengkel apapun hatinya dia juga tidak ingin nama tuannya ikut terseret karena sikapnya yang tidak sopan.
"Baik." jawab Clarisse sambil menjatuhkan bokongnya di salah satu sofa yang tergeletak di sana.
"Saya akan membuatkan teh untuk anda." pamit Teon sambil melangkahkan kakinya menuju ruang dapur.
Karena tidak banyak pelayan yang bekerja di rumah sang Grand Duke membuat Teon harus untuk menginstruksikan sendiri untuk menyuruh koki yang bekerja di dapur. Tuannya tidak menyukai banyaknya orang asing berada di rumahnya karena itulah mereka agak kerepotan mengurus rumah sebesar ini.
Tak lama setelah itu Teon muncul lagi dengan secangkir teh dan kue kering yang berada di tangannya. Ia meletakkannya di atas meja lalu mempersilahkan Clarisse untuk makan.
"Terimakasih." ujar Clarisse melihat Teon yang menyajikan teh di depannya.
Teon sedikit terkejut dengan ucapan terimakasih Clarisse karena ia tau tidak banyak para bangsawan yang akan mengucapkan terimakasih kepada orang kelas rendah. Mereka menganggap dia hanyalah alat semata yang harus mematuhi perintahnya, karena itulah dia sedikit terkejut dengan sikap Clarisse.