NovelToon NovelToon
Kekasih Tak Kasat Mata

Kekasih Tak Kasat Mata

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Cinta Beda Dunia
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Minaaida

"Kita sudah ditakdirkan untuk bertemu. Kamu adalah milikku. Kita akan bersatu selamanya. Maukah kamu menjadi ratu dan permaisuri ku, Lia?" ucap Mahesa.

Dia di lamar oleh Mahesa. Pemuda tampan itu dari bangsa jin. Seorang pangeran dari negeri tak terlihat.

Bagimana ini...?

Apa yang harus Lia lakukan...?

Apakah dia mesti menerima lamaran Mahesa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minaaida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 05 Ajakan Mahesa

Siang itu, Lia sedang bermain di rumah salah seorang tetangga nya yaitu Mak Emah. Pekerjaan rumah sudah selesai dia kerjakan. Dia enggan berada di rumah karena pasti akan ibu tirinya itu tidak hentinya mengomel.

Lia duduk di teras rumah Mak Emah yang sejuk. Sesekali keduanya bercanda sembari bercerita.

Beberapa saat kemudian, telepon genggam Mak Emah yang tergeletak di atas meja ruang tamu berbunyi. Mak Emah langsung berdiri. "Sebentar ya, Neng. Mak mau ambil Hp Mak dulu," ucapnya.

"Iya, Mak," jawab Lia.

Mak Emah masuk ke dalam rumah dan meninggalkan Lia seorang diri di teras. Lia termenung seorang diri di teras rumah Mak Emah sembari menatap anak ayam yang ribut mencari makan bersama induknya.

"Neng Lia,... sini," panggil Mak Emah.

Lia pun beranjak masuk ke dalam rumah menghampiri Mak Emah. "Ada apa, Mak?" tanya Lia.

"Ini, Nyi Iteung mau ngomong sama kamu." ujar Mak Emah pada Lia.

Iteung adalah anak Mak Emah yang bekerja di Jakarta. Dia sebaya dengan Lia. Mereka dulu adalah teman sepermainan.

"Halo,... assalamualaikum, Iteung" ucap Lia sambil menggenggam dan menempelkan sebuah ponsel jadul ke telinga nya.

 "Iya, halo juga.. Walaikumsalam. Gimana kabar kamu, Lia?" tanya Iteung dari seberang.

"Alhamdulillah, baik. Arieu kamu gimana?" Lia balik bertanya.

"Alhamdulillah, baik juga, Lia. Oh iya, Apakah kamu ada niatan untuk kembali bekerja di Jakarta? Di tempat aku bekerja sedang cari pekerja lagi. Rumah makan kami kewalahan karena sangat rame. Siapa tahu aja kamu berminat," ujar Iteung. Lia terdiam sesaat, berpikir.

"Aku sih, sebenarnya kepengen. Tapi aku nggak punya ongkos, teung," jawab Lia.

"Minjam sama bapakmu dulu, nanti kalau gajian di ganti," ucap Iteung.

Lia terdengar menghela nafas. Kalau dia minjam sama bapak atau ibu, nanti ujung - ujungnya akan sama seperti dulu lagi. Uang gaji akan di ambil ibunya dan Lia nggak dapat apa - apa.

"Aku nggak bisa, teung. Kamu tau sendiri, kan. Bagaimana bapak dan ibu. Aku tak mau kejadian seperti dulu terulang lagi,"

"Iya juga, sih. Mereka pasti akan mengambil uang gajimu semua dan kamu nggak dapat apa - apa," sahut Iteung.

"Eh,... tapi kalau kamu mau ke sini aku bisa usahain, kok. Aku akan transfer uang melalui rekening umi agar kamu punya ongkos ke sini. Tapi kamu pergi nya diam - diam aja. Jangan bilang sama bapak dan ibu kamu,"

Ujar Iteung lagi.

"Maksudnya, ... aku di suruh minggat, gitu?" bisik Lia. Raut wajahnya berubah tegang.

"Iyalah, ngapain juga kamu mesti bilang sama mereka. Kalau bilang pasti ujung-ujungnya kamu di porotin sama mereka," ujar Iteung.

"Baiklah,... aku pikir - pikir dulu, ya Iteung."

"Liiaaaa...!!"

Suara Bu Warti terdengar memanggil Lia. Lia sampai terjengkit mendengar teriakan ibu tirinya itu. "Astaghfirullah,... kaget aku," ucapnya.

"Ada apa, Lia?" tanya Iteung dari seberang telepon.

"Itu,... ibuku sudah teriak - teriak panggilin aku. Teung, udah dulu, ya. Hapenya aku serahin sama umi kamu. Assalamualaikum," ucap Lia.

"Waalaikumsalam," jawab Iteung.

"Wak,... Mak Emah," Lia melongok keluar rumah untuk mencari Mak Emah.

"Aya naon, neng," wanita itu tau tau muncul dari dalam rumah.

"ini teleponnya..." Lia menyerahkan handphone Mak Emah kepada pemiliknya.

"Sudah nelponya..?" tanya Mak Emah.

"Sudah, Mak. Lia mau pulang dulu. Soalnya ibu Lia teh, sudah manggil, sejak tadi" jawab Lia.

"Ya sudah, buruan atuh pulang. Takutnya ibu kamu memarahi kamu lagi," kata Mak Emah.

"Iya, Mak. Neng pulang dulu, assalamu alaikum," ucap Lia.

"Waalaikumsalam," Mak Emah memandang kepergian Lia dengan tatapan iba.

Bu Warti menatap Lia dengan tatapan tajam seolah ingin menelan gadis itu bulat - bulat.

Lia berjalan menghampiri Bu Warti. " Ada apa, Bu?" tanya Lia pada Bu Warti.

"Ada apa! Ada apa! Ini, bawa ke ladang..!" Bu Warti menyodorkan sebilah arit ke tangan Lia.

"Untuk apa arit ini, Bu?"

"Masih nanya! Bego, teuing..! Tentu saja untuk membersihkan ladang," bentak Bu Warti.

"Tapi ini sudah sore, Bu. Besok aja Lia ke kebun nya,"

"Aduh, pake banyak alasan lagi. Sudah, sana berangkat!" ujar Bu Warti kesal. Dia mendorong tubuh kurus Lia agar segera berangkat.

Dengan terpaksa Lia pun pergi ke ladang setelah mengganti pakaian dan mengambil air minum.

Sampai di ladang, hari sudah menjelang sore. Meskipun demikian, Lia harus mengerjakan apa yang disuruh Bu Warti jika dia tidak ingin di marahi lagi.

Lia membersihkan ladang dan mencabuti rumput yang mulai tumbuh meninggi di ladang mereka.

Hari sudah semakin sore sebentar lagi magrib. Lia pun memutuskan untuk pulang. Jika agak lama sedikit lagi bisa - bisa dia akan kemalaman di jalan.

Dengan tubuh lelah Lia berjalan pulang menuju rumah nya. Kakinya serasa lemas dan tubuhnya sangat lelah sehingga langkah kakinya serasa lambat. Maka dari itu, perjalanan pulang menjadi sedikit lama hingga waktu sudah memasuki waktu magrib.

"Dek,..." panggil seseorang dari belakang.

Tubuh nya serasa membeku. Suara itu, sangat dia kenal. Bukankah itu suara Mahesa.

Lia menoleh ke belakang. Di belakang, samar - samar dia melihat seorang pemuda sedang berdiri di belakangnya.

"Siapa?"

"Dek, ini aku, Mahesa," jawab pria itu.

"Mahesa,... benar itu kamu?"

Lia seakan tak percaya jika yang berdiri di hadapannya saat ini adalah Mahesa. Dia pikir pemuda itu hanya ada di dalam mimpinya saja. Lia menunduk malu menyadari keadaan dirinya yang lusuh dan kotor.

Mahesa tersenyum pada Lia. Seketika Lia teringat akan sesuatu. Mahesa itu jin. Sejenak Lia merasa ragu. Sempat terlintas rasa takut di hatinya menyadari jika pemuda tampan yang sedang berdiri di hadapannya itu adalah sesosok jin. Bagaimana kalau,...?

Seperti tahu apa yang dipikirkan oleh Lia, Mahesa berjalan mendekati Lia.

"Jangan takut,.... Aku tak akan menyakiti mu," ujarnya sambil tersenyum. Tatapan matanya tajam menusuk jantung. Lia memalingkan wajahnya agar tak beradu pandang dengan pemuda itu. Dia takut tergoda.

Tangan Mahesa terulur di menyentuh wajah Lia. Mengukung wajah cantik itu agar menatapnya. Lalu ibu jarinya menyentuh bibir gadis itu.

Lia teringat mimpi nya semalam. Walaupun cuma mimpi, ... ciuman itu terasa seperti nyata. Mengingat hal itu membuat Lia merasa malu sendiri.

"Yang semalam itu bukan mimpi, dek," bisik Mahesa.

"Hah, ... bukan mimpi? Maksud kamu..?"

"Iya,... semalam itu nyata. Kita memang berciuman. Apa adek pikir semua itu hanya mimpi..?" ucap Mahesa masih berbisik.

Lia nampak bingung. "Sudahlah,...tak usah kamu pikirkan. Nanti kamu pusing. Yang perlu kamu tahu, adalah aku menyukai kamu, Lia,"

"Hah,...apa? Kamu suka aku?"

Mahesa mengangguk pelan. Senyum tak lepas dari wajahnya yang meskipun terlihat tegas dan keras. Dan itu sungguh suatu pemandangan yang amat mempesona. Kalau boleh, Lia ingin terus memandang wajah itu.

"Jangan melihatku terlalu lama, nanti kamu jatuh cinta,"

Hah,...dia bilang apa? Jatuh cinta? Ehh,... masa sih? Tidak,.... Itu tidak mungkin. Aku sadar diri, kata Lia dalam hati. Dia dan aku sangat jauh berbeda.

"Mahesa,... boleh aku bertanya?"

"Iya,... adek mau nanya apa?"

"Kamu kok bisa ada di sini?" tanya Lia.

"Aku kemari mau jemput adek. Apakah adek mau jika ku ajak jalan-jalan ke rumahku?" tanya Mahesa lembut.

"Hah? Ke rumahmu,....?"

"Iya,... bagaimana? Apakah kamu mau?"

"Memang rumah kamu di mana?"

"Rumahku tak jauh dari sini? Bagaimana apakah kamu mau?" tanya Mahesa lagi.

#Nah,.... bagaimana, apa Lia mau di ajak Mahesa?

Ikuti terus ya,....

1
Nunuk Rahmaji
Seorang manusia wanita tidak diperbolehkan menikah dengan lelaki bangsa jin. Karena keturunan yang dihasilkan akan berbentuk buruk. Sebaliknya lelaki bangsa manusia diperbolehkan menikahi jin wanita. Karena keturunan yang dihasilkan akan baik bentuknya. Ini pendapat saya kutip dari shli budaya kebatinan.
Dhedhe Rustam
semangat terus thor, kutunggu cerita selanjutnya
Minaaida
Penasaran,....
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!