🏆 Juara 3 YAAW 2024 Periode 2🏆
"Permisi Mas, kalau lagi nggak sibuk, mau jadi pacarku?"
———
Daliya Chandana sudah lama memendam rasa pada sahabatnya, Kevin, selama sepuluh tahun. Sayangnya, Kevin tak menyadari itu dan malah berpacaran dengan Silvi, teman semasa kuliah yang juga musuh bebuyutan Daliya. Silvi yang tidak menyukai kedekatan Daliya dengan Kevin mengajaknya taruhan. Jika Daliya bisa membawa pacarnya saat reuni, ia akan mencium kaki Daliya. Sementara kalau tidak bisa, Daliya harus jadian dengan Rio, mantan pacar Silvi yang masih mengejarnya sampai sekarang. Daliya yang merasa harga dirinya tertantang akhirnya setuju, dan secara random meminta seorang laki-laki tampan menjadi pacarnya. Tak disangka, lelaki yang ia pilih ternyata seorang Direktur baru di perusahaan tempatnya bekerja, Narendra Admaja. Bagaimana kelanjutan kisah mereka?Akankah Daliya berhasil memenangkan taruhan dengan Silvi? Atau malah terjebak dalam cinta segitiga yang lebih rumit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Ren vs Kevin (2)
AC ruang meeting yang dipasang pada suhu 17 derajat rupanya tidak mampu mendinginkan suasana di dalamnya. Daliya menelan ludah gugup saat melirik Ren dan Kevin. Dua lelaki itu duduk berhadapan sambil saling beradu tatap. Kedua tangan mereka sama-sama terlipat di depan dadda. Rasa-rasanya saat ini Daliya bukan berada di ruang meeting, tapi di medan perang.
"Seperti yang sudah kita sepakati sebelumnya, kita akan memakai konsep colorful untuk pemotretan," Pak Nauval, senior Kevin menjelaskan presentasinya. "Karena produk yang dibuat akan ditujukan untuk anak muda, jadi—"
"Siapa yang membuat ide ini?" Ren bertanya sambil mengetuk-ngetuk meja dengan ujung pena. Daliya langsung menatap bosnya itu dengan waspada.
Apalagi nih? batinnya cemas.
"Saya," Kevin menjawab dengan tenang. "Apa ada masalah?"
"Konsepnya terlalu jadul untuk menarik minat anak-anak muda masa kini," Ren menatap pria di depannya dengan pandangan meremehkan. "Apa cuma segini kemampuan fotografer terbaik di perusahaan kalian?"
Kedua alis Kevin menyatu, ia tersinggung dengan ucapan Ren yang jelas ditujukan padanya. Pak Naufal berdehem, mencoba mencairkan suasana.
"Maaf Pak Ren, tapi proposal ini sebelumnya sudah disetujui oleh Bapak sendiri. Jadi saya pikir tidak ada masalah dengan konsepnya," Pak Naufal berusaha menjelaskan.
"Ah, awalnya begitu. Tapi sekarang saya berubah pikiran," Ren menjawab enteng. "Saya ingin kalian merevisi ulang konsep kalian,"
"Bukankah Anda terlalu plin plan?" Kevin bertanya terus terang, yang membuat Pak Naufal langsung menyenggolnya, memberi kode untuk diam. Tapi Kevin tak peduli. "Kenapa Anda baru mengatakannya sekarang saat kerjasama sudah dimulai?"
"Kenapa? Apa Anda tidak sanggup? Kalau tidak sanggup, saya masih bisa merekrut perusahaan lain yang bisa memenuhi keinginan saya," Ren tersenyum licik.
"Tunggu, Pak Ren," Pak Naufal mulai panik. "Tentu saja merevisi hal seperti itu sangat mudah. Iya kan, Kevin?"
Kevin berdecak. Urat-urat di keningnya menyembul, menandakan kalau dirinya benar-benar kesal.
"Apa Pak Direktur tahu kalau menentukan konsep itu tidak mudah? Sebagai fotografer, saya harus melakukan berbagai riset terlebih dulu, dan itu membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Mengubah konsep ketika pemotretan akan berlangsung seminggu lagi adalah hal yang konyol," Kevin mencoba berargumen. "Saya harap penolakan Anda tadi bukan disebabkan masalah pribadi dengan saya,"
"Kenapa Anda berpikir begitu? Apa menurut Anda saya adalah direktur tidak kompeten yang mencampur adukkan pekerjaan dengan masalah pribadi? Maafkan saya, tapi saya bukan tipe orang yang seperti itu. Saya menolak konsep Anda karena saya juga telah melakukan riset. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan tim pemasaran, anak-anak muda zaman sekarang lebih menyukai sesuatu yang aesthetic ketimbang colorful, jadi saya ingin Anda merubah konsep supaya penjualan produk lebih maksimal!" Ren menjawab tak mau kalah.
Daliya lagi-lagi hanya mampu menelan ludah. Astaga, astaga, bagaimana ini? Bagaimana kalau mereka adu jotos lagi di ruangan ini? Apa lebih baik dirinya memanggil satpam untuk mencegah hal itu terjadi?
Daliya melirik Kevin. Tampak sahabatnya itu berusaha kerasa menahan emosi. Napasnya naik turun, dan wajahnya memerah. Sementara Ren yang duduk di depannya sama sekali tidak bergeming, menatap saingannya itu dengan santai.
"Kevin," Pak Naufal menyenggol Kevin sambil berbisik. "Apa-apaan kamu? Kamu mau kesepakatan kita dengan Lumiere gagal? Kamu tahu kan proyek ini nilainya sebesar apa?"
Kevin mengepalkan kedua tangannya kesal. Coba saja kalau saat ini mereka tidak sedang berada di kantor, dan posisi Ren bukanlah orang penting di perusahaan ini, sudah pasti tinjunya akan melayang. Apalagi waktu itu Ren masih berhutang satu pukulan padanya. Kevin masih ingat dengan jelas wajahnya yang bengkak gara-gara lelaki itu.
"Baiklah," Kevin akhirnya mengalah setelah mengalami pergolakan batin yang kuat. "Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk mewujudkan keinginan Direktur,"
"Tentu," Ren tersenyum puas. "Saya akan menantikan kerja keras Anda,"
Rapat kemudian berakhir. Kevin dengan cepat langsung menarik tangan Daliya dan memaksa wanita itu mengikutinya. Daliya memberontak, tapi Kevin mencengkramnya terlalu kuat. Kevin baru melepaskan tangan Daliya saat mereka berada di tangga darurat.
"Apa-apaan sih, Vin?" protes Daliya. "Jangan bersikap seenaknya, ini tuh masih wilayah kantorku tahu!"
"Liya," Kevin berbicara dengan suara rendah, membuat Daliya langsung terdiam ketakutan. "Kamu yakin masih mau pacaran sama laki-laki itu?"
"Vin, kita udah bahas ini. Tolong jangan mencampuri urusanku dengan Ren!" Daliya berusaha pergi dari sana, tapi Kevin langsung menariknya ke sudut. Kedua tangannya ia gunakan untuk mengunci pergerakan Daliya.
"Liya, kamu masih belum sadar betapa berbahayanya laki-laki itu? Kamu lihat sendiri kan, dia itu adalah seorang bos arogan yang seenaknya sendiri! Dia tidak punya hati! Mustahil dia tulus mencintai kamu!"
"Vin, tolong jangan bicara sembarangan tentang Ren. Aku jauh lebih tahu Ren ketimbang kamu. Dia bersikap arogan karena memang jabatannya sebagai direktur, dan dia melakukan itu untuk kebaikan perusahaan!"
"Liya! Apa kamu sudah buta? Apa jangan-jangan cowok itu sedang memaksa kamu? Apa kamu pacaran dengan dia hanya untuk mempertahankan posisi kamu di sini?"
"Kevin!"
"Aku kan sudah bilang, semua laki-laki di dunia ini brengsek!"
"Iya, termasuk kamu!" Daliya menggunakan kakinya untuk menyerang, dengan tepat menghantam bagian paling sensitif Kevin. Laki-laki itu langsung jatuh terduduk karena kesakitan.
"Aw!"
"Sekali lagi mulutmu bicara sembarangan tentang aku, asetmu tidak hanya kutendang, tapi kupotong sampai habis!" seru Daliya sambil berlalu meninggalkan sahabatnya yang sedang kesakitan. Bodo amat lah, dia sudah terlanjur sakit hati gara-gara ucapan Kevin.
"Bagus,"
Langkah Daliya terhenti saat ia melihat Ren sudah berdiri di depannya. Lelaki itu menatapnya dengan kedua tangan dimasukkan ke kantong celananya. Senyumnya mengembang dan matanya berbinar cerah.
"Laki-laki yang banyak bicara memang perlu ditendang itunya," ucapnya santai.
Daliya menelan ludah. "Kamu lihat semuanya?"
"Tentu saja. Aku sudah hampir menghajarnya tadi, tapi kamu malah sudah melakukannya duluan," Ren terkekeh sambil berjalan mendekati Daliya. Ia mengusap lembut rambut Daliya yang agak berantakan, merapikannya ke bentuk semula.
"Kamu...nggak marah karena tadi aku berangkat bareng Kevin?"
"Marah sih, makanya sekarang aku mau minta sesuatu sama kamu,"
"Mau...minta apa?" Daliya bertanya heran.
"Kencan," Ren tersenyum lembut. "Ayo kencan denganku malam ini,"
🙏🫶🫶🫶
punya dendam kah sama Ren
Dali ya 🌹
kocak🌹