Jaka Satya yang berniat menjadi seorang Resi, diminta Raja Gajayanare untuk bertugas di Sandhi Ponojiwan, yang bermarkas di kota gaib Janasaran.
Dia ditugaskan bersama seorang agen rahasia negeri El-Sira. Seorang gadis berdarah campuran Hudiya-Waja dengan nama sandi Lasmini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tenth_Soldier, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di Tengah Kerusuhan
Mereka kemudian muncul di belakang kereta kuda yang diparkir dan menyemburkan lagi pelurunya.
"Dapatkah kau menjalankan lagi kereta kudanya?"" cetus Satya dengan nada penuh amarah dan tak sabar.
Tangan Lasmini menggapai ke arah handel pintu namun dengan cepat Satya mendorongnya kembali ke lantai.
Jaka Satya mencengkeram leher baju Wibisono dan menariknya dengan kasar
ke samping. Kemudian ia melangkah ke bangku depan dengan keringat yang bercucuran.
Tembakan lawan yang ketiga kalinya menghantam tempat bagasi, pelurunya meleset mendesing ke arah lain!
Rupanya si penembak gelap sengaja membidik bagian belakang! Tubuh Satya bergetar dilanda gelombang kemarahan dan kekecewaan, Ia telah menerima sambutan seperti halnya di Donlon, ucapan selamat datang ke NERAKA!
Pihak Tentara melancarkan tembakan kearah bangunan. Suasana kacau! Ledakan memekakkan telinga! Satya menyadari bahwa kuda dalam keadaan panik!
Dengan cepat ia mengarahkannya ke depan dan menarik tali kekang pelan-pelan... kuda berhasil dikendalikan!
Anggota pasukan berlarian di seberang jalan. Senapan mesin kaliber 12,7 mm mulai memberondong dari kereta patroli yang diparkir di tepi jalan dan pelurunya menghantam dinding bangunan serta kaca jendela.
Debu dan serpihan tembok depan bertebaran, kaca jendela berhamburan.
Jaka Satya memacu kuda hitam di depannya menghela tali kekang sekencang-kencangnya, ia menoleh ke arah Wibisono, wajahnya merah padam diterjang amarah yang meledak-ledak kereta kuda melesat di jalan raya.
Tiba- tiba roda kereta rusak jalannya tak terkendali lagi!
Dengan cepat Satya menarik kekang kuda untuk menghentikan kereta tetapi kecepatan tinggi membuat kereta itu menghantam tepi jalan, Braak!
Sisi kereta menabrak gerai sebuah kedai dagangannya berhamburan memenuhi
jalan.
Pemilik kedai berteriak melontarkan sumpah serapah dan manusia langsung berkerumun.
Lasmini mengeluarkan kepalanya dari jendela menengok kekiri kanan dengan wajah memucat, jantungnya berdebar-debar.
Satya berusaha meredakan amarah si pemilik kedai dengan memberinya sejumlah uang dinar.
Tangannya sedikit gemetar ketika menyapu darah yang menodai pipinya.
Yudhodiningrat bersandar pada kereta selama beberapa jenak sambil menyalakan rokoknya.
Kerumunan manusia saling bergumam dan menuding kearah lubang pada badan kereta akibat tembakan yang dilepaskan lawan.
Suara rentetan tembakan masih terdengar dari arah jalan raya di dekat belokan.
"Mengapa kau telah bertindak kasar kepadaku heh?" Wibisono Yudhodiningrat bertanya setelah napasnya mereda.
"Kau seperti manusia bodoh saja. menahan kekang kuda di waktu kita jadi bulan-bulanan tembakan!" dengus Satya
"Aku mengira telah menabrak sesuatu." Wibisono tak mau mengakui kesalahannya.
"Lain kali jangan coba-coba menyentuhku lagi Satya!"
"Seharusnya kau berterima kasih karena masih hidup" sergah Jaka Satya.
"Bagaimana dengan istri mu?" tanya Wibisono.
Jaka Satya menoleh pada Lasmini.
Gadis itu kini nampak tenang-tenang saja. Pistol mini yang tadi berada dalam genggamannya telah kembali terselip di balik kutang di antara buah dadanya.
"Aku tak menderita apa-apa."
Lasmini bersuara dengan nada datar. "Hanya aneh kok bagian belakang saja yang menjadi sasaran tembakan!"
"Yeah, heran juga." cetus Satya sambil menatap Wibisono dengan tajam.
Wibisono Yudhodiningrat tampak merasa tersinggung perasaannya, "Sialan, hanya karena si penembak gelap tak mampu mengenai bagian depan mobil lantas kau menuduh aku telah menyiapkan jebakan ini!"
"Mungkin kenyataannya demikian!" desak Jaka Satya.
Wibisono membanting rokoknya ke jalan.
"Okay. Apakah aku harus mengatakan ya terhadap tuduhan itu, bung?"
Wajahnya tampak polos, namun apa yang tersimpan dalam benaknya siapa yang tahu?
Orang-orang yang berkerumun telah bubar. Suara tembakan masih gencar diselingi ledakan bazoka yang menghantam gedung tempat persembunyian penembak gelap.
Wibisono berkata; "Ayo kita cepat pergi dari sini!"
"Bagaimana dengan penembak gelap itu?" tanya Satya.