Karena jebakan dari sahabatnya membuat Naya dituduh telah tidur dengan Arsen, seorang bad boy dan ketua geng motor. Karena hal itu Naya yang merupakan anak dari walikota harus mendapat hukuman, begitu juga dengan Arsen yang merupakan anak konglomerat.
Kedua orang tua mereka memutuskan untuk menikahkan mereka dan diusir dari rumah. Akhirnya mereka hidup berdua di sebuah rumah sederhana. Mereka yang masih SMA kelas dua belas semester dua harus bisa bertahan hidup dengan usaha mereka sendiri.
Mereka yang sangat berbeda karakter, Naya seorang murid teladan dan pintar harus hidup bersama dengan Arsen seorang bad boy. Setiap hari mereka selalu bertengkar. Mereka juga mati-matian menyembunyikan status mereka dari semua orang.
Apakah akhirnya mereka bisa jatuh cinta dan Naya bisa mengubah hidup Arsen menjadi pribadi yang baik atau justru hidup mereka akan hancur karena kerasnya kehidupan rumah tangga di usia dini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28
"Hmm..." Satu tangan Arsen kini merengkuh bahu Naya. "Gak pengen yang kayak gitu?"
Naya menatap Arsen lalu menjauhkan kepalanya. "Nggak! Kita masih sekolah."
"Kan gampang bisa diatur." Arsen menaik turunkan alis tebalnya menggoda Naya.
"Nggak!" Naya melepas tangan Arsen dari bahunya. "Aku mau tidur, ngantuk."
"Oke." Akhirnya Arsen mematikan televisi itu dan satu tangannya masih menahan Naya. "Sini dulu."
"Apa?"
"Kalau di sekolah kita pacaran ya."
Naya mencebikkan bibirnya lalu menggeser tubuhnya. Kedua tangannya kini justru melingkar di leher Arsen. "Gak malu pacaran sama cewek culun kayak aku?"
Arsen melepas kacamata Naya yang membuat Naya menyipitkan matanya. "Kamu cantik kok. Nyatanya kamu bisa buat aku jatuh cinta."
Naya tertawa. Dia merasa geli mendengar gombalan Arsen. "Kamu gak pantas ngomong romantis. Kamu kan udah biasa ngomong kasar."
"Kan aku mau berubah." Arsen menekan pinggang Naya agar semakin mendekat.
"Berubah demi siapa?"
"Demi kebaikan aku sendiri." Satu tangan Arsen menahan tengkuk leher Naya kemudian dia labuhkan ciuman lembutnya di bibir Naya.
Tidak ada penolakan dari Naya. Bahkan Naya menerima ciuman itu dengan terbuka dan sudah berani mengimbangi pagutan Arsen.
Ciuman yang awalnya lembut itu semakin menuntut. Saling berbalas hisap hingga terdengar decapan memenuhi ruang tamu itu. Perlahan Arsen mendorong tubuh Naya hingga dia terbaring di sofa.
Tapi Naya menahan dada Arsen saat Arsen semakin menghimpit tubuhnya. "Ar..."
Wajah Arsen sudah memerah. Naya memang selalu bisa membangkitkan gairahnya. "Kamu gak pengen..."
"Jangan sekarang."
"Oke, kalau pengen bilang ya. Aku akan siapkan keamanannya dulu."
Naya tersenyum kecil. Dia ingin memastikan perasaannya terlebih dahulu sebelum dia benar-benar melakukannya bersama Arsen. "Pasti aman? Aku masih mau lanjut kuliah."
"Aman." Arsen mengecup bibir Naya lalu beranjak dari tubuh Naya. "Tapi yang sekarang harus dituntaskan, gak bisa ditahan gini." Kemudian Arsen berjalan menuju kamar mandi.
Naya hanya mengernyitkan dahinya. "Sakit perut?" gumam Naya kemudian dia bangun dan membereskan meja.
Setelah mencuci gelas, Naya masuk ke dalam kamarnya. Dia duduk di meja belajar dan melihat mata pelajaran untuk besok. Sampai dia selesai mempersiapkan semua bukunya, Arsen baru masuk dan berdiri di sampingnya.
"Mulai besok bantu aku belajar ya," pinta Arsen.
"Oke. sebenarnya nilai kamu gak buruk-buruk banget loh. Padahal kamu sering bolos."
"Ya pas lagi hoki aja." Kemudian Arsen duduk di samping Naya. "Gak ada tugas kan, kamu cepat tidur. Besok ada pelajaran olahraga juga."
"Kamu barusan ngapain? Sakit perut?" Naya memasukkan buku pelajaran untuk besok lalu berdiri dan mengambil seragam olahranya di almari dan dia masukkan juga ke dalam tas.
"Nggak. Ya biasa cowok. Emang kamu pikir aku bisa nahan godaan besar kayak barusan." Arsen kini juga memasukkan buku-bukunya ke dalam tas.
Naya kini menatap Arsen kemudian duduk di sampingnya. "Dituntasin pakai apa?"
"Ya tangan."
"Gimana caranya?" tanya Naya lagi dengan polosnya.
Arsen menghela napas panjang. Polos sekali istrinya itu. Padahal sudah sering menonton drama romantis, mengapa tidak paham? "Kan kamu udah biasa lihat drama romantis. Harusnya udah paham dong."
"Tapi kan cuma akting lagian juga cuma lihat ekspresinya aja."
"Oke, besok-besok aku yang life."
"Ih," Naya mencubit pinggang Arsen lalu dia berpindah ke tempat tidur.
"Makanya ganti channel kalau nonton. Dipasang vpn lah biar bisa lihat yang full." Arsen tertawa lalu dia menyusul Naya ke tempat tidur.
"Aku gak pernah lihat gituan."
"Ya nanti lihat sama aku." Arsen merebahkan dirinya dan menatap Naya di sampingnya.
"Nggak ah!" kata Naya sambil membalikkan badannya dan memunggungi Arsen.
"Kenapa?" tanya Arsen. Dia kini memeluk Naya dari belakang lalu mengendus dalam tengkuk leher Naya.
"Masih takut." kata Naya. Dia kini menggenggam tangan Arsen yang ada di perutnya. Selain dada Arsen yang menjadi tempat favoritnya saat tidur, pelukan Arsen dari belakang juga membuatnya sangat nyaman.
"Oke, pelan-pelan akan aku biasakan skinship kita." Arsen semakin mengeratkan pelukannya. "Udah malam, kamu tidur."
Tapi bukannya tidur mereka justru mengobrol dan sesekali bercanda hampir semalaman.
Akhirnya sampai matahari telah bersinar terang mereka baru terbangun.
"Ar, kesiangan!" Naya melepas pelukan Arsen. Dia melihat jam di ponselnya, hanya kurang 15 menit sebelum jam berangkat ke sekolah. "Ar, bangun!" Naya menggoyang tubuh Arsen agar segera terbangun.
Akhirnya Arsen terbangun dan menguap panjang. "Jam berapa?"
"Udah hampir setengah 7." kata Naya sambil mengikat rambutnya ke atas lalu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.
"Nay, mandi bareng aja. Nanti waktunya gak keburu." teriak Arsen. Dia beranjak dari tempat tidur dan menyusul Naya.
"Mandi bareng gimana? Enak aja!"
Naya akan menutup pintu kamar mandi tapi ditahan Arsen. "Gak keburu waktunya. Kita lawan arah, aku janji gak liat."
Naya masih ragu.
"Udah jangan mikir terlalu lama. Gak ada waktu." Arsen masuk ke dalam kamar mandi lalu melepas kaosnya. "Kamu hadap sana."
Akhirnya Naya menuruti kemauan Arsen. Dia juga melepas pakaiannya dan mulai mengguyur tubuhnya yang bergantian dengan Arsen.
"Udah, aku keluar dulu." Arsen mengambil handuk dan melilitkan di tubuhnya. Dia mandi secara kilat, Naya saja masih menyabun tubuhnya. Sebelum dia keluar dia sempat menoleh Naya. Andai saja tidak diburu waktu, dia pasti sudah menggoda Naya. "Cepetan!" Satu tangan Arsen me re mas satu bulatan yang masih padat itu.
"Arsen!" teriak Naya.
Arsen keluar dengan cepat dan berjalan masuk ke dalam kamar sambil tertawa.
"Katanya janji gak liat, malah pegang." Naya masih saja mendumel sambil memakai handuknya. Dia keluar dari kamar mandi dan masih waspada dengan Arsen.
Melihat Naya yang berjalan pelan masuk ke dalam kamar, Arsen tersenyum kecil. Dia sudah memakai seragamnya dan kini menyisir rambutnya. "Nay, cepetan nanti makin telat."
"Tunggu diluar biar gue cepet!"
"Oke, oke, nanti kita sarapan di sekolah aja." Arsen mengambil jaket dan tasnya lalu keluar dari kamar. Dia kini memakai sepatunya.
Setelah Arsen keluar, barulah Naya bisa memakai seragamnya dengan cepat. Dia menyisir rambutnya lalu mengikatnya asal. Tak sempat untuk memoles wajah, dia kini keluar dari kamar.
Arsen masih saja tertawa. "Baru aja ngobrol semalam udah kesiangan, gimana kalau beneran malam pertama."
"Ih, udah ah. Jangan me sum terus." Setelah memakai sepatunya dia kini berdiri. "Seragam olahraga kamu gak ketinggalan kan?" tanya Naya.
"Udah aku cek lagi barusan. Ya udah yuk! Nanti kalau masih ada waktu kita sarapan dulu di kantin."
Mereka berdua keluar dari rumah. Arsen menaiki motornya sedangkan Naya mengunci pintu. Kemudian dia naik ke atas motor Arsen dan beberapa saat kemudian motor itu mulai melaju.
"Nay, pegangan." Arsen menarik satu tangan Naya agar memegang pinggangnya.
"Ih, kamu tuh di kasih hati malah keterusan." Tapi dia tetap melingkarkan kedua tangannya di perut Arsen. Memang terasa sangat nyaman daripada biasanya.
.
💕💕💕
.
Like dan komen ya...
🥰😘