Kelanjutan Novel 'Sepucuk Surat'
Khusus menceritakan kisah kakak Ifa, putri pertama Farel dan Sinta. Namun, Alurnya akan Author ambil dari kisah nyata kehidupan seseorang dan di bumbui pandangan Author untuk menghiasi jalan cerita.
Semoga kalian suka ya🥰🥰
------------------------
"Haruskah aku mengutuk takdir yang tak pernah adil?"
Adiba Hanifa Khanza, Seorang gadis tomboy tapi penurut. Selalu mendengarkan setiap perkataan kedua orang tuanya. Tumbuh di lingkungan penuh kasih dan cinta. Namun, perjalanan kehidupan nya tak seindah yang di bayangkan.
"Aku pikir menikah dengannya adalah pilihan yang terbaik. Laki-laki Sholeh dengan pemahaman agama yang bagus tapi ..., dia adalah iblis berwujud manusia."
Mampu kan Ifa bertahan dalam siksa batin yang ia terima. Atau melepas semua belenggu kesakitan itu?
"Kenapa lagi, kau menguji ku Tuhan?"
Ikutin kisahnya yuk, jangan sampai ketinggalan.
Salam sapa Author di IG @Rahmaqolayuby dan Tiktok @Rahmaqolayuby0110
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rahma qolayuby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 Keadaan Ifa
"Kenapa kamu semakin membantah, hah. Mau jadi istri durhaka?"
Kesal Akmal karena Ifa tak mau melayaninya.
Bagaimana Ifa mau melayani jika setia hati Akmal selalu memintanya. Bahkan tak tahu waktu dan tak pernah puas satu kali.
Ifa sudah tak sanggup lagi jika terus melayani Akmal lagi.
Ifa butuh istirahat dan butuh tenaga. Tubuhnya sudah lemah bagaimana bisa Akmal memintanya lagi.
"Ifa lelah sangat lelah mas. Setiap hari mas selalu minta. Ifa sudah tak sanggup lagi."
"Mas hanya minta di layani, tidak minta hal lebih."
"Tapi, apa yang mas lakukan melewati batas. Jika begini terus Ifa memilih menyerah. Mas cari saja wanita lain yang bisa memuaskan nafsu mas. Ifa sudah tak sanggup."
Lilih Ifa rasanya tak sanggup jika harus terus berdebat dengan permasalahan yang sama.
"Tapi, mas maunya kamu. Tidak yang lain. Kamu istri saya maka kamu yang harus melayani, Saya."
"Lepaskan, Ifa,
"Tidak."
Bantah Akmal semakin mendekat membuat Ifa mundur. Ifa mencoba segenap kekuatannya tatkala Akmal menarik tangannya.
"Stop, mas. Ifa sudah tak sanggup lagi bersama. Tolong lepaskan, Ifa?"
Teriak Ifa memberontak karena Akmal mulai kasar. Akmal selalu seperti itu jika kemauannya tidak di turuti.
"Sampai kapanpun mas, tak akan melepaskan kamu."
"Jangan, mas, stop!!"
Prang!!!!
Kaca jendela pecah berserakan di lantai membuat Akmal menghentikan perlakuannya. Akmal menatap ke arah jendela begitupun dengan Ifa.
Deg!
Ifa tersentak melihat siapa yang masuk. Ifa langsung menunduk tak sanggup melihat siapa yang berdiri disana.
"Ab-abi."
Gagap Akmal tak tahu harus berkata apa melihat ada Abi Farel. Bagaimana bisa Abi Farel datang di waktu yang tidak tepat.
Akmal merasa pusing karena lagi, hasratnya harus tertahan.
Hati Abi Farel mencelos melihat keadaan putrinya. Tatapannya begitu dingin menatap Akmal.
Abi Farel melangkah tanpa mengucapkan satu katapun.
"Abi ka---"
Bibir Akmal ter-katup melihat tatapan dingin Abi Farel. Lalu, duduk di samping Ifa.
"Kita ke kamar, ya?"
Ifa mengangguk lemah tanpa mengucapkan apapun. Begitupun Abi Farel. Hatinya tersayat ribuan silet melihat keadaan putrinya.
Rasanya ingin marah dan menghancurkan semuanya termasuk membanting Akmal. Tapi, Abi Farel menahannya demi putrinya.
Abi Farel belum tahu apa yang terjadi dan ia tak mau gegabah.
Abi Farel merengkuh putrinya membawanya ke kamar.
Hati ayah mana yang tak sakit melihat keadaan putrinya.
Wajah cantiknya nampak pucat. Tubuh indahnya terlihat kering membuat hati Abi Farel benar-benar sakit.
Dadanya bergemuruh hebat namun sebisa mungkin menahannya.
"Abi ..,"
Lilih Ifa membuat Abi Farel semakin merapatkan bibirnya. Abi Farel tak sanggup melihat putrinya seperti itu.
"Tunggu Abi telepon ummah, ya?"
Ifa mengangguk lemah membiarkan Abi Farel menelepon ummah Sinta. Abi Farel tak mengatakan apapun hanya menyuruh ummah Sinta datang saja.
Harusnya Abi Farel memaki dan menghajar Akmal. Tapi, Abi Farel malah diam dan memilih menenangkan Ifa.
Justru sikap Abi Farel seperti itu membuat Akmal yang berada di ruang tamu semakin ke takutan. Marahnya orang diam lebih menakutkan dari pada marahnya orang yang mengamuk.
Suasana tegang nampak mencengkram apalagi Akmal tak bisa apa-apa.
...
Ummah Sinta nampak terkejut akan perintah Abi Farel yang meminta ummah Sinta ke rumah Ifa.
Perasaan Ummah Sinta nampak tak enak. Apalagi akhir-akhir ini perasaannya memang tak tenang.
Ummah Sinta langsung bergegas pergi tanpa mengganti pakaian terlebih dahulu.
"Ummah mau kemana? Kenapa nyetir sendiri?'
Monolog Harfa melihat ummah Sinta keluar sendiri.
"Apa terjadi sesuatu?"
Gumam Harfa lagi, memilih mengikuti ummah Sinta.
Tak biasanya ummah Sinta menyetir sendiri. Pasti ada sesuatu yang terjadi. Harfa terus mengikuti kemana mobil ummah Sinta pergi.
"Bukankah, ini jalan kerumah kakak."
Harfa semakin penasaran, kenapa ummah Sinta pergi ke rumah kakaknya.
"Apa kakak sakit, lagi?"
Harfa terus bertanya-tanya dalam pikirannya. Membuat hatinya ikutan tak tenang. Pasalnya terakhir kali bertemu sang kakak, Ifa sedang sakit.
Harfa memelankan laju mobilnya tatkala melihat ada mobil Abi Farel juga. Hati Harfa semakin di buat bertanya-tanya.
"Abi, ummah. Pasti terjadi sesuatu yang serius."
Harfa turun dari mobil mengikuti ummah Sinta yang sudah masuk terlebih dahulu.
Ummah Sinta tak tahu jika dirinya di ikuti oleh Harfa.
Berjalan masuk dengan perasaan tak menentu.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,"
"Waalaikumsalam, ummah."
Ummah Sinta terdiam sejenak melihat ada Akmal seorang diri. Dan, dimana suami dan putrinya.
Akmal mencium punggung tangan ummah Sinta.
"Kok, sendiri. Dimana Abi dan kak Ifa?"
"Di kamar, ummah."
"Ummah."
Panggil Akmal membuat langkah ummah Sinta terhenti.
"Tolong, saya tak mau berpisah dengan dek Ifa."
Mohon Akmal membuat ummah Sinta tertegun. Ummah Sinta tak mengatakan apapun karena memang belum tahu apa yang terjadi. Ummah Sinta saja bingung kenapa Akmal bicara seperti itu.
Tanpa menjawab apapun, ummah Sinta pergi ke kamar Ifa.
" Di kamar tamu, ummah."
Langkah ummah Sinta kembali terhenti dengan perasaan semakin tak enak. Suami dan putrinya ada di kamar tamu. Ummah Sinta sudah bisa menebak. Pasti ada sesuatu yang terjadi sampai anaknya ada di sana. Dan permintaan Akmal tadi menguatkan.
Ummah Sinta langsung mempercepat langkahnya menuju kamar tamu.
Tok ...
"Assalamualaikum Abi, kakak."
Cklek!
Nampak Abi Farel membuka pintu membuat ummah Sinta langsung mencium punggung tangan Abi Farel.
"Ada apa? Kakak mana?"
Abi Farel tak menjawab, tapi mempersilahkan ummah Sinta masuk.
Deg!
Hati ummah Sinta mencelos dengan bibir ter-katup rapat. Ekspresi sama seperti ekspresi Abi Farel tadi.
Mata ummah Sinta memerah, bibirnya mulai bergetar. Berjalan lemah ke arah putrinya.
Ifa terus menunduk tak berani mengangkat pandangannya. Ifa merasa malu karena harus seperti ini.
"Kak."
Panggil ummah Sinta pelan, hatinya bergejolak hebat. Langsung menarik Ifa kedalam pelukannya.
Tangis Ifa pecah dalam pelukan ummah Sinta. Sakit rasanya melihat keadaan putrinya seperti ini. Tubuhnya begitu kering, tak ada binar kebahagiaan di sana. Tatapan itu begitu kosong saat pertama melihatnya.
"Kakak sakit?"
Tanya Ummah Sinta rendah, Ifa tak menjawab. Malah semakin terisak memeluk ummah Sinta erat.
Abi Farel menggelengkan kepala, mengisyaratkan agar ummah Sinta jangan dulu bertanya.
Abi Farel pun belum tahu apa yang terjadi akan rumah tangga putrinya. Abi Farel hanya mendengar teriakan Ifa yang minta pisah membuat Abi Farel terkejut. Langsung menerobos masuk, tapi pintu terkunci membuat Abi Farel terpaksa memecahkan kaca.
Abi Farel belum tahu apa yang terjadi. Tapi, melihat keadaan putrinya dan apa yang akan di lakukan Akmal tadi membuat darah Abi Farel mendidih. Tapi, Abi Farel berusaha mengendalikan amarahnya.
Sebelum semua nya jelas, Abi Farel tak mau gegabah mengambil tindakan. Apalagi Ifa tak mau buka mulut sama sekali. Hanya terus menangis di pelukan ummah Sinta.
Jika sakit, sakit apa? Sampai keadaan Ifa begitu mengenaskan. Dan kenapa menyembunyikan semuanya. Hingga Abi Farel harus tahu dengan cara seperti ini.
"Ummah, tenangkan kakak. Abi mau ke luar dulu."
Ummah Sinta mengangguk, menenangkan putrinya. Hati ibu mana yang tak sakit melihat keadaan putrinya seperti ini. Sakit apa? Sampai tubuh Ifa kurus kering seperti ini. Seolah bukan Ifa putrinya tapi orang lain.
Belum ada yang tahu, mereka masih menyangka jika keadaan Ifa seperti itu karena sakit. Mengingat terakhir bertemu Ifa memang sedang sakit.
Bersambung ....
Geregetttt kali🥴🥴🥴
Jangan lupa tinggalkan jejak ya ☺️☺️
Datang untuk nya...