"Simpanan Suamiku selama ini ... MAM4?!!! nggak mungkin, nggak mungkin mam4 tega melakukan ini padaku. Aarrgghhh!!!"
Ungkapan kekecewaan Kimberly terdengar melalui jeritan kerasnya setelah menemukan kebenaran yang tersembunyi di ponsel suaminya. Mam4 yang selama ini dihormatinya dan sangat disayanginya, ternyata adalah simpanan dari suaminya sendiri.
Bagaimana jadinya jika orang yang kau anggap sebagai mam4 tiri yang begitu kau cintai melebihi siapapun, dan kau perlakukan dengan penuh kasih sayang seperti mam4 kandungmu sendiri, tiba-tiba menjadi sumber konflik dalam pernikahanmu?
Di depannya ia terlihat begitu baik, namun di belakangnya ia bermain peran dengan licik. Penasaran dengan kisahnya? Segera simak perjalanan emosional Kimberly hingga akhir cerita!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 30. Bukan Lagi An4k Tiri tapi Majikan
Setelah Kimberly pergi, Dania segera bangkit dari duduknya dan melangkah menuju tangga untuk menuju kamarnya guna merapikan pakaiannya.
Setibanya di dalam kamarnya, Dania melihat kamar itu begitu berantakan. Seperti kondisi kamarnya dahulu sebelum dia pergi dari rumah ini.
Dania menghela napas panjang dan mulai membereskan kamarnya. Dia mengelap, menyapu dan melipat selimut miliknya di atas ranjang.
Dia melihat selimut dan seprai yang berwarna putih itu ada noda merah dan beberapa sobekan di sisinya. Seketika Dania terdiam menatap kearah noda merah itu. Dia duduk di tepi ranjang, mengulurkan tangannya dan mengusap noda merah itu yang sekarang sudah mulai mengering.
Dania tersenyum dan mulai meneteskan air matanya. Dia sedih dan sangat merindukan William. Ini adalah jejak-jejak permainan mereka. Setelah Dania pergi waktu itu Kimberly ada datang ke kamar Dania dan mengecek kondisi kasurnya.
Dia melihat noda merah itu dan memutuskan untuk tidak menyentuhnya atau membereskan kamarnya. Dia tetap membiarkan kamar itu berantakan layaknya kapal pecah. Tidak peduli atau berniat membereskannya.
Kini Dania kembali ke rumah itu. Dia kembali ke kamarnya dan mulai membereskannya. Dia mengganti seprai kasurnya dengan yang baru, menyemprotkan pengharum ruangan agar kamar yang semula pengap itu bisa sedikit harum dan segar.
Dania menuju nakas, meraih bingkai foto William yang ia pajang di atasnya. Dia tersenyum melihat William tersenyum di foto itu. Wajahnya memerah, dengan penuh kerinduan Dania men-ci-um bibir William di foto itu. Seolah mereka tengah bercivman.
Dania memeluk foto itu erat. Dia menangis, kembali duduk di pinggir ranjang. Pandangannya ia arahkan pada jendela. Saat itu cuaca begitu bagus. Cerah dan udara sangat hangat.
Namun, Dania sedih. Dia memang kembali ke rumah ini, tapi bukan sebagai nyonya atau ibu bagi Kimberly, dia kembali ke rumah ini sebagai art.
Sungguh kasihan, tapi ini balasan untuknya. Jika dia tidak melakukan apa yang dulu di lakukannya, mungkin saat-saat sekarang ini takkan pernah ia dapatkan. Dia takkan pernah menjadi art, kupu-kupu malam atau bahkan hidup miskin seperti sebelumnya.
Dania merenung. Tiba-tiba saja dia merindukan Yoga. Ayah Kimberly dan suaminya. Dulu Yoga sangat baik, dia memang suka sibuk dengan pekerjaannya sebagai pilot. Tapi Yoga tidak pernah sekalipun lupa pada keluarganya terutama Dania sebagai istrinya.
Yoga sering kali mengirimkan pesan, video call, telepon dan beberapa barang yang mungkin sampai sekarang ini masih Dania simpan.
Jam tangan mewah, tas branded, baju-baju mahal dan tiket liburan, Yoga dulu selalu memberikan barang itu pada Dania. Ini atas kehendak Yoga pribadi, bukan karena Dania memintanya.
Yoga sangat memanjakan Dania. Meratukan Dania di atas semuanya, bahkan Kimberly sebagai anaknya pun kalah.
Kimberly sering meminta Yoga pulang ke rumah dan menemani kesehariannya, tapi Yoga menolak dengan alasan sibuk bekerja. Sementara giliran Dania yang memintanya pulang, tanpa ragu Yoga segera pulang dan membawakan Dania banyak hadiah.
Sungguh tidak adil bukan? tapi ini yang terjadi. Yoga sangat mencintai Dania. Tapi Dania justru menyelingkvhi nya dengan menantunya sendiri, William.
Dania segera keluar dari kamar dan menuju ke dapur untuk melakukan tugasnya. Dia akan bersih-bersih, memasak dan mencuci piring.
Semua tugas ini akan dilakukannya sekarang, meskipun dulu juga sering di lakukannya. Tidak ada bedanya sebenarnya.
Dulu semua pekerjaan rumah juga sering di lakukan Dania. Mengingat mereka tidak memperkerjakan art di rumah mereka.
Sesampainya di dapur Dania segera membuka kulkas dan mengambil bahan-bahan yang ada. Dia mau memasak sesuatu hari ini sebagai makan siang. Memasak salmon teriyaki bumbu pedas Korea mungkin ide yang bagus. Kimberly sangat menyukainya. Pasti Kimberly akan menyukai masakannya ini dan tidak henti menambah.
Dania mulai mengambil salmon dari dalam kulkas itu dan mulai memasaknya. Dia mengupas semua bumbu dan menghaluskan itu.
Beberapa saat Dania habiskan untuk memasak. Hingga setelah masakannya siap Dania segera membawa masakannya itu ke meja makan. Dia menatanya dengan rapi, kemudian menutupnya dengan tudung saji.
Dania hendak kembali ke dapur, sebelum akhirnya terlihat Kimberly pulang dan berjalan kearahnya. Dia terkejut melihat Dania sudah siap dengan masakannya.
Kimberly duduk di meja makan itu, Tasya datang dan duduk di sebelah Kimberly. Dania tidak ikut makan dengan mereka, dia hanya melihat mereka makan sambil sesekali menelan ludah.
Dia lapar, tapi posisinya sebagai art di rumah itu membuatnya tidak bisa bebas melakukan apapun. Dia menunggu hingga Kimberly menyuruhnya makan, barulah dia bisa makan.
Tasya memalingkan wajahnya kearah Dania, merasa bingung melihat ibunya hanya berdiri diam, tanpa ikut makan bersama dengan mereka.
"Ma, mama kok nggak ikut makan sama kita? mama nggak laper?" tanya Tasya.
Dengan cepat Dania tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Mama nggak laper, Sayang. Kamu makan aja dulu ya. Habisin." balas Dania hangat.
Dia sangat lapar. Melihat mereka makan membuatnya ngiler. Ingin ikut makan juga. Tapi posisinya sekarang membuatnya hanya bisa melihat, tanpa bisa melakukannya.
Kimberly memalingkan wajahnya kearah Dania. Dia tahu Dania lapar, tapi dari wajahnya Dania juga terlihat takut. Kimberly senang melihat Dania menuruti perintahnya dan patuh. Dia ingin menyuruh Dania pergi ke dapur, tapi sekarang ada Tasya.
Pasti Tasya akan bertanya yang macam-macam bila Kimberly menyuruh Dania pergi ke belakang, tanpa ikut makan bersama dengan mereka.
"Makan aja disini kalo laper. Tuh masih ada. Habisin aja. Aku udah kenyang." ucap Kimberly.
Dania segera tersenyum senang dan beranjak duduk di sebelah Tasya. Dia mengambil nasi dan lauk yang ada dengan semangat.
Seolah kelaparan, Dania memakan makanannya dengan tergesa, mulutnya belepotan dan dia tersedak.
"Uhuk .. uhukk," Dania segera meraih gelas air di hadapannya, meminum air itu hingga tandas.
Kimberly dan Tasya menatap heran kearah Dania. Mereka bingung dan tidak mengerti kenapa Dania seantusias ini memakan makanannya. Apa karena dia sangat lapar? entahlah. Kimberly tidak peduli.
Setelah makan siangnya usai, Kimberly bangkit berdiri dari duduknya dan melangkah pergi ke kamarnya di lantai atas. Meninggalkan Dania dan Tasya tanpa mengucapkan sepatah katapun pada mereka.
Tasya selesai dengan makan siangnya, dia menoleh kearah mamanya yang masih asik dengan makannya. Belum habis.
"Ma, kok kak Kimberly kayak aneh gitu tadi. Kayak gimana gitu sama mama. Kak Kimberly kenapa, Ma?" tanya Tasya penasaran.
Dania terkejut mendengar pertanyaan Tasya. Dia memalingkan wajahnya kearah Tasya dan tersenyum kearahnya. Tersenyum hangat dan manis. Ingin menunjukkan pada Tasya jika hubungan di antara mereka baik-baik saja. Tidak ada masalah.
"Nggak tau mama. Mungkin lagi sibuk sama kerjaannya. Dari dulu kakak kamu suka gitu kan. Yaudah kamu main gih, mama mau beresin ini dulu." balas Dania.
Tasya segera bangkit dari duduknya dan melangkah pergi dari sana. Setelah Tasya pergi, Dania segera membereskan bekas-bekas makan mereka dan mencucinya.
Dia melanjutkan kegiatannya, mulai dari menyapu, ngepel dan mencuci baju di mesin cuci.
Beberapa saat kemudian, Dania selesai dengan pekerjaannya dan duduk di ruang tamu. Dia merasa lelah, tapi juga lega karena sudah menyelesaikan tugasnya dengan baik. Dia menatap sekeliling rumah yang begitu sepi. Hanya suara mesin cuci yang terdengar di belakangnya.
Dania menghela napas panjang dan memejamkan mata sejenak. Dia merasa lega setelah semua pekerjaan selesai dia lakukan. Meskipun sepi, namun rumah ini terlihat begitu bersih dan rapi. Dia tersenyum senang, beristirahat sejenak.
Tiba-tiba, suara dering telepon rumah membuyarkan lamunannya. Dania segera bangkit dan berjalan menuju telepon yang terletak di samping meja di ruang tamu.
"Halo, maaf ini siapa ya," tanyanya setelah mengangkat gagang telepon.
"Halo, ini Dania ya. Ini Anjar. Apa kabar?" suara ceria Anjar terdengar di seberang telepon.
Dania tersenyum. "Hai, Jar. Gue baik-baik aja. Ada yang bisa gue bantu?"
Anjar tertawa kecil. "Gue cuma pengen ngajak Lo keluar malam ini. Gimana? Gue bosen, Dan. Suami gue keluar kota, anak gue PKL. Gue sendirian. Malam ini kita nongki yuk, kita ngopi-ngopi kayak biasa. Lo bisa kan?"
Dania terdiam sejenak. Ajakan Anjar ini bagus juga. Dia rindu temannya ini. Pun juga dia ingin refreshing sebentar. Ngopi-ngopi, liburan atau pergi kemanapun. Tapi posisinya dia di rumah ini sekarang adalah sebagai art. Dia tidak bisa bebas pergi kemanapun seperti yang dulu dia lakukan.
Dia perlu ijin Kimberly dahulu. Sekarang Kimberly bukan lagi an4k tirinya tapi majikannya. Dania tidak bisa bebas mengambil keputusan tanpa bicara dengannya dulu.
Akhirnya Dania memutuskan untuk tidak menerima ajakan Anjar. Dia lebih baik melakukan pekerjaannya di rumah ini, daripada pergi keluar nggak jelas yang akhirnya membuat Kimberly marah padanya.
Dia ingin memperbaiki kesalahannya. Tidak ingin membuat semuanya menjadi kacau dan sama seperti dulu.
Dania menolak ajakan Anjar dengan lembut. "Maaf Jar, gue nggak bisa malam ini. Gue harus tetap di rumah buat nyelesain pekerjaan rumah gue. Mungkin lain kali ya."
Anjar mengerti dan mengucapkan terima kasih sebelum akhirnya menutup pembicaraan. Dania kembali duduk di ruang tamu, merenungkan keputusannya tadi. Dia merasa sedikit menyesal karena tidak bisa pergi bersama Anjar, tapi dia tahu bahwa tanggung jawabnya di rumah lebih penting.
Beberapa saat kemudian, Kimberly turun dari kamarnya dan duduk di sofa di depan Dania. Dia menatap Dania dengan tatapan tajam, membuat Dania merasa cemas.
"Tadi aku mendengar semuanya. Kamu diajak keluar sama temenmu ya?" tanya Kimberly tiba-tiba.
Dania terkejut dengan pertanyaan Kimberly. Dia berusaha menjelaskan dengan hati-hati. "I-iya. Tapi aku sudah menolaknya. Aku harus tetap di rumah kan?
Pekerjaanku masih banyak, jadi aku menolaknya. Lagipula ajakan dia itu tidak penting. Dia hanya mengajakku nongkrong biasa dan ngopi-ngopi."
Kimberly mengangguk pelan, merasa senang melihat Dania patuh kepadanya. "Baguslah jika kamu mengerti. Aku tidak mengijinkanmu untuk keluar dari rumah ini kalo bukan aku yang menyuruhmu pergi, paham?!" tegas Kimberly.
Dania mengangguk pelan, merasa sedih karena Kimberly melarangnya keluar dan semua kebebasan yang dahulu dimilikinya kini sudah di renggutnya darinya. Dia tahu bahwa posisinya sekarang adalah sebagai art di rumah ini, dan dia harus patuh pada perintah majikannya, yaitu Kimberly.
Dengan penuh ketakutan dan terkejut karena ini adalah pertama kalinya Kimberly berbicara keras padanya, Dania segera menganggukkan kepalanya dan membalas cepat.
"Ba-baik. Mama, ehm maksudnya saya nggak akan melakukannya tanpa seijinmu. Maafkan aku,"
Setelah cukup berbicara pada Dania, Kimberly bangkit dari duduknya dan pergi dari sana, kembali ke kamarnya.
Bersambung ...