Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Mungkin peribahasa ini sangat cocok untuk menggambarkan kehidupan gadis ini.
Meyva Maharani Nareswari, gadis muda, cantik nan mandiri, kini tengah di hantam dengan kepahitan yang luar biasa dalam hidupnya. Kecewa yang berlipat karena melihat sang kekasih hati yang berselingkuh dengan saudari tirinya sendiri. Di tambah lagi dengan fitnah keji yang di lempar sang mantan dengan tujuan untuk membuat playing victim agar pria itu tak di salahkan dan berbalik semua kesalahan justru jatuh pada Meyva.
Di selingkuhi, di fitnah, di tikung dari belakang, di usir dan satu lagi ... harus menikah dengan seseorang yang baru dia kenal secara mendadak.
Apakah Meyva bisa melewati semuanya?
Apakah kehidupan Meyva bisa jauh lebih bahagia setelah menikah atau justru sebaliknya?
Penasaran dengan kisah kehidupan Meyva?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ennita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
❤️ Happy Reading ❤️
Meyva menghela nafasnya terlebih dahulu sebelum turun dari mobil miliknya. Dia harus benar-benar menguatkan hati dan juga mentalnya untuk menghadapi semua orang yang ada di dalam rumah. Dia belum tau apa akan di bela atau justru malah akan di pojokan.
Dengan perlahan Meyva keluar dari mobilnya dan berjalan menuju ke dalam rumah.
"Eh non Meyva." sapa Bi Ijah, salah satu art di sana. Art yang sudah sangat lama bekerja di sana, bahkan sejak bunda Meyva masih ada.
"Ayah sudah pulang Bi?" tanya Meyva pada wanita paruh baya itu.
"Belum non, mungkin sebentar lagi." jawabnya.
"Hem, kalau gitu aku ke kamar dulu ya Bi ... mau istirahat." kata Meyva.
"Iya non, selamat istirahat." ucapnya.
Meyva langsung bergegas berjalan menuju ke kamarnya. Kamar yang dia tempati dari kecil ... tempatnya beristirahat dan meluapkan segalanya, tempat yang menjadi salah satu saksi bisu perjalan hidupnya. Tempat satu-satunya di rumah itu yang merupakan tempat ternyaman sekaligus tempat dirinya bebas mengekspresikan segalanya.
Meyva memilih untuk mandi terlebih dahulu guna menyegarkan tubuhnya yang sudah terasa lelah juga lengket.
Setelah itu Meyva merebahkan tubuhnya di atas kasur yang hanya berukuran sedang. Dia butuh untuk mengistirahatkan tubuhnya. Karena lelah hati dan lelah pikiran justru terasa lebih melelahkan di bandingkan dengan yang hanya lelah fisik.
Karena kalau lelah fisik di pakai untuk istirahat maka akan bisa hilang, sedangkan lelah pikiran di pakai untuk istirahat selama apapun itu akan tetap sama. Satu-satunya kunci hanya dalam diri kita sendiri, mencoba untuk bisa berdamai dengan segala keadaan yang ada, namun itu semua tak semudah mengucapkan, tak semudah teori karena prakteknya jauh terasa lebih sulit.
❤️
Tok
Tok
Tok
Meyva yang masih tertidur pun mencoba untuk bangun ketika mendengar pintu kamarnya di ketuk dari luar.
Cklek
"Non, di minta keluar untuk makan malam." kata Bi Ijah yang langsung memberi tahu ketika pintu kamar terbuka.
"Iya Bi, aku cuci muka sebentar." sahut Meyva.
Setelah itu Bi Ijah kembali ke dapur sedangkan Meyva masuk ke dalam kamarnya lagi.
Dia akan mencuci wajahnya sebentar agar terlihat lebih segar.
"Hem, ternyata lumayan lama juga aku tadi tidurnya." gumam Meyva.
Begitu telah siap, Meyva pun langsung keluar menuju ruang makan untuk makan malam bersama anggota keluarganya.
Sesampainya di ruang makan, sudah ada ayah, ibu serta saudara tiri Meyva.
Melihat saudara tirinya itu membuat nafas Meyva seketika memburu sehingga dirinya butuh menghela nafas dalam-dalam berkali-kali guna mengurangi emosinya yang hampir saja meledak.
Kembali berjalan dengan anggun seolah-olah semuanya baik-baik saja dan tanpa beban.
"Selamat malam semua." ucap Meyva ketika sudah berada di dekat meja makan.
"Meyva, kamu sudah pulang dari tadi?" tanya sang ayah saat melihat putrinya.
"Iya yah, sudah dari sore." jawab Meyva sambil mengambil menarik kursi miliknya.
"Lebih baik sekarang kita langsung saja makan, ibu sudah lapar." potong sang ibu menghentikan pembicaraan anak dan ayah itu.
Mereka berempat makan dalam diam, tanpa ada satu patah kata lagi yang terucap hingga selesai menikmati segala hidangan yang tersaji.
"Kita ngobrol dulu di ruang keluarga." kata sang kepala keluarga sebelum beranjak dari duduknya.
Meyva dan yang lainnya pun menurut dan langsung berjalan menyusul ke tempat dimana ayah Surya berada.
Surya Nareswari dan Dea Pramita adalah ayah dan ibu kandung dari Meyva. Kehidupan mereka dahulu sangat bahagia hingga sang bunda tiba-tiba sakit dan harus menghembuskan nafas terakhir saat Meyva masih duduk di kelas 2 Sekolah Menengah Pertama. Dua tahun hidup bersama sang ayah membuat keduanya lebih dekat dari sebelumnya, namun hal itu tak berlangsung lama karena tiga tahun kemudian sang ayah memutuskan untuk kembali membina rumah tangga dengan ibu Rumi, seorang janda beranak satu yang merupakan teman sekolah pak Surya di masa SMA dahulu. Anak Bu Rumi bernama Rena, yang kebetulan umurnya sama dengan Meyva.
Semenjak kedatangan mereka berdua kehidupan Meyva berubah, Ibu dan dan saudara tirinya hanya bersikap baik pada Meyva saat ada sang ayah, jika tidak mereka akan bertindak kasar dan tak segan-segan melakukan kekerasan pada Meyva.
Bukan tak pernah mengadu pada sang ayah, namun ayahnya tak percaya dengan apa yang Meyva katakan. Sang ayah hanya menanggapi hal itu sebagai sikap Meyva yang mungkin belum menerima kehadiran ibu serta saudara tirinya saja. Apalagi jika dilihat betapa manisnya kedua orang itu jika di hadapan ayah Surya.
❤️
"Bagaimana hubunganmu dengan Dimas Mey?" tanya ayah Surya ketika semuanya sudah duduk.
"Hem ayah, ada yang mau Meyva katakan." kata Meyva yang justru tak menjawab pertanyaan ayah Surya sehingga membuat sang ayah spontan mengerutkan dahinya dan tak mengalihkan tatapan kearah Meyva, rasa penasaran pun muncul tentang apa yang akan di katakan putrinya itu.
Ibu Rumi dan Rena pun sejenak saling pandang dan sedetik kemudian ikut menatap ke arah Rena.
Ada sedikit perasaan khawatir yang menghinggap di hati Rena. Jujur dia takut akan mendapatkan amukan dari sang ayah bila sudah mendengar tentang apa yang akan di katakan Meyva nantinya.
"Meyva ingin membatalkan pernikahan Meyva dan Dimas yah." kata Meyva yang sontak saja membuat ayah Surya tersentak, apa-apaan putrinya itu.
"Maksud kamu apa Meyva? Jangan bercanda." kata ayah Surya mantap Meyva dengan tajam.
"Meyva bersungguh-sungguh dengan ucapan Meyva ayah." jawab Meyva dengan yakin.
"Gila kamu!" bentak ayah Surya. "Semua persiapan sudah hampir enam puluh persen dan pernikahan kalian tinggal dua bulan lagi, dengan seenaknya kamu putusin hal ini." bentaknya lagi. "Mau di taruh dimana muka ayah ini Meyva." ujarnya lagi dengan penuh kekecewaan bercampur rasa marah.
"Meyva ... nak, kalau ada masalah di bicarakan baik-baik, jangan gegabah dalam mengambil keputusan." kata ibu Rumi yang ikut berbicara, namun dengan nada lembut bak malaikat.
"Jangan bertindak kekanakan Meyva." kata ayah lagi dengan begitu sarkas.
"Keputusan Meyva sudah bulat ayah." sahut Meyva.
"Ada masalah apa sebenarnya, ayo cerita sama kami." kata ibu Rumi yang berperan sebagai seorang ibu yang terlihat sangat menyayangi anak-anaknya.
"Dimas berselingkuh dan aku yang melihatnya dengan mata kepalaku sendiri." ujar Meyva dengan mata yang menatap ke arah Rena yang hanya diam sedari tadi.
"Berselingkuh? dengan siapa nak?" tanya ibu Rumi.
Meyva tersenyum mengejek saat Bu Rumi berkata demikian, karena Meyva yakin sebenarnya ibu tirinya itu sudah tau semuanya.
"Dengan putri ibu ... Rena." jawab Meyva dengan menunjuk ke arah dimana Rena berada.
"Jangan sembarangan kalau bicara Meyva!" bentak ayah Surya.
"Aku bicara fakta yang sebenarnya." sahut Meyva yang tak kalah berani. "Mataku ini melihat apa yang mereka berdua lakukan di apartemen milik Dimas, bahkan telingaku ini juga mendengar setiap d*****n yang keluar dari mulut mereka berdua." sambung Meyva.
"Itu sama sekali tidak benar." teriak seseorang.