Di tengah dunia magis Forgotten Realm, seorang pemuda bernama Arlen Whiteclaw menemukan takdir yang tersembunyi dalam dirinya. Ia adalah Pemegang Cahaya, pewaris kekuatan kuno yang mampu melawan kegelapan. Bersama sahabatnya, Eira dan Thorne, Arlen harus menghadapi Lord Malakar, penyihir hitam yang ingin menaklukkan dunia dengan kekuatan kegelapan. Dalam perjalanan yang penuh dengan pertempuran, pengkhianatan, dan pengorbanan, Arlen harus memutuskan apakah ia siap untuk mengorbankan segalanya demi kedamaian atau tenggelam dalam kegelapan yang mengancam seluruh Forgotten Realm.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon orionesia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jerat Kegelapan
Mereka berdiri berdekatan, napas ketiganya tak beraturan. Lingkaran sosok bayangan yang menatap mereka dengan tatapan berapi-api membuat udara seakan membeku. Mereka tahu satu hal pasti: jalan mundur sudah tertutup.
Arlen menatap Finn dan Eira, melihat keletihan di wajah mereka. “Ini mungkin pertarungan terakhir kita. Tapi kita tidak boleh menyerah begitu saja.”
Finn tersenyum kecut. “Kau selalu berkata begitu, Arlen. Tapi jujur saja, aku juga tidak ingin menyerah.”
Eira mengangguk setuju. “Apapun yang terjadi, kita akan hadapi bersama. Tidak ada pilihan lain.”
Dari kerumunan bayangan itu, satu sosok maju, lebih besar dan tampak lebih kuat dibanding yang lain. “Keberanian kalian sia-sia. Relik itu tidak akan bisa menyelamatkan kalian. Kalian hanya manusia lemah yang tersesat dalam kegelapan.”
Arlen mengeraskan suara, meskipun ada keraguan di dalam hatinya. “Aku tidak peduli siapa kau. Kami di sini bukan untuk menyerah pada kegelapan.”
Finn menyeringai, mengangkat belatinya. “Siapa tahu, mungkin kita justru akan membuat kegelapan takut pada kita.”
Sosok itu tertawa keras, suaranya menggetarkan hutan. “Kalian benar-benar tidak tahu apa yang kalian hadapi. Kalian hanyalah pion-pion kecil dalam permainan besar yang sudah lama direncanakan.”
Arlen menatap Relik Gelap di tangannya. Sekali lagi, ia merasakan getaran energi yang begitu besar, tetapi kali ini terasa lebih hangat, seolah-olah Relik merespons tekadnya. Ia menarik napas panjang, bertekad untuk mengendalikan kekuatan itu apa pun risikonya.
“Kita serang bersama-sama,” ujar Arlen, menatap Finn dan Eira. “Kita fokus pada sosok utama itu. Jika dia jatuh, mungkin yang lain akan goyah.”
Mereka berdua mengangguk, tanpa ragu mengikuti instruksi Arlen. Dalam hati, ketiganya tahu ini berisiko, tapi mereka tidak memiliki pilihan lain. Satu demi satu, mereka melangkah maju, mendekati sosok besar itu yang menatap mereka dengan sorot mata penuh kesombongan.
Sosok bayangan itu mengangkat tangannya, seolah-olah memerintah anak buahnya untuk mundur. “Aku akan mengurus kalian sendiri. Lihat seberapa kuat manusia fana menghadapi kegelapan abadi.”
Tanpa memberi mereka kesempatan berpikir, sosok itu melesat ke arah Arlen dengan kecepatan luar biasa. Arlen menahan napas, nyaris tak sempat mengangkat Relik-nya untuk bertahan.
Namun, tepat saat serangan itu hampir mengenainya, Finn mendorong Arlen ke samping, melompat maju dengan belatinya, mencoba melindungi sahabatnya.
“Awas, Arlen!” Finn berteriak sambil mengayunkan belatinya dengan sekuat tenaga.
Serangan Finn berhasil menahan sosok bayangan itu untuk beberapa detik, tetapi kekuatannya jauh lebih besar dari yang ia perkirakan. Sosok itu hanya tersenyum dingin, membalikkan tangan Finn dengan satu gerakan kasar, membuat belatinya terlepas dari tangan.
Finn terjatuh, mengerang kesakitan. “Finn!” Eira berlari ke arahnya, mencoba menariknya mundur.
Namun, sosok itu tidak memberi mereka kesempatan untuk berkumpul kembali. Dengan satu lompatan cepat, ia sudah berada di depan Arlen lagi, matanya menyala penuh amarah.
“Kau pikir bisa mengalahkanku dengan keberanian bodoh itu?” Suaranya dingin, penuh penghinaan.
Arlen terdesak, tetapi ia tidak mundur. Ia merasakan tekad yang lebih besar dari sebelumnya. Di dalam hatinya, ia tahu bahwa ini adalah ujian sejati bagi mereka. Dengan tangan yang gemetar, ia mengarahkan Relik Gelapnya ke arah sosok itu, membiarkan kekuatan Relik mulai berkumpul di ujung jarinya.
“Eira, bawa Finn ke tempat aman,” Arlen berteriak tanpa menoleh.
Eira ragu sejenak, tetapi kemudian ia menarik Finn yang masih merintih ke pinggir, memberinya ruang untuk Arlen bertarung. “Hati-hati, Arlen. Kami tidak bisa kehilanganmu,” bisik Eira pelan, suaranya penuh kekhawatiran.
Arlen hanya mengangguk singkat, matanya tetap fokus pada sosok bayangan di depannya. “Jika kau ingin melawan, datanglah padaku,” tantangnya dengan suara tegas.
Sosok itu menyeringai, tampak senang melihat keberanian Arlen. “Bagus. Setidaknya kau tidak lari seperti yang lain.”
Dalam satu serangan, sosok itu meluncur ke arah Arlen, tetapi kali ini Arlen siap. Dengan tekad bulat, ia membiarkan energi Relik mengalir melalui tubuhnya, menciptakan benteng pelindung yang bersinar di sekitarnya.
Sosok itu terhenti, terkejut oleh cahaya dari Relik yang menghalangi jalannya. Mata merahnya menyipit, tampak tak percaya. “Kau... kau menguasai Relik Gelap?”
Arlen menatapnya dengan tajam. “Aku mungkin belum menguasainya sepenuhnya, tetapi cukup untuk melawanmu.”
Sosok itu mengeluarkan suara geraman, penuh kemarahan. “Kau akan membayar keberanianmu itu dengan nyawamu!”
Namun, sebelum ia sempat menyerang kembali, sebuah suara berat terdengar dari dalam hutan, menghentikan semuanya. Suara itu bergema, seolah-olah berasal dari kedalaman tanah yang paling gelap.
“Cukup!”
Sosok bayangan yang mereka hadapi segera mundur, wajahnya terlihat ketakutan. Ia menunduk hormat ke arah hutan, seolah-olah sedang menyambut seseorang yang sangat berkuasa.
Arlen, Eira, dan Finn saling bertukar pandang, bingung dengan situasi ini. “Apa... apa yang terjadi?” bisik Eira, suaranya hampir tak terdengar.
Dari dalam hutan, sebuah bayangan baru muncul. Sosok yang tampak lebih besar dan lebih kuat dari yang sebelumnya, dengan aura yang begitu menakutkan hingga membuat udara di sekitarnya terasa semakin dingin. Mata sosok itu bersinar seperti bara api yang menyala di kegelapan.
Arlen merasa tubuhnya kaku, jantungnya berdetak lebih cepat. Ia bisa merasakan bahwa sosok ini bukan lawan biasa. Di hadapannya berdiri pemimpin dari semua bayangan, sosok yang kekuatannya jauh melampaui yang pernah mereka hadapi.
Sosok pemimpin itu menatap mereka bertiga dengan tatapan tajam, lalu berkata dengan suara yang rendah dan menghantui, “Kalian benar-benar berani memasuki wilayahku. Tapi keberanian kalian akan segera berakhir di sini.”
Arlen menggenggam Relik Gelapnya lebih erat, berusaha menenangkan diri. “Kau tidak akan menang,” jawabnya dengan suara tegas, meskipun hatinya dipenuhi ketakutan.
Sosok itu hanya tertawa pelan, suaranya penuh ejekan. “Aku tidak perlu menang. Kalian yang akan kalah.”
Sebelum Arlen sempat merespons, sosok itu mengangkat tangannya, dan dengan satu gerakan, bayangan-bayangan di sekitar mereka tiba-tiba melesat maju, siap menyerang dari segala arah.
Finn berteriak panik, “Arlen! Apa yang harus kita lakukan?”
Ketika bayangan-bayangan itu mendekat dengan kecepatan mengerikan, Arlen berbisik, “Kita hadapi bersama. Fokus pada pertahanan dan jangan terpisah.”
Finn, yang sudah berdiri lebih tegap meski kesakitan, mengangguk cepat. “Aku akan menahan mereka dari sisi kanan. Eira, kau di sebelah kiri. Arlen, di tengah.”
Eira, meski ketakutan, tersenyum samar. “Mari kita tunjukkan pada mereka siapa yang sebenarnya mengendalikan Relik ini.”
Dengan tekad membara, Arlen memusatkan energinya ke Relik Gelap di tangannya, dan untuk pertama kalinya, ia merasakan aliran kekuatan yang lebih stabil. Cahaya gelap berkilauan dari Relik itu, membentuk perisai samar di sekeliling mereka bertiga. Cahaya itu menggetarkan bayangan-bayangan yang mendekat, membuat mereka sedikit ragu untuk maju.
Namun, pemimpin bayangan hanya tertawa kecil. “Kalian berpikir kekuatan kecil itu akan menakutiku?” ucapnya, lalu dengan satu gerakan, ia mengirim gelombang energi hitam ke arah perisai mereka, membuat Arlen terhuyung ke belakang.
“Kita tak akan bertahan lama jika begini terus,” desis Arlen, merasakan energinya perlahan terkuras. “Eira, kau punya mantra apa lagi yang bisa kita gunakan?”
Eira menatap Arlen dengan ragu. “Ada satu mantra, tapi risikonya besar. Aku bisa menciptakan pengalih perhatian, tapi aku butuh waktu.”
“Lakukanlah,” kata Finn mantap. “Kita akan menahan mereka sebisa mungkin.”
Eira mengangguk, mulai merapalkan mantra dengan khusyuk, sementara Arlen dan Finn bertahan dari serangan demi serangan bayangan yang semakin agresif. Suara mantra Eira memenuhi udara, membuat bayangan-bayangan bergetar ketakutan, tetapi pemimpin mereka semakin marah.
Saat mantra hampir selesai, tiba-tiba pemimpin bayangan itu menerjang ke arah Eira, membuat semuanya terkejut. Arlen dan Finn berusaha menghadangnya, tetapi serangan itu datang terlalu cepat, menyisakan mereka dalam ketakutan.