Kisah cinta si kembar Winda dan Windi. Mereka sempat mengidamkan pria yang sama. Namun ternyata orang yang mereka idamkan lebih memilih Windi.
Mengetahui Kakanya juga menyukai orang yang sama dengannya, Windi pun mengalah. Ia tidak mau menerima lelaki tersebut karena tidak ingin menyakiti hati kakaknya. Pada akhirnya Winda dan Windi pun tidak berjodoh dengan pria tersebut.
Suatu saat mereka bertemu dengan jodoh masing-masing. Windi menemukan jodohnya terlebih dahulu dibandingkan Kakaknya. Kemudian Winda berjodoh dengan seorang duda yang sempat ia tolak lamarannya.
Pada akhirnya keduanya menjalani kehidupan yang bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu
Dua hari di Indonesia, Javier tidak keluar rumah. Ia hanya keluar dari kamar untuk makan. waktunya ia habiskan di dalam kamar. Javier masih memakai tongkat untuk membantunya berjalan.
Saat ini Javier sedang makan siang bersama Ummah dan Babah di meja makan. Setelah selesai makan siang, Ummah ngobrol dengan Babah. Javier hanya mendengarkan mereka.
"Seandainya Fathia nggak kuliah di Mesir, mungkin rumah tidak akan terlalu sepi." Ujar Ummah.
"Jadi kamu menyesal sudah mengijinkan Fathia kuliah di sana, ummah?"
"Tidak, bukan begitu, bah. Cuma rasanya sepi gitu."
"Satu tahun lagi dia lulus."
"Hem iya. Kalau dia lulus lang kita nikahkan saja."
"Ya Allah, Ummah. Dia itu kuliah ingin mengembangkan kemampuannya, kok malah disuruh langsung nikah. Nanti kalau misal Fathia juga bakal dibawa suaminya, gimana?"
"Tidak bisa, harus suaminya yang ikut Fathia tinggal di sini."
"Ummah, Babah, aku balik ke kamar dulu."
"Eh mau ke mana kamu?"
"Tidur, Ummah. "
Javier sebenarnya hanya ingin menghindari pembicaraan Ummah dan Babah yang bakal menjurus ke arah pernikahan yang juga akan melibatkan dirinya.
Di dalam kamar, Javier duduk di atas tempat tidur sambil meratapi keadaannya. Ia membuka laci dan mengambil cincin tunangannya yang memang ia simpan selama ini. Ia hanya memakainya sesekali saja. Cincin berbahan titanium dengan ukiran nama Kirana itu, ia buang ke tong sampah yang ada di pojok kamar mandinya.
Javier menelpon Tomi karena ingin keluar rumah.
"Hallo assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam, bos. Wah senang sekali boa mau menelpon ku. Aku sangat merindukan perintahmu, bos."
"Kemarilah, jemput aku!"
"Baik, bos."
Tomi segera melajukan mobil menuju kediaman Javier.
Javier bersiap-sial. Dengan bersusah payah dia memakai celana sendiri. Ia memakai pakaian santai karena hanya ingin mencari angin. Javier pun keluar dari kamarnya.
"Javier, kamu sudah rapi. Mau ke mana?"
"Cari angin, Ummah."
"Awas masuk angin."
"Ya, maksudku jalan-jalan saja."
"Nah gitu dong. Jalan keluar. Siapa tahu kamu makin sehat nanti."
Tidak lama kemudian, Tomi sampai. Ia menjemput Javier ke dalam rumah. Tomi membantu Javier nai ke mobil. Kemudian ia masuk dan duduk di kursi kemudi.
"Bos, kita mau ke mana?"
"Jalan saja ke arah utara."
"Ba-baiklah."
Tomi menuruti perintah atasannya itu. Meski ia tidak tahu tujuannya.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 5kilo meter, Javier angkat bicara.
"Di depan itu belok kiri!"
"Iya, Bos."
Ternyata Javier pergi ke basecamp tempatnya berkumpul bersama komunitasnya. Selama ini Javier mendirikan komunitas tangan peduli. Mereka membuat program bantuan dan pendidikan kepada anak jalanan dan orang yang membutuhkan.
Teman-teman Javier menyambutnya dengan senang. Mereka bersyukur melihat Javier bisa berjalan meskipun belum normal dan masih memakai tongkat.
"Bagaimana dengan program kita?"
"Alhamdulillah, berjalan dengan semestinya. Kami meminta kepada anak-anak untuk mendoakanmu."
"Terima kasih. Maaf belum bisa ikut bergabung lagi. Tapi untuk dana saya masih bisa memberi seperti biasanya."
"Tidak apa-apa. Kami mengerti. Kamu harus pulih seperti sedia kala. Javier, kami ikut sedih mendengar kabar batalnya pernikahanmu."
"Sudah, jangan diteruskan masalah itu! Aku tidak apa-apa."
"Iya, kamu orang baik. Pasti akan menemukan ganti yang lebih baik."
Tidak terasa sudah hampir jam 4 sore Javier di basecamp. Ia pun pamit pulang.
"Ke mana lagi kita, Bos?"
"Ke taman."
"Hah, taman?"
"Kamu sudah budek sekarang, Tom?"
"Iya, eh tida-tidak bos. Iya kuta akan ke taman."
"Tumben-tumbenan ngajak ke taman." Batin Tomi.
Akhirnya mereka sampai di taman yang dimaksud. Tomi memarkirkan mobil lalu turun membukakan pintu untuk Javier dan membantunya turun.
"Kamu tidak perlu ikut. Aku sendiri saja."
"Tapi, bos.... "
"Kamu mau dipecat?"
"Eh tidak-tidak, bos... Baiklah saya akan menunggu di sini saja."
Javier berjalan dengan tongkatnya menuju ke area taman. Kebetulan taman tidak terlalu ramai. Ia duduk di sebuah kursi yang berbentuk barang pohon. Tiba-tiba kepalanya tertimpuk bola kecil.
"Au... "
Dan muncullah anak laki-laki berusia empat tahun mencari bolanya.
"Om, itu bola Rayyan."
"Oh ya?"
Anak itu mengangguk dengan ekspresi menggemaskan.
Javier yang tadinya kesal tidak jadi marah melihat anak selucu itu. Javier melambaikan tangannya agar anak itu mendekatinya. Rayyan pun mendekati Javier.
"Kamu tahu tidak kalau bola ini kena kepala, Om?"
"Nggak tahu, Om. Maafin Rayyan ya, Om."
"Oh, nama kamu Rayyan?"
"Iya, Om."
"Om, ini tongkat Om? Kaki Om kenapa?"
Rayyan yang super aktif itu tidak berhenti hanya dengan satu pertanyaan.
"Rayyan... Rayyan... "
"Anti, Rayyan di sini."
Windi yang mendengar suara Rayyan pin mendekati sumber suara.
"Rayyan, sudah anti bilang jangan ke mana-mana. Jangan mau diajak orang, kamu..... "
Windi tertegun melihat sosok laki-laki yang saat ini bersama Rayyan.Javier pun menatap Windi. Windi memastikan kembali laki-laki di hadapannya saat ini. Ia takut salah orang. Karena penampilannya yang berubah. Rambut yang dulu rapi kini masih baru tumbuh akibat proses operasinya.
Dag dig dug
Ada suara getaran yang menggebu.
"Astagfirullah... kenapa dengan hatiku?" Batin Windi.
"Anti kok bengong?"
"Tuan Javier.... "
Javier mengalihkan pandangannya. Ia merasa insecure dengan keadaannya saat ini.
"Anti, tadi bola Rayyan kena kepalanya Om ini. Tapi Rayyan sudah minta maaf."
Windi berjalan semakin dekat.
"Tuan Javier ini berubah anda, kan?"
"I-iya."
Windi melihat tongkat yang ada di samping javier.
"Anti, ini es krim Rayyan kan?"
"Eh, iya."
Rayyan mengambil es krim dari tangan Windi lalu ia memakannya. Rayyan duduk di samping Javier.
"Tuan Javier, anda sendirian?"
"Iya."
"Istri anda?"
"Maaf, saya pergi dulu."
Javier lupa jika kakinya tidak stabil. Ia langsung berdiri. Namun ia kehilangan keseimbangan. Sontak windi langsung memegang lengan Javier.
"Hati-hati, tuan."
Pandangan mereka bertemu. Namun Keduanya langsung mengalihkan pandangan.
"Ma-maaf saya hanya reflek ingin membantu Anda. "
Windi melepaskan tangannya, lalu ia memberikan tongkat Javier.
"Terima kasih."
Javier mengambil tongkatnya lalu pergi dari hadapan Windi.
Rayyan mengejar Javier.
"Om... Om tunggu!"
"Ya, ada apa?"
"Om ini pasti jago main bola. Papiku sibuk tidak bisa bermain denganku. Anti Windi nggak bisa main bola. Om mau jadi temanku?"
"Rayyan... Om nya lagi sakit. Jangan.... "
Namun di luar dugaan. Justru Javier mengiyakan permintaan Rayyan.
"Tapi Om hanya bisa bergerak sedikit saja."
"Nggak papa Om. Rayyan nendangnya pelan saja. "
"Oke."
"Tuan, jangan! Saya takut terjadi apa-apa dengan kaki anda."
"Tidak apa-apa, saya bisa."
Javier pun menemani Rayyan bermain bola.
Dari kejauhan Tomi memperhatikan bosnya. Tomi tersenyum melihatnya.
Sedangkan Windi merasa ngilu saat Javier menggiring bola dengan kakinya yang masih memakai tongkat.
Sudah jam 5 sore, Windi mengajak Rayyan pulang karena Maminya sudah menelpon.
"Rayyan, sudah dulu. Mamimu telpon. Kita harus segera pulang."
"Yah... anti nggak asyik."
Javier tersenyum melihat tingkat Rayyan yang lucu.
"Rayyan, kapan-kapan bisa main lagi sama Om."
"Tapi Rayyan nggak lama di Surabaya, Om."
Javier melihat Rayyan memakai jam tangan HP.
"Sini Om simpan nomor handphone Om disini. Nanti kamu bisa menghubungi, Om."
"Wah, bener juga Om. Makasih, Om."
"Sama-sama."
"Kami permisi dulu, Tuan."
"Iya."
Windi dan Rayyan pergi meninggalkan Javier. Javier menatap kepergian mereka.
"Selain kerja di kantor, dia juga jadi babysitter. Good job. Ternyata kamu pekerja keras." Batin Javier.
Ternyata ia sudah salah sangka.
Bersambung....
...****************...
Yang belum baca novel author sebelumnya mungki tidak tahu kalau Rayyan adalah anak Fatin. Fatin adalah kakak Windi yang tinggal di Jakarta.
Terima kasih atas supportnya kak.
semangat menulis dan sukses selalu dengan novel terbaru nya.
apa lagi ini yang udah 4tahun menduda. 😉😉😉😉😉😉