Entah apa yang di pikirkan oleh ayah dan sang ibu tiri hingga tiba-tiba menjodohkan Karin dengan pria yang tak memiliki apapun, apa mereka sengaja melakukan itu untuk menyingkirkannya?
Matteo Jordan, pria tak berguna yang di pungut oleh keluarga Suarez menyetujui menikah dengan wanita yang tak ia ketahui hanya demi sebuah balas budi.
Akankah cinta tumbuh di antara keduanya? Sementara Karin masih mencintai mantan kekasihnya, sedangkan Matteo pria sedingin es yang penuh misteri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qinan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab~11
Di sebuah hotel terlihat seorang pria sedang menggandeng wanita cantik nan seksi, karena saking asyiknya berbincang mereka tak sengaja menabrak seseorang saat hendak masuk ke dalam lift.
"Maaf saya tidak sengaja." Ucap Daniel seraya mengambil map milik pria itu yang jatuh lantas segera menyerahkannya.
"Lain kali berhati-hatilah !!" Ucap lelaki berjas menatap pria tersebut dari balik kacamata hitamnya, lantas segera berlalu dari hadapannya.
Daniel yang merasa seperti tak asing dengan pria itu pun nampak memperhatikannya keluar dari hotel bersama dua orang yang sepertinya ajudannya.
"Pak Daniel, katanya ingin buru-buru." Ucap seorang wanita yang nampak bergelayut manja di lengan pria itu.
"Hm, tentu saja ayo." Daniel pun segera membawa wanita itu masuk ke dalam lift, karena hasratnya yang tak tuntas bersama sang kekasih pria itu pun terpaksa menyewa wanita penghibur untuk memuaskannya.
Sementara itu di sebuah mobil nampak seorang pria duduk di bangku penumpang dan meminta sang sopir segera melajukan kendaraannya meninggalkan hotel tempatnya meeting bersama relasi bisnisnya.
"Bagaimana perkembangan saham milik perusahaan Suarez, Jim ?" Ucapnya pada salah satu asistennya yang sedang duduk di sebelah kemudi.
"Meningkat drastis tuan, sepertinya bulan ini mereka mendapatkan keuntungan dua kali lipat." Terang sang asisten.
"Awasi terus dan usahakan mencari celah untuk kita bisa memilikinya sebagian !!" Perintah pria yang kini nampak melepaskan kaca mata hitamnya hingga memperlihatkan matanya yang berwarna kecokelatan. Hidungnya mancung dan bulu-bulu halus terlihat tumbuh di sekitar rahangnya yang tegas. Jelas sekali jika pria itu memiliki garis keturunan Eropa.
"Baik, tuan." Sahut sang asisten tegas.
Keesokan harinya.....
Pagi itu Karin nampak menjemput Amel di rumahnya sesuai kesepakatan mereka kemarin untuk mencari tahu sosok Matteo calon suaminya. Benarkah pria itu seorang montir?
"Berterima kasihlah padaku karena demi kamu aku ijin kerja hari ini." Ucap gadis itu setelah masuk ke dalam mobil.
"Tentu saja nanti ku traktir seblak." Karin menimpali sembari terkekeh, ia bersyukur memiliki sahabat yang begitu peduli padanya.
"Ngomong-ngomong di mana tongkatmu ?" Amel nampak tak melihat tongkat yang biasa di pakai oleh sahabatnya itu untuk membantunya berjalan.
"Itu di belakang, kakiku sudah tak terlalu sakit sepertinya sebentar lagi aku sudah tak membutuhkannya lagi." Sahut gadis itu seraya fokus mengemudikan mobilnya.
"Aku senang mendengarnya, oh ya apa kamu tidak melihat bagaimana reaksi keluarga calon suamimu kemarin saat menatapmu? Mereka sepertinya kurang menyukaimu bahkan aku mendengar wanita bernama Magdalena itu berkata meskipun Matteo hanya cucu angkat tapi tetap saja malu memiliki menantu maaf pincang sepertimu. Ku rasa kamu harus lebih berhati-hati Rin, syukur-syukur setelah menikah kalian tinggal di rumah sendiri jika tidak aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi padamu." Amel terlihat bersimpati menatap sahabatnya dari kecil itu, di antara mereka memang tidak pernah ada rahasia. Mau seburuk apapun mereka akan saling bercerita.
"Pernikahan ini atas dasar kesepakatan dan tentu saja mereka pasti melakukannya dengan terpaksa, kamu tenang saja aku akan baik-baik saja kok." Karin mencoba menenangkan sahabatnya itu dengan mengulas senyumnya.
Amel nampak menghela napasnya sejenak. "Meskipun kamu sudah menikah jangan sungkan untuk mengatakan kesulitanmu ya Rin, percayalah aku akan selalu ada untukmu." Ucapnya dan Karin langsung mengangguk haru menatap wanita itu.
"Terima kasih." Ucapnya, baginya tak memiliki banyak teman tak masalah karena satu teman seperti wanita itu pun sudah cukup baginya.
Kini mobil mereka pun semakin melaju kencang membelah jalanan pagi itu. "Ngomong-ngomong tujuan kita kemana dulu ?" Tanya Amel ingin tahu, barangkali sahabatnya itu sudah memiliki sedikit informasi perihal sang calon suami.
"Tadi malam papa memberiku alamat rumah tuan Suarez ku harap kita menemukan petunjuk di sana." Terang Karin.
"Semoga saja." Amel pun memiliki harapan yang sama.
Tak berapa lama kini mereka pun telah sampai pada alamat yang di tuju, beruntung kediaman tuan Suarez berada di pinggir jalan raya hingga membuat mereka tak kesulitan untuk mengaksesnya.
"Sepertinya kita tunggu saja di sini siapa tahu ada yang akan keluar." Amel memberikan saran, kini mereka nampak memarkir mobil di seberang rumah mewah yang di kelilingi tembok pembatas setinggi harapan orang tua itu.
"Lama sekali mereka keluar, apa tidak ada yang pergi bekerja." Gerutu Karin mengingat ini adalah jam berangkat ke kantor karena sebelumnya ia memang sengaja pergi pagi-pagi sekali.
"Mereka orang-orang kaya jadi mungkin sesukanya datang ke kantor, bahkan mereka tidurnya pun sudah menghasilkan uang." Timpal Amel menanggapi.
Sudah hampir satu jam mereka mengintai rumah tersebut namun tak kunjung ada tanda-tanda jika gerbang akan di buka dan saat mereka hampir menyerah tiba-tiba seorang security keluar lantas mendorong gerbangnya.
"Rin, lihatlah ada yang keluar !!" Amel langsung menunjuk ke arah sebuah mobil yang hendak keluar.
Karin yang sebelumnya fokus pada layar ponselnya pun langsung mengangkat wajahnya. "Baiklah, kita ikuti mobil itu." Ucapnya seraya menghidupkan mesin mobilnya dan mulai mengikuti laju mobil yang entah siapa yang berada di dalamnya, meskipun begitu gadis itu tetap menjaga jarak agar tidak di ketahui jika tidak maka ia akan di anggap sebagai seorang penguntit.
Setelah kurang dari 30 menit mobil yang di ikutin nampak masuk ke dalam gedung pencakar langit, Karin pun langsung menghentikan mobilnya di pinggir jalan tapi pandangannya tak berpindah dari mobil yang kini berhenti tepat di depan gedung tersebut.
"Ternyata tuan Suarez terobesi juga ya dengan namanya." Ucap Amel kemudian.
Karin langsung menatapnya. "Memang kenapa ?" Ucapnya ingin tahu.
"Itu lihat bahkan perusahaannya pun menggunakan namanya 'Suarez company'." Sahut Amel seraya menunjuk papan nama kecil yang berada di atas gedung tersebut.
"Padahal biasanya perusahaan itu namanya seperti PT Mencari Cinta Sejati." Imbuhnya lagi dan sontak membuat Karin terkekeh.
"Itu mah nama perusahaan orang gabut, Mel" Selorohnya dan detik selanjutnya gadis itu terlihat serius saat melihat siapa yang baru keluar dari mobil yang sejak tadi ia ikuti itu.
"Kalau tidak salah dia putra nyonya Magdalena, si nyonya tanpa ekspresi itu. Siapa sih namanya aku lupa." Tunjuk Amel saat melihat seorang pria tampan keluar dari mobilnya.
"Michael, namanya Michael." Sahut Karin.
"Oh ya benar, ku rasa kemarin dia tak berhenti menatapmu." Amel langsung menatap sahabatnya tersebut.
"Hm, dia kurang lebih seperti Daniel pria cabul yang suka mempermainkan wanita." Pungkas Karin.
"Kau benar, jadi apa kita akan menunggu di sini saja untuk mendapatkan informasi lainnya ?" Tanya Amel kemudian.
"Tidak, yang penting kita sudah tahu kantornya. Lain kali aku akan mencari tahu sendiri, ngomong-ngomong terima kasih ya Mel sudah menemaniku kamu memang benar-benar sahabat yang bisa di andalkan." Karin bersyukur memiliki sahabat seperti wanita itu.
"Hanya terima kasih? Perutku sedikit melilit nih." Seloroh Amel dan sontak membuat Karin tertawa lebar.
"Tentu saja aku akan mentraktirmu, bagaimana jika kita makan di cafe dekat kantormu saja ?" Ucapnya kemudian.
"Itu lebih baik." Amel langsung menyetujui.
Karin segera mengemudikan mobilnya, bagaimana pun ia juga merasa lapar karena tadi tak sempat sarapan saking paginya ia berangkat. Setelah mengendarai mobilnya beberapa saat kini mereka pun telah sampai.
"Ayo, sepertinya aku akan memesan soto porsi jumbo." Amel nampak tak sabar untuk masuk ke dalam restoran langganannya.
"Terserah padamu, sekuali juga tidak masalah." Sahut Karin menimpali dan saat mereka hendak masuk Amel seketika berhenti dan mau tak mau Karin pun ikut berhenti.
"Ada apa ?" Tanyanya.
"Rin lihat itu, bukankah pria itu yang kita temui saat di cafe waktu itu ?" Amel nampak menunjuk Coffee shop yang berada di sebelah restoran tersebut, nampak seorang pria mengenakan kemeja navy lengan panjang dan kacamata hitam masuk ke dalam sana.
"Dia ?" Gumam Karin, entah kenapa akhir-akhir ini ia sering melihat sosok pria yang begitu mirip dengan calon suaminya itu. Apa hanya kebetulan semata?