Kisah seorang murid yang menjadikan gurunya sebagai inspirasi terbesar nya. Terjadi di dunia modern, yang semuanya serba ada namun serba sulit banyak kekurangan.
Murid yang selalu berusaha mencari perhatian sang guru. Dengan kemampuan aneh yang dimilikinya. Dan bagaimanakah kisah kelanjutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Febby Sadin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menembus Air Terjun
Angin Sepoi-sepoi dirasakan, tiduran di atas hamparan rerumputan yang empuk. Mata masih terpejam, serasa malas untuk membukanya. Tubuh menggeliat, kedua tangan tak lama diangkat, menguap Huai....
Perlahan dibukanya kedua kelopak mata, dan saat lengkap terbuka kedua mata itu, "Hah?!" seketika langsung terperanjat dari tidurannya. Tubuh itu langsung bangun, dan sekarang dalam posisi duduk.
Pandangannya pun kini menoleh kanan kiri, secara cepat, seolah tak percaya. Dengan tergesa tangannya pun bergerak menggoyangkan tubuh tubuh yang sedang tiduran pula disamping kanan kirinya.
"Heh! Bangun bangun kalian!!! Cepat! Ini benar-benar tak dapat di percaya!" ucapnya. Sambil terus membangunkan teman-temannya.
Sedangkan Rangga, Fandi, Hasbi, dan Bara yang mendengar gertakan dari Bintang pun membuka kedua matanya yang sebenarnya sangat malas mereka buka mata.
Namun, setelah mereka benar-benar membuka mata, respon yang dihasilkan pun sama persis seperti Bintang. "Loh loh loh, kok kita ada disini lagi sih?!" pekik mereka bersamaan.
...****************...
Ya, mereka ada disebuah tempat yang rindang lengkap dengan air terjun, tempat yang sama seperti tadi pagi mereka berada. Dan masih dengan keadaan yang sama. Saat mereka menengok kanan kiri, masih ada teman-temannya satu kelas mereka semua disana. Banyak orang. Tapi hanya teman-temannya saja.
Yang lainnya, seperti Permata, Roro, Nur, Anggrek maupun yang lain, masih asyik berbincang-bincang. Seolah memang mereka tak pernah berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya.
Bintang pun bangun dari duduknya dan berdiri, "Daripada penasaran aku akan bertanya ke teman-teman yang lain saja." pikir Bintang.
"Roro, aku mau tanya." ucap Bintang, setelah dia berjalan mendekat ke arah Roro yang sedang asyik duduk berbincang dengan teman-teman perempuan yang lain.
"Nanya apa emang? serius banget sih kayaknya." ucap Roro.
"Kita, aku dan yang lainnya, dari tadi memang ada disini kah?" tanyanya.
Sedangkan meski dengan keheranan mendapatkan pertanyaan dari Bintang, Roro pun menjawab sembari menganggukkan kepala, "Iyalah.. memangnya kemana lagi. Kan memang kita disini dari tadi." ucap Roro. Lalu sebelum Bintang berkata lagi, Roro melanjutkan kata-katanya.
"Lagian kenapa sih emangnya? Kok aneh kamu Bin, emang gak betah disini? Disini kan enak, ada air terjun dengan suara gemericik nya yang menenangkan, ada pemandangan indah seperti ini Alhamdulillah to....," ucap Roro.
Bintang pun diam seribu bahasa. Dia pun hanya mengangguk menyerah. Walaupun dalam hatinya kini dia berkata-kata sendiri.
"Kok bisa sih. Padahal tadi ada di rumah Bu Fastaqima. Ada di kelas dan setelah ada di rumah Bu Fastaqima kayak gini lagi. Kayaknya memang ada yang tidak beres dengan rumah Bu Fastaqima ini."
Bintang terus saja bergumam sendiri dalam hati. Sedangkan teman-temannya yang berempat tadi, sekarang sudah tidak tiduran lagi, tapi sudah beranjak dari tempat itu berjalan mendekat ke arah aliran air terjun.
Bintang yang baru menyadarinya pun, langsung saja dia berlari-lari kecil ke arah keempat temannya, karena memang jaraknya tak begitu jauh dari tempat dia melamun sekarang.
"Heh rek, ngapain?" ucap Bintang.
Sedangkan teman-temannya yang berempat itu seolah terhipnotis diam saja dan kedua tangan masing-masing mereka mengangkat dan mendekatkan ke arah aliran air terjun.
Dan saat tangan-tangan mereka benar-benar dekat ke air terjunnya, hingga tangan-tangan mereka itu terbasahi air terjunnya. Tiba-tiba dari arah aliran air terjunnya mengeluarkan cahaya.
Bintang yang melihat hal tersebut dengan mata kepalanya sendiri pun langsung membelalakkan kedua matanya sembari tanpa sadar dia mengikuti apa yang dilakukan teman-temannya berempat itu. Bintang mengangkat tangan dan meletakkan ke arah aliran air terjun juga, hingga terbasahi lah tangan Bintang.
Dan bersamaan dengan cahaya yang keluar dari aliran air terjun itu, bersamaan dengan itu pula Rangga, Fandi, Hasbi, Bara dan Bintang terbawa cahaya tersebut.
Cling ! Seolah mengeluarkan suara begitu.
Tubuh mereka berlima pun seolah terseret angin dan terasa sejuk seketika yang mereka rasa. Karena terasa ada cipratan dari air terjun itu sendiri.
Dumph!
Mereka berlima pun tersungkur di atas tanah, pindah alam lagi. Berbeda dari sebelumnya. Yang kini mereka sudah tidak ada teman-temannya satu kelas. Namun benar-benar hanya ada mereka berlima.
Kini pun, mereka sudah tak membisu diam seribu bahasa lagi. Tapi mereka sudah bisa berkata-kata, mengobrol pun juga bisa.
Namun kini respon semuanya masih sedang tak percaya apa yang terjadi. "Kok bisa begini?" ucap Bintang kepada diri sendiri, juga di dengar keempat temannya. Yang akhirnya pun dijawab oleh mereka juga.
"Iya. Aku gak ngerti apa yang terjadi sebenarnya sama kita ini. Kenapa kita ini kayak gini. Ini sekarang dimanaaa juga?!" ucap Fandi. Seolah mengomel sendiri.
Air terjun, dan rerumputan yang empuk sudah tak ada lagi. Kini yang mereka lihat kanan kirinya adalah pepohonan yang tinggi menjulang. Sampai-sampai bila mereka mendongakkan kepalanya, seolah pohon-pohon itu hendak menyentuh langit.
"Assalamualaikum teman-teman!" tiba-tiba suara menyapa mereka.
Kelima murid itu pun langsung menoleh bersamaan. Dan memekik bersamaan pula, setelah mereka mendengar suara yang tak asing bagi mereka.
"El?!!!!" terkejut bukan main mereka.
El, adalah salah satu teman perempuan mereka, satu kelas dengan mereka. Dia dulunya berkacamata, namun sejak naik kelas dia sudah menanggalkan kacamata nya itu.
El, salah satu teman perempuan yang cantik juga, berkulit putih bersih, berhidung mancung, namun karena awalnya berkacamata dan kini tidak, kedua matanya seperti ada kantung matanya. Pipinya tembem, namun tubuhnya langsing. Tidak gendut, namun tidak kurus. Dia juga termasuk kategori yang bertubuh tinggi.
"El, kok kamu ada disini?!" tanya Bara.
Sedangkan El, yang ditanyain tak menjawab apa-apa malah mengatakan hal seolah-olah tidak terjadi hal aneh apapun.
"Teman-teman, tenang saja.... Kalian sekarang ada di Hutan. Hutan yang asri, terawat, dan tidak ada hewan buas. Karena di dekat sini ada rumahku." ucap El.
"Sejak kapan kamu tinggal dihutan!" celetuk Fandi.
Mereka benar-benar terheran dengan El, bukan hanya aneh tinggal dihutan, El juga berpakaian seperti pendekar perempuan. Bajunya terbuat dari motif dedaunan, walaupun tetap menggunakan kerudung dikepalanya. Tapi persis sekali dengan pendekar perempuan kayak di film-film perang kerajaan.
"Tunggu dulu El, kita-kita ini masih gak paham. Tolong dijawab dulu pertanyaannya kita, sejak kapan kamu tinggal di hutan. Kalau memang tinggal di hutan kenapa kamu sekolah di kampung Idiom, disini kita gak nampak ada kampung Idiom dekat sini. Dan kenapa pula pakaian kamu kayak gitu?" Bintang menghujani El dengan semua pertanyaan nya.
El tanpa dosa malah tersenyum menyeringai, "Kalian ini, ada-ada saja. Aku memang berasal dari Hutan. Bahkan kalian ini juga berasal dari Hutan, karena disinilah Idiom."
"Hah?!!!!" mereka berlima kompak menjawab dengan terkejut dengan pernyataan El.
.
.
.
Seru kan? Terus dukung karya ku ya guys.... akan update secepatnya 😘