Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Mungkin peribahasa ini sangat cocok untuk menggambarkan kehidupan gadis ini.
Meyva Maharani Nareswari, gadis muda, cantik nan mandiri, kini tengah di hantam dengan kepahitan yang luar biasa dalam hidupnya. Kecewa yang berlipat karena melihat sang kekasih hati yang berselingkuh dengan saudari tirinya sendiri. Di tambah lagi dengan fitnah keji yang di lempar sang mantan dengan tujuan untuk membuat playing victim agar pria itu tak di salahkan dan berbalik semua kesalahan justru jatuh pada Meyva.
Di selingkuhi, di fitnah, di tikung dari belakang, di usir dan satu lagi ... harus menikah dengan seseorang yang baru dia kenal secara mendadak.
Apakah Meyva bisa melewati semuanya?
Apakah kehidupan Meyva bisa jauh lebih bahagia setelah menikah atau justru sebaliknya?
Penasaran dengan kisah kehidupan Meyva?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ennita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
❤️ Happy Reading ❤️
"Dave." kaget Meyva namun berucap dengan lirih saat melihat melihat satu sosok pria yang saat ini berdiri dengan posisi membelakanginya.
"Siapa sih mbak? bikin penasaran aja ... mana ganteng lagi orangnya." tanya Anis dengan berbisik tepat di sebelah Meyva.
"Mau tau aja." sahut Meyva.
Dave saat ini memakai kemeja warna hitam yang lengannya di gulung hingga siku, semakin menambah kadar ketampanan pria tersebut.
"Dave." panggil Meyva yang saat ini sudah berdiri tepat di belakang pemuda itu.
Sedari tadi Dave memang tidak duduk meskipun sudah di persilahkan oleh Anis, dia lebih memilih berdiri sambil mengamati toko roti milik Meyva.
Dave yang membalikan tubuhnya dan langsung melihat Meyva membuatnya sedikit terpesona. Entah mengapa saat melihat wanita itu menggunakan apron dan rambut di gelung ke atas secara asal sehingga memperlihatkan leher jenjangnya semakin membuat Meyva terlihat cantik.
"Sudah dari tadi?" tanyanya yang langsung membuyarkan segala apa yang ada di pikiran Dave. "Maaf kalau jadi membuatmu menunggu lama." sambungnya.
"Gak apa-apa, santai aja." sahut Dave. "Lagian juga salahku datang kesini gak kasih kabar dulu." katanya lagi. "Em Mey, apa kita bisa bicara sebentar?" tanya Dave yang di angguki oleh Meyva.
"Di ruangan aku saja." kata Meyva.
Meyva berjalan terlebih dahulu dengan Dave yang mengekor di belakangnya bak seekor anak ayam yang mengikuti induknya.
Cklek
"Silahkan masuk." kata Meyva sambil membuka pintunya lebar-lebar untuk mempersilahkan masuk tamunya.
Satu kata yang Dave gumamkan saat memasuki ruangan tersebut, yaitu "rapi."
Dave mengambil duduk di salah satu kursi yang memang di sediakan untuk tamu, tepat di depan kursi Meyva dan hanya bersekatkan meja kerja.
"Mey, begini ... em." kata Dave ragu-ragu.
Dari cara bicaranya pemuda itu saja Meyva sudah merasakan ada sesuatu di dalamnya.
"Em, mama dan papa minta kita untuk segera menikah." sambung Dave setelah menghembuskan nafasnya. "Tentang kejadian semalam sudah menjadi trending topik di antara para pengusaha terlebih lagi mama dan papa juga memikirkan kamu." imbuh Dave.
"Aku?" beo Meyva. "Seharusnya aku yang memikirkan hal ini, karena takutnya ini malah bisa mempengaruhi nama besar kelurga kalian." kata Meyva.
"Sama sekali gak masalah Mey." sahut Dave dengan cepat. "Yang di takutkan nanti keluarga kamu akan membalas padamu dan aku juga keluargaku tak akan bisa melindungi mu tanpa status yang jelas di antara kita." papar Dave sama seperti apa yang papanya katakan.
"Terus bagaimana?" tanya Meyva.
"Ya kamu gimana? Mau gak nikah sama aku." kata Dave yang malah balik bertanya.
"Ish kamu itu mau ngajak anak gadis orang buat nikah kok kayak mau ngajak beli gorengan aja." sungut Meyva yang membuat Dave lagi-lagi harus menghela nafasnya dalam-dalam.
"Kamu tau sendiri bagaimana status hubungan kita, sebuah kesepakatan yang hanya saling membantu, saling menguntungkan tanpa ada cinta di dalamnya." terang Dave. "Kita bisa menikah sampai semua urusan kita masing-masing selesai, setelah itu bisa jalan sendiri-sendiri." imbuhnya.
"Tapi bagi aku menikah itu hal yang sakral, bukan untuk main-main, kalau bisa hanya satu kali seumur hidup." kata Meyva dengan menundukkan kepalanya.
"Memangnya kamu pikir aku gak begitu?" tanya Dave. "Terserah kamu sajalah, gak mau juga gak apa-apa toh gak ada ruginya juga buat aku." katanya lagi dengan ketus.
Dave kemudian berdiri dari duduknya, memasukan kedua tangannya di dalam saku celana bahan yang di kenakan.
"Pikirkan." kata Dave yang langsung beranjak keluar.
❤️
Meyva membuang nafasnya kasar begitu Dave sudah benar-benar keluar dan menyisakan dirinya seorang diri.
Dadanya terasa begitu sesak hingga Meyva harus memukul dadanya berapa kali menggunakan tangannya sendiri.
"Kenapa harus begini." lirih Meyva.
Wanita itu kemudian menelungkupkan wajahnya di atas meja dengan bertumpu kedua tangan yang sudah berlipat di meja.
Menangis sejadi-jadinya untuk mengurangi rasa yang begitu menghimpit, bahkan untuk sekedar bernapas saja terasa begitu sangat susah.
Setelah puas menangis, Meyva memilih untuk mandi agar tubuhnya terasa lebih segar.
Tak lupa dirinya juga sudah mengirimkan pesan pada Bu Mer kalau tak akan turun dari ruangan, bahkan meminta agar pintu langsung ditutup dan dikunci ketika mereka semua pulang.
Meyva yang sedang kacau, memilih untuk membuat sambal yang pedas untuk makan guna melampiaskan apa yang dia rasakan, padahal dia tak begitu bisa untuk mengkonsumsi pedas.
Memakan makanannya dengan lahap tak perduli akan nanti bagaimana kondisinya.
Setelah beberapa jam, Meyva mulai merasakan efek dari apa yang dia makan.
Perut yang merasa mulas lebih ke melilit dan jangan lupa keluar masuk ke dalam kamar mandi entah untuk yang ke berapa kali.
❤️
"Ini mbak Meyva pergi apa belum bangun ya Bu?" tanya Anis.
Saat ini Ana, Deni, Rini dan Anis sudah datang dan menunggu Bu Meri yang sedang membuka pintu toko.
"Iya kok sepi banget." sahut Ana saat sudah menampakkan kaki mereka di dalam toko.
"Kalian langsung beres-beres aja, ibu mau ke atas dulu buat lihat mbak Meyva." kata Bu Meri mengintruksi.
Wanita paruh baya itu lantas bergegas menaiki satu persatu anak tangga menuju di mana ruangan Meyva berada.
Mengetuk pintu beberapa kali sambil memanggil Meyva, namun sama sekali tak mendapatkan sahutan membuatnya langsung saja membuka pintu, entah kenapa perasaanya begitu tak enak.
Cklek
"Ya ampun mbak Meyva." seru Bu Mer yang ternyata mendapati sosok Meyva tergeletak begitu aja di lantai. "Bagaimana ini." gumamnya.
Bu Meri kembali berdiri dan berjalan ke bawah, baru di pertengahan anak tangga dia berteriak memanggil yang lainnya.
"Ada apa Bu?" tanya Rini.
Mereka semua langsung mendekat ketika mendengar teriakan dari Bu Meri.
"Mbak ... mbak Meyva, mbak Meyva pingsan." kata Bu Meri dengan panik.
Sontak saja semua karyawan Meyva yang sudah datang langsung berlari menuju ke ruangan Meyva bersama Bu Meri.
Deni dan Anis langsung membopong tubuh Meyva untuk memindahkan wanita itu untuk di baringkan di sofa.
Sedangkan Dave yang ada di rumahnya sendiri entah merasa begitu tak tenang sejak dari tadi pagi, pikirannya terus saja tertuju pada kekasih pura-puranya. Akhirnya pemuda itu pun mencoba untuk menghubungi Meyva Gian memastikan kecemasannya yang tak beralasan.
[Dave : Halo]
[Meyva : Hal - halo]
Mendengar suara yang ada di sebrang membuat Dave mengerutkan dahinya, pasalnya suara yang terdengar tidak seperti suara yang punya ponsel.
[Dave : Ini siapa? Mana Meyva?]
[Meyva : Em i - itu mbak Meyva pingsan]
Jawaban yang di sebrang membuat Dave kaget dan langsung berdiri dari duduknya.
[Dave : Tolong jaga Meyva sampai saya datang]
Mematikan sambungan secara sepihak dan langsung memasukkan ponselnya di saku celana, tak lupa menyambar dompet dan jas lalu bergegas keluar. Berjalan dengan terburu-buru tanpa menghiraukan sapaan dari artnya, sebab pikirannya saat ini hanya tertuju pada satu orang yaitu Meyva.