Alden adalah seorang anak yang sering diintimidasi oleh teman-teman nakalnya di sekolah dan diabaikan oleh keluarganya.
Dia dibuang oleh keluarganya ke sebuah kota yang terkenal sebagai sarang kejahatan.
Kota tersebut sangat kacau dan di luar jangkauan hukum. Di sana, Alden berusaha mencari makna hidup, menemukan keluarga baru, dan menghadapi berbagai geng kriminal dengan bantuan sebuah sistem yang membuatnya semakin kuat.
#story by suciptayasha#
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31 Terminator?
Perasaan Jay tidak enak, saat menembak musuhnya tadi, ia tidak merasa seperti menembak tubuh manusia, melainkan menembak besi yang kuat.
Jay memegang pistolnya dengan sikap waspada, perlahan ia menghampiri musuh yang tergeletak di lantai. Jantung Jay berdetak kencang dan nafasnya seakan tertahan.
Kini ia bisa melihat wujud musuhnya dengan cukup jelas, lingkaran mata terbuat dari besi dan mesin, tangan tangan berotot yang juga dari besi dan kabel baja, serta tubuh yang lebih menyerupai makhluk mekanis daripada manusia.
Jay menatap sosok tersebut dengan campuran kekaguman dan kekhawatiran.
"Dia bukan manusia..." gumam Jay tak percaya, matanya terus mengamati tubuh mekanis yang terlentang itu hingga tiba tiba ia membuka matanya, memperlihatkan kilatan merah menyala.
Jay merasakan adrenalinnya kembali memuncak saat melihat kilatan merah dari mata sosok mekanis itu.
Seluruh insting bertarungnya menyala. Meski terkejut, ia tahu bahwa ia harus bertindak cepat sebelum mesin itu sepenuhnya pulih dari efek granat kejut.
Tanpa membuang waktu, Jay segera memberi perintah kepada timnya.
"Dion, mundur! Semua jaga jarak!" teriak Jay dengan penuh otoritas.
Tim geng Frost dengan cepat merespon, bergerak menjauhi lokasi musuh yang bisa bereaksi kapan saja. Suasana kembali tegang, setiap orang siap menghadapi situasi tak terduga.
Sosok mekanis itu, dengan gerakan lambat dan kaku, mulai bangkit, menunjukkan ketahanan luar biasa meski baru saja terjatuh akibat serangan mendadak dari Jay.
Suara derik mesin dan desisan hidraulik memenuhi ruangan, menambah suasana mencekam.
"Kita harus menghancurkannya sepenuhnya," ujar Jay, lebih kepada dirinya sendiri namun cukup keras hingga terdengar di perangkat komunikasi.
Jay tahu bahwa senjatanya yang biasa mungkin tidak cukup untuk menghadapi lawan ini. Ia harus menggunakan strategi dan ketepatan untuk melumpuhkan sistem mekanis yang menghidupkan musuh itu.
Sambil menunggu kesempatan menyerang, Jay mencoba menganalisa kelemahan dari sosok mekanis tersebut. Matanya fokus mencari titik lemah, bergerak cepat dari satu bagian ke bagian lain, berharap menemukan celah pada struktur mekanisnya yang rumit.
Sementara itu, Naira terus memantau situasi dari kejauhan. Suaranya terdengar sekali lagi di telinga Jay. "Mungkin ada titik lemah di bagian sambungan atau penggeraknya. Coba sasar bagian itu!"
Jay mengangguk dalam hati. Dengan cepat, ia merencanakan tindakannya berikutnya. Ia memutuskan untuk mengalihkan perhatian robot itu, sambil berusaha mendekati dan menargetkan bagian sambungan penting yang terlihat.
Mengambil risiko besar, Jay melakukan gerakan cepat ke samping, melepaskan tembakan secara akurat ke titik-titik yang diyakininya sebagai kelemahan.
Suara tembakan menggema, mengenai tangan kanan sang monster mekanis, dan seketika, salah satu bagian sambungan mengeluarkan percikan api.
Manusia mekanik itu menatap Jay, seolah mengubah level ancaman Jay ke tingkat maksimal.
Jay sangat terkejut ketika musuhnya mampu mengeluarkan sebuah dorongan dari mesin jet yang terpasang di telapak kakinya. Membuatnya mampu bergerak lebih cepat.
'Tidak akan sempat.' batin Jay ketika si cyborg itu melesat ke arahnya dengan wajah datar namun penuh niat membunuh.
"Time stop!"
Waktu berhenti tepat ketika Jay hampir terbunuh. Semua orang dan puing puing baja yang berterbangan berhenti bergerak.
"Maaf, aku terlambat," gumam Alden menatap Jay yang hampir terbunuh.
Dengan sisa waktu yang kurang dari satu detik, Alden membanting manusia Cyborg itu ke lantai dan melemparnya masuk ke laboratorium manusi sebelumnya.
Waktu kembali berjalan, Jay terengah engah dan sangat kebinggungan, tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
Alden, sosok samar yang tiba-tiba muncul di tengah kerumunan puing-puing dan ketegangan, tampak berdiri dengan tenang.
"Alden, sejak kapan kau disini?" tanya Jay dengan nafas masih tersengal, berusaha untuk mengatasi adrenalin yang masih mengalir dalam tubuhnya.
"Tenanglah, kepalamu terbentur cukup keras tadi. Sekarang biarkan aku mengambil alih situasi."
"Aku sudah memasang peledak di laboratorium itu, mungkin dengan itu kita bisa membunuh cyborg itu. Tapi, kita mungkin akan ikut tenggelam." ujar Jay baru sadar jika mereka sedang berada di bunker bawah laut.
"Aku akan mencari cara untuk mengatasinya, kau naiklah ke permukaan bersama dengan tim mu."
Jay sebenarnya ingin tetap tinggal dan membantu Alden, namun kondisi tubuhnya tidak memungkinkan, yang ada nanti dia hanya menjadi beban.
Jay menatap Alden sejenak sebelum akhirnya mengangguk. “Baiklah, aku mempercayakan semuanya padamu,” katanya sambil bangkit berdiri. Ia menginstruksikan Dion dan anggota geng Frost lainnya untuk mundur dan bersiap menuju permukaan.
Sementara itu, Alden melangkah maju dengan tenang, matanya menatap lurus ke arah laboratorium di mana cyborg itu dilemparkan. Ia tahu bahwa waktu yang dimiliki sangat terbatas sebelum sistem pertahanan tempat itu aktif kembali atau mesin tersebut pulih sepenuhnya.
“Pikirkan cara untuk membuat ledakan itu menenggelamkan seisi bunker,” pikir Alden sambil berjalan menuju ruangan dengan peledak yang Jay tanam.
Di dalam ruangan, kegelapan dan suara mesin yang terus merongrong masih ada. Meskipun tubuhnya kelelahan dan menerima kerusakan karena telah menggunakan skill Time Stop. Namun Alden tak tergoyahkan, dia bergerak dengan ketenangan yang luar biasa.
Manusia mesin itu bangkit dengan beberapa kerusakan, wajahnya tetap datar dan tenang, seolah tidak peduli dengan kondisi tubuhnya.
Alden yang melihat itu sedikit bernonstalgia, "Kau mengingatkanku pada film yang diperankan oleh Arnold Schwarzenegger. Apakah kau perlu kacamata hitam?" ejek Alden.
Namun, cyborg itu tidak menanggapi ejekan Alden; hanya berdiri tegak, seakan sedang memproses strategi baru setelah direset oleh dorongan yang baru saja diterimanya.
Di sisi lain, Jay dan timnya telah mencapai titik yang relatif aman, menjauh dari bahaya dan mengikuti strategi mundur yang direncanakan.
Meskipun relung-relung bunker bawah laut terasa menyempit, langkah mereka mantap menuju keselamatan, dipimpin oleh optimisme Dion yang terus mengingat perintah dari Jay.
Alden, dihadapkan dengan pilihan untuk menghancurkan cyborg dan bunker tersebut, dengan cepat menganalisa lingkungan di sekitar. Dia sadar bahwa menyelamatkan semua orang orangnya dan menghentikan proyek berbahaya harus diutamakan.
Kembali ke laboratorium, Alden memejamkan mata sejenak, mengumpulkan kekuatan dan fokus dalam diri. "Baiklah, waktunya untuk sedikit penjebolan kreatif," gumamnya kepada diri sendiri.
[Membeli peledak super seharga 5000 koin.]
Dengan kecepatan dan ketepatan yang terlatih, Alden memasang peledak tambahan pada struktur kritis di dalam bunker, menjadikannya lebih dari sekadar kekuatan menghancurkan biasa—tujuannya adalah membuat seluruh sistem struktur rentan runtuh.
Dengan begitu, air laut akan meluap masuk, menenggelamkan semua, termasuk cyborg yang mengancam itu.
Cyborg itu, meskipun sedikit goyah, mulai bergerak menuju Alden dengan niatan menuntaskan konflik. Setiap langkahnya kini lebih berhati-hati, seperti belajar dari kesalahan sebelumnya.
Dengan akselerasi cepat, ia langsung menerjang Alden. Alden berhasil menghindar ketika serangan Cyborg itu berhasil menghancurkan dinding dan membuat retakan besar.
"Kau terlalu terburu-buru dalam membuat keputusan," ujar Alden melakukan tendangan kuat ke leher musuhnya. Namun serangan itu hanya mampu membuatnya bergeser sedikit.
(saran aja)