Bisu Tawanan Hartawan

Keesokan harinya.

Aaron sedang sarapan pagi, pembantu rumah tangganya sedang menyiapkan minuman untuk majikannya itu.

"Bawa dia ke sini untuk sarapan bersama!" perintah Aaron pada pembantunya.

"Baik, Tuan!"

Setelah beberapa saat kemudian Angelina datang dan duduk bersama Aaron yang sedang menyantap makanannya. Angelina yang tidak mengerti sifat pria itu yang mudah berubah ia sangat waspada dengan gerak-geriknya. tentu saja dirinya yang bagaikan tinggal di sarang serigala membuatnya agak ketakutan.

Pagi itu Angelina sama sekali tidak bisa menelan makanan yang ada di depan matanya.

"Apa kau tidak suka dengan makanannya?" tanya Aaron yang tanpa menoleh ke arah gadis itu.

Angelina mengeleng kepalanya, dan memaksakan melahap makanan itu. setiap ia melihat pria itu ia menjadi trauma karena sering mendapatkan perlakuan buruk.

"Sabar saja untuk sementara ini, setelah itu kau akan berkumpul dengan keluargamu," ujar Aaron.

"Aku adalah seorang pria yang menepati janji, apa yang ku katakan aku tidak akan mengingkarnya," kata Aaron yang meneguk minuman.

Angelina kemudian memberanikan dirinya menunjuk ke arah handphone milik Aaron yang ada di meja makan itu.

"Kenapa, kau ingin menghubungi mereka?" tanya Aaron.

Angelina mengeleng kepalanya dan menunjuk dengan tangan bahwa ia menulis sesuatu.

Aaron kemudian memberikan handphonenya kepada gadis itu, dan Angelina pun mengetik sesuatu yang ingin dia sampaikan kepada pria itu.

"Aku tidak mengerti kenapa tunawicara bisa menulis dengan lancar," ujar Aaron.

Setelah selesai mengetik ia menunjukan kepada Aaron.

"Jangan serahkan aku kepada keluargaku, tolong antar aku ke tempat lain saja, asal jangan ke rumah keluargaku atau rumah keluarga Jordan," ucap Aaron yang sedang membaca ketikan gadis itu.

"Kau tidak ingin pulang?" tanya Aaron dan Angelina pun mengangguk.

"Mengenai hal ini aku tidak bisa ikuti permintaanmu, aku sudah mengatakan pada mereka, setelah Jordan datang aku akan mengirimmu pulang ke depan pintu mereka," ucap Aaron.

Angelina menjadi lesu karena dirinya akan kembali ke rumah itu lagi, sebuah tempat yang penuh penderitaan dan tidak ada kebahagiaan.

"Seharusnya dia gembira bisa pulang ke sana, akan tetapi dia malah menolak," batin Aaron.

Angelina langsung berlutut di depan pria itu yang sedang makan sarapannya dengan harapan bisa mendapat persetujuan dari pria itu.

Aaron yang melihat reaksi gadis itu ia menjadi penasaran, akan tetapi dia tidak akan bertanya sebabnya. karena dirinya tidak suka ikut campur dengan urusan orang lain.

Angelina berusaha meminta Aaron untuk menyetujui permintaannya, dan dia mengetik sesuatu dan ditunjukan kepada pria itu.

"Aku mohon padamu, tinggalkan saja aku di tempat lain asal jangan di rumahku!" pinta Angelina.

Setelah membaca tulisan gadis itu, Aaron yang menatap mata gadis itu yang mengeluarkan air mata. Aaron merasa iba saat melihat mata gadis itu yang penuh dengan kesedihan.

"Berdirilah! saat aku sedang makan aku tidak suka diganggu," kata Aaron yang melanjutkan sarapannya.

Angelina merasa sangat putus asa karena permintaannya tidak kabulkan. gadis itu hanya bisa pasrah dan bangkit dengan wajah lesu dan meninggalkan ruang makan. ia kembai ke kamarnya dan duduk di ujung kasur sambil merenung apa yang akan terjadi ketika ia kembali ke rumah itu.

"Pulang ke sana aku pasti disiksa karena diculik, mereka bukan khawatir tapi akan menyalahkanku sebagai penyebab gagalnya pernikahan ini dan membuat mereka malu," batin Angelina.

"Apa yang harus aku lakukan? aku tidak ingin menjadi bisu selamanya, tapi aku tidak bisa mengobatinya karena aku tidak ada uang. papaku yang bejat itu pasti akan mencari kesempatan lagi untuk mendekatiku. dia sangat menakutkan. aku lebih rela dibunuh dari pada tinggal di sana," batin Angelina.

Flash Back One.

Saat Angelina berusia 17 tahun.

Di suatu hari Angelina yang kembali ke kediamannya sambil membawa belanjaan dan menuju ke dapur. saat itu ia ingin membawakan kue yang dia beli ke ruangan pribadi milik ayahnya. kebetulan Monaliza dan juga Angela sedang berada di sana.

Klek.

"Pa, Ma, aku ada membeli kue untuk kalian, silakan dimakan!" ucap Angelina yang melangkah masuk ke dalam ruangan itu.

Plak...

Tamparan keras yang dilakukan oleh Alex terhadap putri bungsunya.

"Aaarrggh...," jeritan Angelina yang kesakitan.

"Apa kau buta...Ha? dan tidak melihat kami sedang berunding sesuatu?" bentak Alex dengan nada kesal.

Alex melempar piring yang diisi kue ke wajah Angelina, sehingga menyebabkan luka dibagian dahinya.

"Aarrghh...," rintihan Angelina yang kesakitan karena dahinya yang mengeluarkan darah.

"Kau selalu saja membuat papa marah, apakah kau tidak bisa melihat dengan matamu bahwa kami sedang sibuk," bentak Angela.

"Monaliza, Angela, kalian keluar dulu!" titah Alex yang menatap Angelina dengan tatapan kejam.

"Mari kita keluar dulu!" ajak Monaliza pada putri pertamanya.

Alex menghampiri Angelina yang terluka pada bagian dahinya, gadis itu ketakutan dan memundurkan langkahnya.

"Angelina Hamilton, asal kau tahu kau hanya anak yang kami pungut di tepi jalan, dan kau jangan menganggap bahwa dirimu adalah putri di sini. aku bisa melakukan apa saja terhadap dirimu," ketus Alex yang melepaskan tali pinggangnya.

"Pa, maafkan aku! aku tidak sengaja, aku hanya ingin membawakan makanan untuk kalian," ucap Angelina yang ketakutan saat melihat ayahnya itu tersenyum jahat dan membuka kancing bajunya.

"Tidak ingin aku marah padamu? tanggalkan celanamu sekarang juga, asalkan kau patuh dan tidak memberitahu mamamu maka kau bisa hidup nyaman di sini," kata Alex.

"Tidak, aku tidak mau, Pa!" ujar Angelina yang ingin keluar dari ruangan itu akan tetapi tubuhnya diangkat oleh pria bejat itu dan kemudian membanting ke lantai.

Brugh...

"Aarrggh...," jeritan Angelina yang tergeletak kesakitan.

"Aku yang membesarkanmu, tentu aku yang berhak mendapatkan kesucianmu," ketus Alex yang membuka sleting celananya. pria itu mengeluarkan senjatanya yang telah menegang.

Angelina yang melihat senjata pria itu, ia semakin ketakutan dan ingin bangkit. akan tetapi seluruh tubuhnya sangat kesakitan dan tidak sanggup untuk bergerak.

"Pa, jangan melakukan itu! aku mohon!" tangisan Angelina.

Alex yang sangat bernaf.su pada tubuh gadis itu ia pun mulai ingin melepaskan celana putrinya.

"Jangan...tidak...," teriak Angelina yang ketakutan. ia berusaha bangkit dan meraih sesuatu yang ada di meja kerja Alex. tangannya mendapat sebuah pulpen. kemudian dirinya di dorong ke lantai oleh pria bejat itu yang sangat ingin menyetubuhi putri yang dia adopsi itu.

"Pa, aku tidak mau, aku mohon padamu. lepaskan aku!" tangisan Angelina.

Alex mencium leher putrinya dan ingin memasukan tangannya ke dalam celananya putrinya.

Angelina yang tidak rela melayani pria bejat itu, ia menikam punggung Alex dengan pulpen.

Srek...

"Aarrggh...," teriakan Alex yang kesakitan. pria itu langsung bangkit dan ingin mencabut pulpen itu akan tetapi tangannya tidak kesampaian.

"Alex, ada apa denganmu...," teriak Monaliza yang dari luar.

Alex yang mendengar suara teriakan istrinya ia langsung memasukan senjatanya ke dalam celana dan membetulkan pakaiannya. tentu saja dia tidak ingin diketahui oleh istrinya bahwa ia tertarik pada tubuh putri angkatnya.

"Aku harus membuatnya diam!" ucap Alex yang mengambil sesuatu di dalam lacinya. tidak lama kemudian Monaliza dan Angela melangkah masuk ke dalam ruangan itu.

"Pa, ada apa?" tanya Angela yang melihat ayahnya memegang sebotol cairan.

"Alex, kenapa ada pulpen yang menancap punggungmu?" tanya Monaliza dengan khawatir.

"Aku hanya memarahinya beberapa kata dan dia menikamku," jawab Alex.

"Kurang ajar, anak tidak tahu diuntung, sudah beruntung kami membawamu pulang dari tepi jalan, dan sekarang kau malah bisa melawan dan ingin membunuh orang yang membawamu pulang," bentak Monaliza yang menampar waah Angelina berulang kali.

Plak...

Plak...

Plak...

"Ma, papa yang kurang ajar padaku, dia ingin...," ucap Angelina yang terhenti karena tamparan keras dari Alex yang mengenai wajahnya. pria itu sengaja ingin menghentikan apa yang dikatakan oleh putri angkatnya.

Plak...

"Aarrghhh...," jeritan Angelina yang wajahnya kesakitan.