Mengubah Takdir Istri Yang Teraniaya

Kinara dan kenantra melangkah bersama menuju ke mobil yang akan membawa mereka ke vila tempat acara pesta ulang tahun nyonya Sesilia di adakan. Namun kinara sedang berpikir kembali tentang apa yang terjadi beberapa menit yang lalu, mengingat bagaimana jempol Kenantra dengan lembut mengusap bibirnya. Rasa hangat menjalar ke seluruh tubuhnya, membuat ia merasa gugup dan canggung di sisi laki-laki itu.

"Berhenti melamun! "

Kinara tersentak mendengar suara kenantra yang terdengar sedikit ketus. Ia langsung mengarahkan pandangannya ke depan, berusaha mengalihkan perhatian dari semua perasaan aneh yang muncul. "Aku tidak melamun, " elaknya. "Hanya ... "

"Hanya apa?" kenantra menoleh dengan ekspresi datar, namun tampaknya dia menanti apa yang akan di katakan gadis itu.

"Hanya merenungkan beberapa hal yang tidak penting, " ucap Kinara melanjutkan ucapannya dengan nada yang sedikit defensif.

Kenantra mendengkus, "yah jika kau melamun karena mempertimbangkan penampilan mu, maka itu hanya akan membuang waktu. Lebih baik fokus pada apa yang ada di depan mu. "

Kinara melirik nya dengan dagu terangkat. "Kau selalu saja bisa mengkritik orang lain ya? kenapa tidak sedikit memuji? bukankah itu akan membuat hari seseorang jadi lebih baik? "

Kenantra hanya terdiam sejenak, seolah mempertimbangkan kata- kata kinara. "Mungkin... tapi aku lebih suka bilang yang sebenarnya. Pujian itu bisa bikin orang terlena lalu besar kepala, dan kita bisa kehilangan fokus karena nya. "

Mendengar alasan tersebut membuat kinara menggigit bibir, menahan tawa. "Kau memang aneh ya. "

Kenantra hanya melirik nya sekilas, lantas geleng-geleng kepala. Di dalam mobil tak ada percakapan yang berarti dari dua sejoli itu, Kinara lebih memilih untuk melihat ke arah jendela sedangkan kenantra duduk tenang dengan melipat kedua tangan di depan dada. Sang supir pun hanya diam dan mulai menyalakan musik untuk mengisi kekosongan yang ada.

Kenantra membuka ponselnya, mengecek beberapa pekerjaan yang belum rampung. Tipe pria yang gila kerja--- itulah dirinya, tak pernah melewatkan soal pekerjaannya meski di manapun itu. Lalu tiba-tiba ada sebuah pesan masuk yang di kirim dari nomor yang tidak terdaftar di kontaknya, saat kenantra membukanya sontak mata elangnya membeliak tajam.

(Dia sudah kembali. Jangan lupakan apa yang ku suruh).

Kenantra tanpa sadar meremat benda pipih itu kuat- kuat, darahnya seketika mendidih, ia tahu apa maksud dari pesan itu dan siapa yang mengirimkannya.

ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ

Ketika mereka sampai di vila, suasananya sudah ramai. Lampu- lampu berkilau menghiasi halaman, sementara suara tawa dan musik mengiringi langkah mereka. Kinara merasakan getar di hatinya, di depan pintu, mereka langsung di sambut dengan pelukan hangat nyonya Sesilia.

"Oh, kinara cucu kesayangan oma sudah datang! " seru nyonya sesilia dengan netra berbinar. Dia mengenakan gaun cerah dan terlihat bersemangat.

Kepada kenantra dia malah berkacak pinggang dengan tatapan tajam mengarah ke cucu laki-laki nya itu. "Anak bandel, apa kamu tidak merindukan oma?"

Kenantra malah menarik sudut bibir, kecil. "Tentu saja oma. Tapi kan oma lebih dulu memeluk nya, aku harus apa?" katanya sambil melirik ke arah kinara.

"Ck, banyak alasan kamu ini." Nyonya sesilia lantas memberikan pelukan hangat sambil mengusap kepala kenantra. Ia jadi berpikir sejak kapan cucu cueknya ini mulai bisa tersenyum lepas seperti tadi?

"Kinara katakan apa suami mu membuat mu kesusahan? " tanya nyonya sesilia setelah melerai pelukan.

Kinara menggeleng. "tidak oma, justru kinara meminta maaf karena datang terlambat itu semua karena kenantra yang---"

"Kena macet bukan? "potong kenantra dengan santai, melirik kinara yang membuang pandangannya sebal.

" Ya, sesuatu yang seperti itu, " balas kinara, seraya mengedipkan mata ke arah nyonya sesilia.

Ketika mereka masuk ke dalam vila dan menjumpai tamu- tamu yang lainnya, Kinara merasa riang dan mulai menikmati pesta itu, Namun saat matanya berbenturan dengan pandangan Claudia, yang sedang berdiri dengan anggun di salah satu pojok ruangan, matanya langsung menyipit tajam. Wanita itu mengenakan gaun kurang bahan yang sangat jelas mengekspos buah dadanya, senyum memikat menghiasi wajahnya. Kinara bisa merasakan ketegangan yang menggantung di udara.

"Kenantra!" wanita itu langsung menghampiri setelah memanggil nama pria di samping nya.

Si pria yang sedang sibuk menyapa beberapa kolega bisnisnya yang juga datang, kontan menoleh. "Kau? " kejutnya. "Kenapa bisa kau ada di sini? " Setahu kenan, neneknya pernah berkata untuk tidak akan mengundang Claudia lagi ke acara ulang tahunnya karena sifat wanita itu yang menjengkelkan.

"Tentu saja aku ikut dengan orang tua ku yang di undang. Kenapa? kau kaget aku bisa ada di sini lagi setelah kekacauan yang terjadi tahun kemarin?"

Kenantra hanya membuang napas kasar, dengan wajah yang tetap konsisten tanpa ekspresi. "Jangan mengacau lagi kali ini Claudia! "

"Ya tentu saja tidak." sahut Claudia cepat. "Tapi aku sangat kecewa kenapa kau malah mengajak si gembel ini? tadinya aku ingin mengajak mu untuk berangkat bersama. "

Mendengar nya membuat aliran darah kinara langsung berpacu cepat. "Siapa yang kau sebut gembel? " wajahnya dengan cepat berubah keras.

"Ya tentu saja dirimu. Memang siapa lagi? " Claudia menyahut angkuh.

"Setahuku tidak ada gembel yang bisa masuk ke pesta ini. Dan yang sekarang ada di hadapan mu ini adalah nyonya Kenantra chakra winata! " Kinara membalasnya dengan begitu elegan, kepercayaan dirinya membuat nya langsung menjadi pusat perhatian.

Claudia sontak menggeram kesal. "Jangan sombong! kau menikah dengan kenantra saja hanya karena sebuah kontrak, dasar gadis kampung! "

Kinara justru tersenyum miring. "Benarkah? kau lebih tau tentang rumah tangga kami di banding dengan ku atau kenantra sendiri. " sarkasnya.

Claudia berdecak culas. "Memang kenyataan nya seperti itu, semua orang di sini juga tau! "

"Oh." kinara malah manggut- manggut, menanggapi ucapan wanita itu seperti sebuah candaan.

"Oma." ia kemudian memanggil nyonya sesilia.

"Apa benar yang di katakan dia, jika aku dan menikah hanya karena sebuah kontrak? "

Nyonya sesilia tersenyum, tak bisa menahan rasa bangga nya. "Tidak, sayang. Kamu dan kenantra menikah sah secara hukum dan agama. "

Kinara kembali tersenyum miring. "Dengar? sudah puas dengan jawaban yang di berikan oma ku! "

Claudia mengepalkan tangannya, rasa malu dan geram bercampur menjadi satu apalagi saat orang- orang mulai menyoraki nama kinara dan mendukung gadis itu untuk menyerangnya.

"Awas kau Kinara, akan ku beri pelajaran padamu!" ia kemudian melenggang pergi yang langsung mendapatkan sorakan dari tamu yang lain.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"Sayang, tadi kamu sangat keren saat melawan Claudia tadi, wanita seperti dia memang harus di beri pelajaran seperti itu!" nyonya sesilia dengan berapi-api.

Kinara tersenyum tipis. "aku hanya membela kehormatan ku, oma. "

Nyonya sesilia tersenyum tulus. "Apapun itu, oma bangga padamu. Sekarang kau sudah punya keberanian untuk melawan mereka yang menindas mu, " ucapnya sambil mengusap rambut Kinara.

Kinara tersenyum getir.

"Itu karena aku bukan Kinara wijaya yang asli. "

Sekonyong-konyong Kenantra datang dari arah belakang, tangan pria itu masih setia terlipat di depan dada.

"Meski tidak heran lagi dengan perubahan sikap mu tapi aku masih terkejut dan takjub atas setiap aksi mu, " kata kenantra di bubuhi senyum miring yang menjadi ciri khasnya.

Kinara mengembangkan senyum. "Ku anggap itu pujian. "

Kenantra mendengkus geli.

"Nyonya kenantra chakra wijaya. Kau cukup percaya diri tadi saat memakai nama itu. "

Entah perasaan kinara saja atau bagaimana, ia melihat ada semburat merah di wajah kenantra setelah dia mengatakan itu.

"Ya anggap saja kali ini aku menggunakan status ku dengan baik. " beber Kinara memberi alasan.

"Ya, itu cukup baik. "

Hening sejenak dengan hanya mereka yang saling mengunci tatapan, sebelum akhirnya nyonya sesilia datang membuyarkan suasana itu. "Kinara, kenantra, acara akan di mulai. "

"Baik oma!"

*

*

*

Bersambung