mampir mampir mampir
“Mari kita berpisah,”
“Mas rasa pernikahan kita sudah tidak bisa di pertahankan, mungkin ini memang salah mas karena terlalu berekspektasi tinggi dalam pernikahan ini.” Lirih Aaron sambil menyerahkan sesuatu dari sakunya.
Zevanya melakukan kesalahan yang amat fatal, yang mana membuat sang suami memilih untuk melepasnya.
Namun, siapa sangka. Setelah sang suami memutuskan untuk berpisah, Zevanya di nyatakan hamil. Namun, terlambat. Suaminya sudah pergi dan tak lagi kembali.
Bagaimana kisahnya? jadikah mereka bercerai? atau justru kembali rujuk?
Baca yuk baca!!
Ingat! cerita hanya karangan author, fiktif. Cerita yang di buat, bukan kenyataan!!
Bijaklah dalam membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemarahan Aaron
Zeva sibuk mengurus Marsha, anak itu baru saja mandi. Infusnya sudah di lepas, kini bocah menggemaskan itu bisa bergerak bebas.
"Bunda! bunda!" Panggil Marsha.
"Ya sayang." Sahut Zeva, dia masih sibuk menguncir rambut Marsha.
"Malcha anak bunda?" Tanya Marsha.
"Iya, memangnya anak siapa lagi?" Bingung Zeva.
"Telus, ayahna Malcha mana?" Tanya kembali Marsha.
Zeva menghela nafas pelan, dia belum selesai menguncir rambut putrinya. Namun, pertanyaan Marsha sudah membuat Zeva lelah.
"Orang yang kamu panggil daddy." Jawab Zeva.
Marsha mengerutkan keningnya, dia tengah berpikir keras saat ini.
"Itu kan daddy, bukan ayah," ujar Marsha.
Zeva selesai menguncir rambut putrinya, laku dia menyisir poni Marsha agar rapih.
"Kalau Marsha mau panggilnya ayah juga gak papa," ujar Zeva.
"Malcha mau puna ayah," ujar Marsha.
"Kan ada daddy sayang." Greget Zeva.
"Itu daddy bukan ayah."
Zeva mengatur nafasnya, saat ini dia tengah datang bulan. Moodnya sedang naik turun, sebenarnya ... apa yang di mau oleh sang putri.
"Terus bunda harus apa? harus Carikan Marsha ayah lain hm? nanti daddy marah dengan Marsha," ujar Zeva mencubit gemas dagu putrinya.
Marsha terkikik geli, dia menatap Zeva yang merapihkan peralatan habis mandinya.
Sementara Ayla, Raihan tengah mengantarnya ke bandung untuk mengurus ijazahnya yang sempat tertunda akibat kecelakaan. Mungkin malam atau besok, mereka sudah pulang.
Tok!
Tok!
Tok!
Zeva dan Marsha menatap ke arah pintu, lalu keduanya saling pandang.
"Daddy cudah datang gunda?!" Pekik MArsha.
"Bunda enggak tahu, coba bunda liat sebentar yah." Pamit Zeva.
Zeva beranjak menuju pintu, lalu dia membukanya. Setelah melihat siapa yang datang, tubuh Zeva menegang kaku.
"Nyonya." Lirih Zeva.
"Mana Aaron?" Tanya Laras dengan ketus.
Zeva meneguk ludahnya kasar, mana suaminya sudah pergi. Zeva malas berdebat, dirinya berharap mertuanya akan segera pulang.
"Mas Aaron bukannya pulang ke rumah?"
Laras tak lagi bertanya, dia menepis tubuh Zeva yang menghalangi dirinya masuk. Zeva terdorong bahkan nyaris terjatuh, dia menatap tak percaya ibu suaminya yang kasar padanya.
Tatakan Laras terjatuh pada sosok bocah yang sedang berjongkok di samping brankar sambil melihat sesuatu.
"Dia ...,"
"Dia Marsha, anak saya." Zeva menjawab pertanyaan Laras.
Laras mengangguk, dia datang menghampiri Marsha.
"EKHEM!"
Laras berdehem agar Marsha menatapnya, akan tetapi sepertinya bocah itu tengah serius menatap sesuatu.
"EKHEM!!" Dehem Laras kembali.
"Cyuutt!! janan belicik, nanti cemutna nda jadi makan."
Seketika Laras melototkan matanya, tatapannya beralih menatap Zeva yang meringis mendengar perintah sang putri.
"Marsha, sapa nenek sebentar sayang." Bujuk Zeva sembari menarik putrinya bangun.
Marsha menurut, dia mendongak menatap Laras yang masih terlihat asing baginya.
"Halo nenek."
Degh!!
Laras terpaku saat melihat wajah Marsha, dia kembali teringat saat putranya masih kecil.
"Matanya, hidung nya, bibirnya, semuanya jiplakan Aaron. Hanya kulitnya saja dia yang mengikuti Zeva." Batin LAras.
"Halo nenek, Malcha dali tadi halo nenek loh!" Seru Marsha menyadarkan lamunan Laras.
Laras berdehem, laku dia sedikit menurunkan tubuhnya agar bisa lebih dekat dengan Marsha.
"Siapa namamu hm," tanya Laras dengan lembut.
Jujur, Zeva terkejut dengan sambutan Laras untuk putrinya. Karena Zeva pikir, Laras akan menatap sinis ke arah Marsha.
"Malcha,"
"Malcha?" Ulang Laras.
Melihat kebingungan mertuanya, Zeva langsung menjelaskan.
"Namanya Marsha nyonya, putriku belum lancar mengucap R," ujar Zeva.
"Ooh,"
Laras kembali menegakkan tubuhnya, dia kembali menatap Zeva dengan serius.
"Boleh saya bicara dengan kamu?" Linta Laras.
Dengan anggukan pelan, Zeva menyetujuinya. Dia membawa LAras duduk di sofa, sementara Marsha di biarkan bermain di atas brankarnya.
"Kapan perceraian kalian kembali di lanjutkan ?"
Deghh!!
Pertanyaan Laras membuat Zeva tidak tahu harus menjawab apa, dia sendiri bingung dengan keputusan Aaron. Bagaimana dia menjelaskannya pada ibu dari suaminya.
Di saat Zeva sedang berpikir, Laras malah menjatuhkan tubuhnya di lantai. Seketika Zeva kaget melihat mertuanya yang terduduk di bawah.
"Nyonya, jangan seperti ini!" Pekik Zeva yang turut ikut duduk di bawah.
Laras menangkupkan tangannya. "Zeva, jika kamu mencintai putraku, tolong tinggalkan dia. Keluarga kami sidah menjodohkannya dengan anak sahabat kami. Banyak orang yang sudah tahu tentang pernikahan mereka, keluarga kami akan malu apabila mau membatalkannya."
Air mata Zeva luruh, sakit rasanya ketika mertuanya sendiri menyerahkan suaminya untuk menikah lagi.
"Saya tidak bermaksud jahat sama kamu, hanya saja saya kerasa kecewa. Perselingkuhan kamu membuat Aaron menjadi pemarah. Sebagai seorang ibu, saya hanya ingin yang terbaik buat putra saya. Sofia, dia wanita yang baik. Aaron pasti akan bahagia nikah sama dia. Saya mohon Zeva, jangan sulitkan kami,"
Zeva terdiam, dia orang yang mudah luluh. Melihat Laras yang menangis dan sampai memohon di hadapannya, Zeva menjadi tak tega.
"Nyonya, saya ...."
Cklek!
Brak!!
"MAMAH!!"
Keduanya terkejut dan sontak menatap ke arah pintu, di lihatnya Aaron berdiri di sana sambil menatap marah ke arah mereka berdua.
Sama haknya dengan Marsha, tubuhnya mendadak kaku. Pertama kalinya dia melihat wajah Aaron yang sangat menyeramkan. Mata pria itu memerah, alisnya menukik tajam. Dan tangannya terkepal erat di sisi tubuhnya.
"Daddy." Lirih Marsha.
Laras dan Zeva segera bangkit berdiri, keduanya menatap takut Aaron yang berjalan menghampirinya.
"Mamah kenapa disini?!" Sentak Aaron.
"Ma-mamah ... mamah disini hanya ingin jenguk putrimu saja, iya!" Jawab Karas.
"Mamah ingin menyuruh Zeva pergi? iya? mamah ingin menjauhkanku dengan istriku? KATAKAN!!"
"Mas!" Zeva menegur suaminya, karena dirinya merasa Aaron sudah berani membentak sang ibu.
"Kamu ... diam!" Titah Aaron menatap tajam ke arah sang istri.
Zeva mengunci mulutnya rapat-rapat, kemarahan suaminya adakah hal yang dia takutkan. Terkahir kali, Aaron hampir memukulinya, bisa jadi Aaron bertindak sama pada Laras.
"A-aron, mamah hanya ingin yang terbaik untukmu nak." Bujuk Laras sambil memegang lengan sang putra.
Aaron menepis tangan Laras, tangannya beralih memegang pinggangnya. Tatapannya tidak melunak sedikitpun, bahkan amarahnya semakin menggebu.
"Mamah gak berhak mencampuri urusan rumah tangga Aaron! mau Aaron cerai atau tidak, mamah gak berhak!"
Hati Laras sangat sakit ketika putranya membentak dirinya, ini pertama kalinya Aaron berani membentaknya.
"Aaron, Sofia itu wanita baik. Mamah yakin, dia akan bisa bahagian kamu. Zeva sudah berselingkuh, tidak menutup kemungkinan dia kembali menyelingkuhi kamu." Tentang Karas.
Bukannya membuat Aaron luruh, Laras malah membuat Aaron bertambah marah. Tangan Aaron terangkat, melihat tanda bahaya. Zeva segera memegang tanga suaminya.
"Kendalikan dirimu, dia ibumu!! sadar mas!!" Pekik Zeva.
Nafas Aaron terdengar memburu, sepertinya anger issue nya kembali kambuh.
"Kamu mau pukul mamah Aaron?! kamu berani pukul mamah hah?! MAU JADI ANAK DURH4KA KAMU?!!!"
"Nyonya, sabar. Mas Aaron gak bermaksud ...." Saat Zeva ingin mengusap bahu Laras, wanita paruh baya itu menepisnya.
"Ini semua gara-gara kamu! putra saya jadi berani pada saya karena kamu!!" Marah Karas.
"MAH!!" Teriak Aaron.
"APA?! DIA SUDAH SELINGKUHIN KAMU! SIAPA YANG BANTU KAMU BANGKIT SETELAH ITU HAH?! MAMAH! MAMAH YANG ADA DI SAAT KAMU TERPURUK KARENA WANITA INI!" Seru LAras menepuk d4danya, air matanya mengalir menatap lekat mata sang putra.
"Bisa saja istrimu memanfaatkan mu Aaron! dia hanya memanfaatkan kan mu! Sekali dia berselingkuh, pasti akan ada lain kali!"
"Seperti mamah?"
Degh!!
Laras lupa akan hal itu, dia lupa bahwa dirinya lah yang membuat Aaron seperti sekarang ini. Putranya mengungkit kejadian masa laku, tentang kejahatannya pada sang putra.
"Kenapa mamah bisa mendapat kesempatan sementara istriku tidak?" Tanya Aaron dengan nafas memburu.
"JAWAB MAH!! KENAPA ISTRIKU TIDAK BISA MENERIMA MAAFKU! SEMENTARA DENGAN LAPANG AKU MEMAAFKANMU!" Sentak Aaron dengan mata memerah menahan air mata yang menggenang di pelupuk katanya.
Zeva menatap Laras yang menangis, dia tak mengerti dengan maksud perkataan sang suami.
"Penderitaanku, selama belasan tahun. menderita. Ayahku menderita, tapi dengan lapang aku memaafkanmu." Suara Aaron pun merendah.
"Aaron ... Aaron hanya tidak mau putri Aaron senasib dengan Aaron. Dia harus tumbuh di keluarga yang lengkap." Lanjut Aaron.
Mendengar Aaron menyebut putri, Zeva baru ingat akan Marsha.
"Marsha." Gumam Zeva.
Deghh!!
Aaron baru ingat, dia menoleh pada brankar. Di sama, putrinya duduk sembari menutup telinganya. Tatapan putrinya terlihat sangat ketakutan.
"Marsha." Lirih Aaron.