Firman selama ini berhasil membuat Kalila, istrinya seperti orang bodoh yang mau saja dijadikan babu dan tunduk akan apapun yang diperintahkan olehnya.
Hingga suatu hari, pengkhianatan Firman terungkap dan membuat Kalila menjadi sosok yang benar-benar tak bisa Firman kenali.
Perempuan itu tak hanya mengejutkan Firman. Kalila juga membuat Firman beserta selingkuhan dan keluarganya benar-benar hancur tak bersisa.
Saat istri tak lagi menjadi bodoh, akankah Firman akhirnya sadar akan kesalahannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menginginkan Kalila
"Vi, ke sini!" panggil Firman begitu sampai di toko.
Pegawai wanita yang ia panggil tampak tersenyum senang. Kemudian, perempuan itu mengekor dibelakang Firman sambil merapikan rambutnya yang dibiarkan tergerai.
"Ada apa, Pak?" tanya Vivi. Dia dan Firman sudah sampai didalam ruangan pria itu.
"Tutup pintunya!" titah Firman. Dan, dengan senang hati Vivi segera melakukannya.
"Sudah, Pak."
"Sekarang, kemari! Saya lagi butuh kamu."
Vivi yang sudah sangat paham dengan permintaan Firman langsung melakukan tugasnya. Diciumnya bibir pria itu dengan posesif. Berusaha memberi kepuasan pribadi kepada pria yang tak segan-segan memberi banyak uang jika pelayanan Vivi benar-benar maksimal.
Adegan berlanjut semakin liar dan panas. Vivi dengan lihai mulai melucuti pakaian Firman lalu beralih membuka pakaiannya sendiri.
"Kamu memang yang terbaik, Vi!" puji Firman puas. Dia tersenyum senang ketika Vivi terus bergerak liar diatas tubuhnya tanpa terlihat lelah.
"Antara Vivi dan kedua istri Bapak, mana yang lebih hebat?"
"Kamu," jawab Firman dengan napas tersengal-sengal.
Brak!!
Suara pintu yang dipukul dengan keras sontak mengagetkan dua manusia yang sedang melakukan dosa besar itu.
"Pak, itu siapa?" tanya Vivi.
Belum sempat Firman menjawab, pintu kembali dipukul dengan suara yang semakin keras. Reflek, burung perkutut Firman yang semula berdiri tegak dengan gagah langsung berubah loyo.
"Firman!! Buka pintunya! Kamu pasti ada didalam, kan? Keluar atau saya dobrak pintunya!"
Glek!
Firman menelan ludahnya panik. Buru-buru, dia mendorong Vivi agar menyingkir dari atas tubuhnya hingga wanita itu harus jatuh terjengkang di lantai.
"Sakit, Pak," keluh Vivi sambil memegang bokongnya yang terasa sakit.
"Pakai pakaian kamu, Vi! Cepat! Ada Pak Glen!" titah Firman kepada perempuan yang masih belum mengenakan apa-apa itu.
Vivi mengangguk patuh. Buru-buru, ia memunguti pakaiannya kembali dan mengenakannya secara asal. Bahkan, rok dan blouse yang ia pakai tampak terbalik.
Brak!
Lagi, pintu itu mencoba didobrak dari arah luar. Firman pun segera membuka pintu sebelum pintunya benar-benar dirusak oleh anak buah Glen.
"Pak Glen!" sapa Firman dengan napas yang masih terengah-engah.
Glen menatap Firman dari atas ke bawah. Penampilan Firman benar-benar kacau. Kancing kemejanya bahkan belum dipasang. Belum lagi, resleting celananya juga belum dinaikkan.
"Pantas kamu lama sekali, Firman! Ternyata lagi 'main', ya?" Glen tersenyum mencibir kemudian masuk ke dalam ruangan Firman dan langsung duduk di kursi kerja milik Firman.
"Kenapa tidak duduk di sofa saja, Pak?" tanya Firman.
"Duduk di sofa yang mana? Yang itu?" Tangan Glen menunjuk ke arah sofa yang tadi digunakan Firman dan Vivi bermain.
"Disana ada bekas kamu. Saya jijik!" Glen bergidik ngeri. "Usir perempuan itu pergi! Saya mual mencium baunya. Amis sekali."
Firman langsung memberi kode kepada Vivi supaya lekas pergi. Perempuan itu pun berlari dengan cepat meninggalkan ruangan Firman dengan perasaan malu yang luar biasa.
"Sekarang, dimana uangku?" tanya Glen setelah Vivi berlalu.
"Ada. Tentu saja ada," jawab Firman. Gegas, dia memberi uang dua ratus juta untuk Glen yang kemarin sempat ia simpan didalam brangkasnya.
Glen pun balas tersenyum. Ia senang uangnya kembali. Diciumnya uang-uang itu sebelum meminta anak buahnya untuk menghitung jumlahnya dengan teliti.
"Utuh, Bos! Jumlahnya tepat dua ratus juta," lapor salah satu anak buah Glen begitu selesai menghitung uang milik sang atasan.
"Terima kasih atas kerjasamanya, Firman! Ternyata, kamu tidak berbohong!"
"Tentu saja, saya orang yang bisa dipercaya, Pak Glen!" ujar Firman memuji dirinya sendiri sambil tertawa cengengesan.
Apakah Glen merasa kagum atas tindakan pamer Firman!? Jelas tidak. Ia bahkan tidak peduli sama sekali dengan ucapan narsis Firman itu.
"Karena kita sudah tidak ada urusan apa-apa lagi, maka saya pergi dulu!" pamit Glen kemudian.
"Tunggu, Pak Glen!" tahan Firman.
"Kenapa?"
"Sa-saya mau pinjam uang. Apa boleh?" tanya Firman hati-hati.
"Pinjam uang?" Glen menatap Firman.
"I-iya, Pak," angguk Firman kemudian.
"Boleh saja. Tapi, saya butuh jaminan."
"Bagaimana kalau sertifikat toko saya ini saja yang jadi jaminannya?" tanya Firman pada pria licik dan jahat itu.
"Boleh. Memangnya, berapa yang mau kamu pinjam?"
"Lima ratus juta."
"Lima ratus juta bukan jumlah yang sedikit, Firman."
"Saya tahu. Tapi, saya benar-benar lagi butuh."
"Saya bisa saja meminjam uang sebanyak itu untuk kamu. Tapi, sertifikat toko ini saja belum cukup. Saya juga menginginkan BPKB mobil milik kamu sebagai jaminan."
"Baik, Pak Glen! Saya sepakat!" kata Firman bersemangat.
"Oke, Bunga tiga puluh persen dan wajib dilunasi dalam jangka waktu enam bulan."
Ya, Glen memang memiliki usaha lain yaitu menjadi seorang rentenir. Meski ia merupakan seorang pejabat pemerintahan, namun pria itu tetap berani menjalankan bisnis ilegal demi menambah pundi-pundi kekayaannya.
Toh, selama ini dia merasa aman-aman saja. Citranya tetap baik didalam instansi maupun di mata masyarakat meski usaha sampingannya memiliki resiko tinggi untuk membuatnya hancur dan jatuh.
"Pak Glen, kita kan sudah kenal lama. Saya juga sudah sangat sering membantu Pak Glen selama ini. Jadi, apa bisa saya meminta keringanan bunga sedikit saja?"
"Oke. Saya bisa kasih kamu bunga dua puluh lima persen saja."
"Yang benar, Pak?"
"Tapi, ada syaratnya!"
"Hah? Syarat lagi?" Tampang Firman terlihat mulai keruh. Apa Glen ingin meminta sertifikat lagi?
"Kemarin, saya melihat ada perempuan cantik yang keluar dari rumah kamu."
Firasat Firman mulai tak enak. Perempuan cantik? Apakah istri mudanya yang dimaksud oleh Glen?
"Siapa, Pak?" tanya Firman.
"Anak buah saya sempat mengambil fotonya kemarin. Ini dia," kata Glen sembari memperlihatkan foto seorang perempuan kepada Firman.
Uhuk!
Mendadak Firman tersedak ludahnya sendiri. Perempuan yang satu itu tak pernah terbersit dalam pikiran Firman.
"Kalila?" pekik Firman tanpa sadar.
"Oh, namanya Kalila? Nama yang bagus. Sebagus bodi orangnya. Tampangnya juga sangat menawan. Saya ingin tidur dengan dia, Firman. Dua malam saja."
Tubuh Firman seketika membeku. Bagaimana mungkin, dia merelakan istrinya sendiri disentuh oleh pria lain? Sungguh, Firman tak rela. Namun, saat ini dirinya juga tak punya solusi yang lain.
Uang hasil penjualan toko kemarin sudah sangat menipis. Selain untuk mengganti uang milik Glen, uang itu juga Firman gunakan untuk membayar biaya perawatan sang Ibu di rumah sakit yang tidaklah sedikit.
Padahal, Firman masih harus memutar otak untuk mencari pemasok yang baru untuk tokonya. Tentu saja, dia memerlukan dana yang besar demi menambah kembali barang-barang toko yang kini mulai membosankan di mata konsumen karena tak ada item yang baru dan menarik.
Penjualan akhir-akhir ini semakin menurun. Sejak pelanggan tetap pergi satu per satu, Firman benar-benar merasakan bagaimana merosotnya pemasukan di setiap cabang.
"Ta-tapi ini istri saya, Pak Glen. Tidak mungkin saya tega menjual istri saya sendiri kepada laki-laki lain."
"Ayolah, Firman! Hanya dua malam saja," bujuk Glen.
"Saya bisa carikan perempuan lain yang lebih cantik dibanding istri saya, Pak Glen. Saya..."
"Bunganya akan saya turunkan menjadi dua puluh persen saja, bagaimana? Plus, uang yang kamu terima nantinya akan full tanpa potongan apapun."
"Tapi, Pak..."
"Setuju atau tidak? Saya butuh jawaban cepat, Firman."
"Setuju!" jawab Firman yang langsung menjabat tangan Glen. "Kapan saya harus membawa istri saya ke hadapan Anda, Pak Glen?"
Syukurlah yang akan membeli Kalila sendiri. pethiasan yang untuk modal usaha Firman ditagih sekalian,