Firman selama ini berhasil membuat Kalila, istrinya seperti orang bodoh yang mau saja dijadikan babu dan tunduk akan apapun yang diperintahkan olehnya.
Hingga suatu hari, pengkhianatan Firman terungkap dan membuat Kalila menjadi sosok yang benar-benar tak bisa Firman kenali.
Perempuan itu tak hanya mengejutkan Firman. Kalila juga membuat Firman beserta selingkuhan dan keluarganya benar-benar hancur tak bersisa.
Saat istri tak lagi menjadi bodoh, akankah Firman akhirnya sadar akan kesalahannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alasan mempertahankan Kalila
Tantangan cerai dari Kalila membuat Firman tak bisa berkata-kata. Panik yang luar biasa mulai melanda diri lelaki itu. Jika ia mengabulkan keinginan cerai dari Kalila, itu artinya Firman sama saja dengan menggali kuburannya sendiri.
Bagaimana tidak? Setelah ikrar talak Firman katakan, maka Kalila pasti akan langsung ke kantor polisi untuk membuat laporan.
Tidak menutup kemungkinan pula, Kalila tak hanya akan melaporkan Firman atas satu kasus saja melainkan tiga kasus sekaligus.
Tentang hutang-piutang yang jelas-jelas Firman telah ingkari selama bertahun-tahun, tentang perselingkuhan Firman bersama Lia, dan yang terakhir, tentang keterlibatan Firman dalam insiden yang menimpa Kalila di Golden Hotel.
"Ck! Jangan marah-marah dong, Kalila! Lagian, siapa juga yang mau cerai? Mas masih sangat mencintai kamu, Sayang!" rayu Firman.
"Tapi, Ibumu menginginkan kita untuk bercerai, Mas! Masa' sih, kamu nggak mau kabulin? Bukannya, selama ini kamu selalu mengabulkan apapun permintaan Ibu kamu?"
Firman melirik sang Ibu sekilas. Perempuan paruh baya yang berdiri disebelahnya tampak mendengus kasar dengan tatapan nyalang seolah hendak mencakar-cakar Firman.
"Ngapain kamu liatin Ibu kayak gitu? Kamu nggak mau menuruti perintah Ibu, ya?" tanya Bu Midah penuh emosi.
"Bu, sudahlah!" timpal Firman seraya menghela napas pelan. "Di sini, Ibu yang salah! Jadi, Ibu yang mestinya minta maaf sama Kalila."
Bu Midah seketika meradang. Harga dirinya seolah diinjak-injak oleh sang putra.
"Kamu lebih membela perempuan miskin ini dibanding Ibu kandung kamu sendiri, Firman?"
"Bu, sudah! Ibu baru saja pulang dari rumah sakit, loh! Nggak baik marah-marah terus. Lebih baik, Ibu sekarang ke kamar, ya! Ibu istirahat!"
Tangan Firman terulur hendak meraih lengan sang Ibu. Akan tetapi, wanita paruh baya itu justru menghempas tangan Firman dengan kasar.
"Ibu nggak akan kemana-mana, sebelum kamu menceraikan Kalila!" seru Bu Midah berapi-api.
"Gimana, Mas? Apa keputusan kamu sekarang?" timpal Kalila turut menambah panas suasana yang ada.
Raut wajah Firman semakin kusut. Dia berdiri di tengah-tengah, tanpa tahu harus memihak pada siapa.
Bu Midah memang Ibu kandungnya. Namun, Kalila adalah aset yang belum saatnya untuk Firman lepas.
Selama Firman belum melihat secara langsung, siapa sosok kakak kandung Kalila, maka Firman tak akan percaya bahwa kakak Kalila hanyalah seorang pria biasa.
"Kita tidak akan pernah bercerai, Kalila! Sampai kapanpun, kamu akan tetap menjadi istrinya Mas!" tegas Firman.
"Oke. Fine. Kalau begitu, mulai sekarang, Mas harus memberi aku nafkah bulanan! Kalau Mas menolak, maka siap-siap saja Mas aku gugat ke pengadilan agama."
"Heh! Benar-benar ngelunjak kamu, ya!" hardik Bu Midah tak terima. "Memangnya, kamu pikir kamu siapa? Berani-beraninya kamu meminta uang milik anakku!"
"Gimana, Mas?" tanya Kalila kepada pria dengan wajah yang semakin kusut itu. Tak ia hiraukan suara cempreng milik sang Ibu mertua yang terus terdengar bak kaset rusak.
"Oke. Mas setuju!" angguk Firman.
Buk!
Tiba-tiba sebuah tinju mendarat di lengan Firman. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Ibunya sendiri?
"Kamu keterlaluan, Firman! Bisa-bisanya kamu malah mengabulkan permintaan perempuan miskin ini! Ibu nggak terima!" tunjuk Bu Midah pada Kalila.
"Bu, sudah!" kata Firman yang kembali mencoba untuk menenangkan amarah sang Ibu.
"Heh, Kalila! Seharusnya kamu bersyukur karena sudah ditampung di rumah ini oleh anakku! Makanmu juga anakku yang tanggung. Jadi, nggak perlu melunjak dengan menuntut nafkah bulanan lagi dari anakku! Dasar nggak tahu terimakasih, kamu!"
Kalila menghela napas panjang. Mulut Ibu mertuanya memang sangat beracun dan tidak tahu malu.
"Ibu mertuaku, tersayang! Apa Ibu lupa, kalau selama ini, Ibu dan Mas Firman sudah memeras tenagaku secara cuma-cuma? Semua pekerjaan rumah tangga, aku yang melakukan. Rumah ini dulunya terawat dan bersih karena aku yang siang malam tanpa henti terus merapikannya. Seandainya, kalian menyewa seorang ART, apa menurut Ibu, gajinya tidak akan mahal? Tentu mahal, Bu. Dan aku jamin, Ibu pasti tak rela mengeluarkan uang sebanyak itu."
Kalila menyeringai sinis.
"Aku hanya meminta hakku sebagai seorang istri saja, Bu! Dan, jika Mas Firman tidak bisa memberikannya, maka tidak apa-apa. Kami bisa bercerai dan Mas Firman tinggal mengembalikan semua uangku yang pernah dipinjamnya. Jangan lupa, aku juga akan menuntut harta gono-gini!"
Tak hanya Bu Midah yang kaget akan pernyataan terakhir Kalila. Tapi, Firman juga.
Pria itu tak menyangka jika Kalila akan semakin bertambah cerdas seperti ini. Istri bodohnya sudah tak ada lagi.
"Kalila! Kamu mau menuntut harta gono-gini?" cicit Firman.
"Oh, tentu saja, Mas! Berkat perselingkuhan kamu dan Lia, pihak pengadilan pasti akan dengan mudah mengabulkan semua gugatanku. Dan, ya! Aku jelas nggak mau rugi. Masa' kamu jadi pengusaha dan banyak uang karena pengorbanan aku, tapi malah si Lia gatal itu yang menuai hasilnya? Ogah, ah!"
Tangan Firman terkepal erat. Dirinya semakin ketar-ketir. Sepertinya, keputusan untuk menjual tokonya memang sudah menjadi jalan keluar yang paling bijak.
"Firman, kenapa kamu diam saja? Tampar mulut perempuan lancang ini, Firman! Tampar!" teriak Bu Midah yang kembali menunjuk-nunjuk wajah Kalila dengan penuh emosi.
"Kita masuk ke kamar, Bu! Ayo!"
Akhirnya, Firman menyeret sang Ibu untuk masuk ke dalam kamar. Semakin lama meladeni Kalila, maka semakin berbisa pula mulut istri pertamanya itu.
"Kenapa kamu malah menyeret Ibu seperti ini, Firman? Apa kamu sudah mulai berpihak pada perempuan miskin itu?" protes Bu Midah begitu sampai di kamarnya.
"Sstt!! Jangan keras-keras, Bu!" peringat Firman. "Nanti, Kalila dengar."
"Memangnya , kenapa kalau dia dengar, hah?"
"Bu! Jangan emosi terus, dong! Firman mohon!" pinta Firman dengan wajah memelas. "Kalau Firman menceraikan Kalila sekarang, maka kita yang akan rugi, Bu. Ibu nggak lupa kalau Firman masih punya hutang sama Kalila, kan? Belum lagi, Kalila juga mengancam akan menuntut harta gono-gini dari Firman. Ibu bisa bayangin, nggak, berapa banyak kerugian yang akan Firman alami andai kami benar-benar bercerai?"
Perempuan paruh baya itu merenungkan kata-kata sang putra dengan cermat. Ya, putranya benar. Mereka akan mengalami kerugian jika Kalila lepas dari genggaman.
Pasalnya, surat hutang yang dulu Firman tanda tangani memang memiliki kekuatan hukum yang jelas.
"Jadi, kamu mau apa dari Ibu, Firman? Apa kamu mau memaksa Ibu untuk terus bersabar?"
"Untuk sementara ini, Ibu memang harus bersabar. Setidaknya, sampai Firman selesai menyelidiki tentang sesuatu."
"Sesuatu apa?"
"Kakak kandung Kalila, Bu."
"Kakak kandung Kalila? Memangnya, Kalila masih punya keluarga?" tanya Bu Midah heran.
"Masih, Bu. Kalila ternyata masih punya seorang kakak. Dan, kata salah satu kenalan Firman, kakaknya Kalila itu orang yang sangat kaya."
"Kaya? Maksudnya banyak duit?"
Firman pun mengangguk.
"Tapi, Firman belum mencari tahu lebih lanjut sih, Bu. Soalnya, kalau menurut pengakuan Kalila, kakaknya itu bukan orang kaya. Dia hanya orang biasa. Tapi, kenalan Firman ini juga nggak mungkin keliru. Beliau orang yang hebat. Kalau dia bilang Kalila berasal dari kalangan berada, maka kemungkinan besar itu memang benar."
"Jadi, selama ini Kalila sudah membohongi kita, begitu?"
"Bisa jadi."
"Wah, ini nggak bisa dibiarkan, Man! Kalau memang keluarga Kalila itu orang kaya, maka kita harus menuntut mereka supaya mengganti rugi semua uang yang sudah kita keluarkan untuk Kalila."
"Nah, Firman juga berpikiran seperti itu, Bu."
"Kalau begitu, cepat cari tahu tentang identitas kakak Kalila itu, Man! Ibu sudah nggak sabar untuk meminta uang sama dia. Kira-kira, kita harus minta berapa ya, Man? Satu milyar, kira-kira cukup nggak, ya? Atau... sekalian kita minta sepuluh milyar aja biar hidup kita makin enak?"
si Firman masih belagu aja udah kaya gtu yaa 😂😂
kali ini aku setuju🤣