Langit yang sangat mencintai Monica merasa tidak bisa melupakannya begitu saja saat Monica dinyatakan meninggal dunia dikarenakan kecelakaan yang tiba-tiba. Diluar dugaan, arwah Monica yang masih penasaran dan tidak menerima takdirnya, ingin bertemu dengan Langit. Dilain tempat, terdapat Harra yang terbaring koma dikarenakan penyakit dalam yang dideritanya, hingga Monica yang terus meratapi nasibnya memohon kepada Tuhan untuk diberi satu kali kesempatan. Tuhan mengizinkannya dan memberinya waktu 100 hari untuk menyelesaikan tujuannya dan harus berada di badan seorang gadis yang benar-benar tidak dikenal oleh orang-orang dalam hidupnya. Hingga dia menemukan raga Harra. Apakah Monica berhasil menjalankan misinya? apakah Langit dapat mengenali Monica dalam tubuh Harra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S.Prayogie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12 : TRAGEDI
..."Percayalah, kita tidak akan terpisah bahkan oleh maut sekalipun"...
...----------------...
Monica keluar rumahnya dengan berlarian kecil mengenakan seragam dinasnya. Menghampiri Langit yang sudah menunggunya didalam mobil didepan rumah Monica.
"Pak, Aku berangkat" Monica berpamitan dengan Pak Jaka yang juga sudah bersiap untuk berangkat kerja bersama Gama dibelakangnya.
"Hati-hati nduk" Pak Jaka menjawab salam Monica dan melihat Monica yang melambaikan tangannya sambil berlari kecil.
Monica segera masuk kedalam mobil Langit dengan nafas terengah-engah.
"Kok bisa kesiangan sih?" tanya Langit yang dengan segera menginjak gas mobilnya.
"Semalem aku selesaiin koreksi tugas. Nggak sadar sampai jam 3 pagi" Monica menerangkan sambil menyisir rambutnya.
Langit menggelengkan kepalanya mendengar jawaban Monica.
"Aku nggak tega lihat kamu kerja" kata Langit sambil tetap berfokus dengan jalanan lalu lintas yang mulai padat itu.
"Jangan bahas lagi aku harus duduk manis dirumah sambil nunggu kamu pulang kantor. Aku nggak bisa seperti itu, udah terbiasa kerja" kata Monica sambil mengikat rambutnya.
"Aku nggak bilang gitu, tapi kan kamu bisa wfh. Nggak harus kayak gini--" kata Langit berusaha menjelaskan pendapatnya agar tidak membuat Monica salah paham kepadanya.
"-- Masa istri dari pemilik perusahaan besar kerja sebagai guru honorer" kata Langit sambil tetap melihat kearah jalan.
"Apa salahnya? Kenapa nggak boleh jadi Guru Honorer? Semua berhak dengan jalan hidupnya masing-masing. Kamu malu punya calon istri Guru Honorer?" tanya Monica sambil mengerutkan dahinya.
"Bukan gitu sayang-- Duhh-- salah omong lagi kan. Bukan gitu, kamu kan juga bisa kerja bantuin aku jalanin perusahaan, atau kamu pegang yayasan. Kan sama aja ngurus sekolahan" kata Langit menerangkan.
"Nggak-- Aku mau berjuang dengan karirku sendiri" kata Monica sambil membuang muka menoleh kearah jalanan.
Langit menghembuskan nafasnya berusaha menghentikan perdebatan mereka.
Hari itu ada jadwal kunjungan orang tua dan Monica harus membantu persiapan dengan Guru wali kelas. Bukan membantu, lebih tepatnya dia harus mempersiapkannya sendiri.
"Selamat bekerja--" kata Langit yang sudah berhenti di depan sekolah tempat Monica mengajar yang membuat Monica dengan secepat kilat keluar dari mobil Langit sambil melambaikan tangannya.
"Love you" kata Monica sekilas sebelum menutup kembali pintu mobil yang membuat Langit tersenyum.
Mereka sudah disibukkan dengan pekerjaan masing-masing. Saat ini Langit memegang penuh perusahaan dan Viona mengurus yayasan. Namun, ditengah kesibukannya, Langit berusaha untuk memberikan dukungan kepada Monica dengan mengantar dan menjemput Monica bekerja. Karena Langit tak ingin wanitanya itu akan kelelahan dijalanan.
*****
Acara kunjungan orang tua sudah selesai. Tanpa Monica sadari, tubuhnya terasa limbung. Badannya terhuyung tiba-tiba dan membuatnya bersandar di pinggiran meja.
"Kalau nggak enak badan, kamu pulang aja" kata Bu Sophia yang adalah wali kelas yang menjadi tempat Luna mengajar.
"Nggak Kak, nggak apa-apa.. Cuma kurang tidur" kata Monica sambil berusaha meluruskan kembali badannya.
"Pulang nanti gimana?" tanya Sophia.
"Naek taxi aja lah kalau pulang lebih cepat dari biasanya. Langit ada full meeting seharian ini, aku nggak ingin mengganggunya" kata Monica sambil mengangkat bahunya.
Sophia mengangguk dan memahani perkataan Monicha.
"Wahh, udah tajir, ganteng, pengertian, lembah lembut dan bucin pula. Nyari spek kayak Langit dimana lagi sih Mon" kata Sophia dengan malu-malu.
"Nggak ada, Langit cuma buat gue" kata Monica sambil menyilangkan tangannya.
"Iyee.. Iyee.. Punya kamu" kata Sophia disambut tertawa kecil diantara mereka.
Jam sudah menunjukkan pukul 14.00. Pekerjaan Monica sudah selesai dan dia meminta tolong petugas kebersihan untuk menata dan membersihkan ruang kelas itu.
Tiba-tiba badan Monica terhuyung, badannya terasa lemas dengan mata yang berkunang-kunang.
"Lohh.. Lohh.. Pulang aja lah" kata Sophia sambil menopang lengan Monica.
"Langit-- Langit jangan sampai tahu akan hal ini" kata Monica sdetengah memohon kepada Sophia.
Sophia mengangguk sambil tertawa kecil.
"Aku pulang sekarang deh" kata Monica sambil berjalan perlahan mengambil tasnya.
"Aku anter yaa" kata Sophia setengah berteriak.
Monica menggeleng dan terus berjalan gontai menuju ruang Guru.
Dia lalu mengambil barang-barangnya dan baru teringat jika dia tidak membawa uang cash dan hanya kartu debit yang bisa digunakan untuk membayar taxi, namun Monica tampak ragu memilih menggunakan taxi dengan segala hal yang harus dibawanya pulang.
Monica berjalan gontai menuju gerbang sekolah dan bermaksud menyeberang jalan karena tepat didepan sekolah tempat Monica mengajar terdapat halte yang bisa digunakan bagi orang-orang yang masih menggunakan transportasi umum.
Monica sedikit mempercepat langkahnya saat lampu pejalan kaki berubah berwarna hijau saat Monica masih didepan gerbang sekolahnya.
Tanpa Monica sadari, dari arah tikungan terdapat mobil boc yang berjalan cepat dengan menerobos lampu merah. Kejadian yang sangat cepat sebelum Monica menyadari apa yang sebenarnya terjadi.
Tubuhnya terasa terlempar beberapa meter dan melihat genangan darah yang sudah mulai mengalir dari kepalanya. Monica mengerlipkan matanya sejenak sebelum pada akhirnya nafasnya mulai berhembus untuk yang terakhir kalinya.
Peristiwa itu menimbulkan kehebohan, beberapa orang sibuk melakukan panggilan kepada pihak Kepolisian dan Rumah Sakit. Beberapa lainnya menghentikan sopir truk itu yang ternyata tampak setengah sadar karena sehabis mengkonsumsi alkohol.
Tampak beberapa Guru dan Satpam sekolah berlarian mendekati Monica yang sudah berada di jalanan dengan masih menggunakan pakaian dinasnya tampak terkulai tak berdaya dengan genangan darah disekitarnya.
"AAAKKHHH MONICA.. MONICAAA..." Sophia menjerit keras tak kuasa menahan tangisannya melihat teman sekaligus rekan kerjanya itu mengalami peristiwa tragis.
"MONICAAAAA... BANGUNNNN" Sophia kembali berteriak dengan keras yang membuat sesosok yang sudah berdiri disana sambil memperhatikan sekitarnya terkejut dan menolehkan kepalanya ditengah keramaian.
Matanya melebar tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Dia melihat tubuhnya sendiri terkulai tak berdaya didepan matanya. Wajah yang mirip dirinya. Melihat rekan-rekannya menangis keras dan berteriak.
"Hahh?" Sosok itu masih belum memahami apa yang terjadi.
"Hai--" Sapa suara lembut dari arah belakangnya.
Dia menolehkan kepalanya dan melihat seorang pria dengan pakaian berwarna hitam rapi dengan buku yang ada ditangannya. Wajah yang tidak dikenalnya.
"Kamu siapa?" tanya sosok itu kepada pria itu.
"Hmmm?" Pria itu memiringkan kepalanya tampak bingung memperkenalkan dirinya.
"Dihh sok kenal" sosok bergumam dan kembali memalingkan kepalanya kembali melihat apa yang terjadi saat itu.
"Itu aku? Ini mimpi?" Sosok itu bergumam masih belum memahami dengan yang ada dihadapannya.
"Monica Reka Astara. 22 September 2024. Meninggal dunia karena kecelakaan di usia 26 Tahun" Kata sosok pria itu sambil membaca tulisan yang ada dibukunya.
Monica terdiam sejenak lalu menolehkan kepalanya sambil menatap kembali sosok pria yang ada didepannya. Lalu Monica tertawa keras.
"Kalau aku meninggal, terus aku sekarang apa? Hantu? Trus kamu apa? Malaikat pencabut nyawa?" Monica kembali tertawa.
"Bisa dibilang begitu" kata pria itu dengan tenang sambil tersenyum.
Monica menghentikan tertawanya dan kembali melihat sosok yang terbaring tak berdaya di aspal itu. Tangisan temannya, suara ambulans dan mobil polisi yang berhenti. Dan tiba-tiba ada seseorang yang berlari dari belakangnya dan menembus dirinya.
Monica tertegun dengan mata terbelalak. Badannya terasa bergetar dan masih tak mempercayai semua ini.
"Aku-- Aku-- Aku meninggal dunia" gumamnya sambil terus menatap badan yang mulai diangkat dan dibawa masuk kedalam mobil ambulans disertai teriakan dan tangisan rekan kerjanya.
"Akhirnya paham juga" kata pria itu berjalan mendekati Monica dan berdiri disampingnya sambil ikut melihat mobil ambulans yang melaju pergi memecah keramaian.
Monica masih berdiri dengan terpaku.
"Kenalin aku Afra" kata sosok pria yang ada disampingnya itu dengan tersenyum namun tak mendapat jawaban dari Monica yang membuatnya menarik kembali tangannya.
"Wajar kaget, semua juga gitu. Namanya juga takdir dan tidak direncanakan" kata Afra sambil membalikkan badannya dan mulai melangkah pergi.
"Bapak--- Gama--- Langit" Monica bergumam dengan badan membeku. Perasaan aneh terjadi, ingin rasanya dia menangis namun air matanya tidak bisa keluar walau hatinya terasa teriris.
"Kamu nggak akan bisa nangis, sudah nggak punya emosi sebagaimanapun kamu mencoba. Kamu hanya bisa merasakan tapi tidak akan bisa menggambarkan ekspresinya" Afra menerangkan dengan tenang sambil menghentikan langkahnya.
"Lalu sekarang-- Aku harus bagaimana?" Monica menundukkan kepalanya dan melihat kedua tangannya yang tampak kabur seperti kabut.
"Ikut aku lah" kata Afra dengan santai.
Monica menoleh dan menatap Afra. Afra memandanginya dengan tenang melihat Monica yang wajahnya sangat menyedihkan.
Lalu Afra melihat sebuah tali di jari kelingking Monica yang bersinar membuatnya terkejut.
"Lohhh-- kok masih terhubung?" kata Afra dengan kebingungan lalu kembali menatap Monica dengan mengerutkan dahinya.