NovelToon NovelToon
Jejak Dalam Semalam

Jejak Dalam Semalam

Status: tamat
Genre:Tamat / Romansa
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Achaa19

Malam itu langit dihiasi bintang-bintang yang gemerlap, seolah ikut merayakan pertemuan kami. Aku, yang biasanya memilih tenggelam dalam kesendirian, tak menyangka akan bertemu seseorang yang mampu membuat waktu seolah berhenti.

Di sudut sebuah kafe kecil di pinggir kota, tatapanku bertemu dengan matanya. Ia duduk di meja dekat jendela, menatap keluar seakan sedang menunggu sesuatu—atau mungkin seseorang. Rambutnya terurai, angin malam sesekali mengacaknya lembut. Ada sesuatu dalam dirinya yang memancarkan kehangatan, seperti nyala lilin dalam kegelapan.

"Apakah kursi ini kosong?" tanyanya tiba-tiba, suaranya selembut bayu malam. Aku hanya mengangguk, terlalu terpaku pada kehadirannya. Kami mulai berbicara, pertama-tama tentang hal-hal sederhana—cuaca, kopi, dan lagu yang sedang dimainkan di kafe itu. Namun, percakapan kami segera merambat ke hal-hal yang lebih dalam, seolah kami sudah saling mengenal sejak lama.

Waktu berjalan begitu cepat. Tawa, cerita, dan keheningan yang nyaman

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Achaa19, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

rahasia yang tersirat

Bab 2: Rahasia yang Tersirat

Hujan semakin deras, memukul-mukul kaca jendela kafe dengan irama yang nyaris menenangkan. Di sudut ruangan, Reina dan Arya masih duduk saling berhadapan, percakapan mereka mulai mengalir lebih lancar, seolah keheningan sebelumnya adalah jembatan untuk saling memahami.

“Kamu suka menulis?” tanya Reina, menunjuk buku catatan yang terbuka di meja Arya. Halaman itu kosong, hanya ada pena yang tergeletak di sampingnya.

Arya tersenyum samar. “Suka, tapi entah kenapa belakangan ini rasanya sulit menulis sesuatu.”

“Kenapa?”

Arya mengangkat bahunya, pandangannya tertuju pada cangkir kopinya yang hampir habis. “Mungkin karena terlalu banyak hal di kepala. Terkadang, saat kamu punya terlalu banyak untuk dikatakan, justru sulit menemukan kata-kata yang tepat.”

Reina mengangguk, memahami perasaan itu. “Mungkin karena kamu terlalu memikirkan hasilnya. Coba saja tulis apa pun yang terlintas, tanpa peduli bagus atau tidak.”

Arya tertawa kecil, suara tawanya terdengar hangat meski sedikit getir. “Mudah diucapkan, sulit dilakukan.”

“Kamu menulis tentang apa biasanya?” tanya Reina lagi, penasaran.

“Hidup. Perasaan. Hal-hal kecil yang sering luput dari perhatian orang,” jawab Arya. Ia menatap Reina sejenak sebelum melanjutkan, “Seperti malam ini. Jika aku bisa menulis, mungkin aku akan menulis tentang pertemuan kita.”

Reina tersenyum mendengar itu, tapi ada sesuatu di balik senyumnya—seperti kenangan yang tiba-tiba menyeruak. “Pertemuan singkat bisa jadi cerita panjang, ya?” ujarnya pelan.

Arya mengangguk. “Kadang pertemuan singkat justru meninggalkan kesan yang lebih dalam.”

Mereka terdiam lagi, tapi kali ini keheningan itu terasa nyaman, seperti keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing. Reina menatap ke luar jendela, memperhatikan air hujan yang mengalir di kaca, membentuk pola acak yang sulit dipahami.

“Aku suka hujan,” katanya tiba-tiba, memecah keheningan. “Entah kenapa, hujan selalu membawa kenangan.”

“Kamu juga punya kenangan yang sulit dilupakan?” tanya Arya, penasaran.

Reina tidak langsung menjawab. Pandangannya tetap tertuju ke luar, tapi matanya tampak kosong, seperti sedang melihat sesuatu yang hanya ada dalam pikirannya. “Semua orang punya, kan? Kenangan yang terus mengikuti, meskipun kita berusaha melupakannya.”

Arya ingin bertanya lebih jauh, tapi ia merasa ada tembok yang tak kasat mata di antara mereka. Reina terlihat seperti seseorang yang menyimpan banyak hal, tapi memilih untuk tidak membaginya.

“Bagaimana denganmu?” tanya Reina, tiba-tiba berbalik menatap Arya. “Apa yang membawamu ke sini setiap malam?”

Arya terdiam sesaat, mempertimbangkan jawaban yang tepat. “Mungkin aku juga sedang berusaha melupakan sesuatu,” ujarnya akhirnya.

Reina mengangguk, seolah mengerti tanpa perlu penjelasan lebih lanjut. Ada sesuatu yang tak terucapkan di antara mereka, tapi justru itu yang membuat percakapan mereka terasa begitu alami. Dua orang yang membawa luka masing-masing, menemukan pelipur lara dalam keheningan malam.

Di luar, hujan mulai mereda, meninggalkan jalanan yang berkilauan oleh pantulan lampu kota. Kafe mulai sepi, hanya tinggal beberapa pengunjung yang masih asyik berbincang.

“Sepertinya aku harus pergi,” kata Reina, suaranya terdengar pelan namun pasti.

Arya mengangguk, meski ia merasa belum ingin pertemuan ini berakhir. “Hati-hati di jalan.”

Reina tersenyum kecil, lalu bangkit dari tempat duduknya. Sebelum melangkah pergi, ia menoleh kembali ke arah Arya. “Mungkin kita akan bertemu lagi. Atau mungkin tidak. Tapi, terima kasih untuk malam ini.”

Arya hanya bisa membalas dengan senyum. Ia memperhatikan Reina berjalan keluar, menghilang di balik pintu kafe yang tertutup.

Malam itu, Arya kembali membuka buku catatannya. Ia menulis satu kalimat sederhana, yang terasa seperti awal dari sesuatu yang baru:

“Beberapa pertemuan singkat tidak perlu alasan, hanya keajaiban.”

1
Guchuko
Aku ngerasa terhibur dan tidak sendirian setiap membaca cerita ini.
Oscar François de Jarjayes
Ceritanya bikin aku terbuai sejak bab pertama sampai bab terakhir!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!