“Meski kita sudah menikah, aku tidak akan pernah menyentuhmu, Mbi. Haram bagiku menyentuh wanita yang tidak mampu menjaga kesuciannya seperti kamu!” Kalimat itu Ilham ucapkan dengan tampang yang begitu keji, di malam pertama mereka.
Selain Ilham yang meragukan kesucian Arimbi walau pria itu belum pernah menyentuhnya, Ilham juga berdalih, sebelum pulang dan menikahi Arimbi, pria itu baru saja menikahi Aisyah selaku putri dari pimpinan tertinggi sekaligus pemilik pondok pesantren, Ilham bernaung. Wanita yang Ilham anggap suci dan sudah selayaknya dijadikan istri.
Arimbi tak mau terluka makin dalam. Bertahun-tahun menjadi TKW di Singapura demi membiayai kuliah sekaligus mondok Ilham agar masa depan mereka setelah menikah menjadi lebih baik, nyatanya pria itu dengan begitu mudah membuangnya. Talak dan perpisahan menjadi satu-satunya cara agar Arimbi terbebas dari Ilham, walau akibat talak itu juga, Arimbi mengalami masa-masa sulit akibat fitnah yang telanjur menyebar.
(Merupakan kisah Mas Aidan, anak Arum di novel : Pembalasan Seorang Istri yang Dianggap Sebagai Parasit Rumah Tangga)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5 : Fitnah yang Telanjur Menyebar
Kisah ini aku tulis dari pengalaman orang terdekat. Mereka pacaran sejak SMA. Si cowoknya ketua OSIS, si ceweknya anggota OSIS. Kisah cinta mereka manis mirip FTV anak SMA yang bikin baper. Si cewek yang awalnya non muslim, jadi mualaf demi si cowok. Singkat cerita setelah lulus SMA, demi masa depan setelah menikah lebih baik, si cewek sama cowok tadi sepakat. Si cewek kerja jadi TKW ke Hongkong, si cowok sekolah pelayaran, kuliah semacam itu dibiayai sama si cewek apalagi si cewek udah dilamar dengan penuh keromantisan. Dari awal, pihak cewek apalagi mamaknya sudah enggak setuju. Kok anaknya kerja di negara orang, si cowok sekolah tinggi pakai duit anaknya ini? Dan pada akhirnya, ketakutan si mamak cewek terbukti. Ceweknya yang kontrak kerjanya nyaris habis di Hongkong dapat kabar, tunangan yang sudah disekolahin tinggi dan sudah dapat pekerjaan mentereng, nikah sama wanita lain dan malah sedang hamil tuh istrinya. Kebayang betapa berantakannya kehidupan si cewek sekeluarga. Mamaknya sampai sakit dan sering pingsan. Si cewek sempet frustrasi dan sering bengong. Kisah yang awalnya manis beneran tragis. Karena meski sekarang si cewek sudah nikah, dapetnya pun ya yang kayak Agusnya si Widy, modal tampang agak ganteng sudah buat modal biar ceweknya kerja rodi. Oke, kita lanjut kisah versi Arimbi, jadi wanita kuat walau sempat salah langkah di masa lalu. Satu lagi, duit si cewek juga enggak ada yang balik mirip kasus Rimbi ini.
***
Ilham dengan semua yang kini pria itu miliki, dengan begitu mudah membuat warga percaya, bahwa alasannya menceraikan Arimbi karena Arimbi tengah hamil anak laki-laki lain, tapi mirisnya Arimbi dikata sudah sampai aborsi.
“Iya, katanya gitu. Si Rimbinya memang enggak mau ngaku, dan sudah diingatkan juga sama si Ilham. Tapi kan kita sama-sama tahu ya, Rimbi anaknya keras kepala, ngelawan terus. Jadi si Ilham yang, ah ... enggak banyak omong kan anaknya, sabar banget gitu kalau Ilham. Apalagi sekarang kan dia berpendidikan dan agamanya juga kuat banget. Ilham ya terpaksa kasih talak ke Rimbi soalnya Rimbi ngamuk-ngamuk enggak terima gitu.”
“Eh, katanya yang kemarin itu sidangnya, ya? Itu katanya ada yang Ilham panggil Romo Kyai, itu pimpinan tertinggi sekaligus yang punya pondok pesantren Ilham ngajar. Nah, itu katanya mertuanya Ilham? Soalnya ada kabar baru juga, sebelum pulang dan nikahi Rimbi, si Ilham sudah nikah sama anaknya si Romo Kyai!”
“Oh iya, bener! Aku juga denger ini dari Bu RT, katanya kan pak RT ikut sidang, nah si Ilham emang sudah nikah sama anaknya si Romo Kyai. Nah terus si Rimbi enggak terima, minta Ilham balikin uangnya selama ini, tapi hasil final sidang, si Ilham enggak keluar uang sepeser pun. Gantung gitu.”
“Berarti memang ada beberapa versi, ya? Versi pertama, kata Ilham Rimbi sudah enggak perawan, sudah hamil gitu dan sampai aborsi. Namun Ilham yang tahu ini nekat nikahin Rimbi demi melindungi status Rimbi. Namun versi baru, ini yang versi Ilham sudah nikah sama anaknya Romo Kyai. Terus Arimbi enggak terima dan minta talak, selain Rimbi yang minta uangnya selama ini dipakai Ilham sekeluarga, tapi tuh uang blas enggak ada yang keluar!”
Meninggalkan kabar yang menjeratnya penuh fitnah kejam, Arimbi sudah keliling dan sampai di perempatan jalan sebelah pasar. Wanita itu memilih diam sambil terus menjalani aktivisnya yang sibuk karena walau baru pukul setengah enam pagi, ia sudah mendagangkan pecel lontong dan juga aneka gorengannya. Malahan, dagangan Arimbi yang terbilang banyak, sudah hampir habis ketika wanita itu tak sengaja mendapati mas Aidan.
Pengacara muda yang disegani orang kampung karena kebaikan sekaligus kesantunannya, tengah menuntun sepasang sepuh. Ketiganya jalan kaki menelusuri pinggir jalan yang belum banyak polusi. Kebersamaan ketiganya begitu hangat mengalahkan hangatnya matahari pagi yang baru muncul dan itu masih malu-malu. Di antara gelak tawa dari canda yang menyelimuti kebersamaan mereka, mereka mampir ke tukang kue pancong di seberang Arimbi.
Suasana pagi apalagi jika Sabtu Minggu di sekitar pasar memang akan dipadati para pejalan kaki maupun pesepeda. Yang mana sebagian mereka akan sekalian mencari sarapan di sana mengingat pedagang di sana memang memadati pinggir jalan.
“Perlu enggak, sih, aku kasusin si mas Ilham? Buaya buntung tuh orang! Tapi ibu bilang, pelan-pelan wajib ikhlas karena mau aku teriak sampai tenggorokanku lepas, mas Ilham memang enggak ada niat balikin,” pikir Arimbi yang langsung terkejut lantaran tiba-tiba, mas Aidan dan kedua pasang sepuh yang digandeng, sudah ada di hadapannya.
“Yah, pecelnya sudah habis. Bakalan ada yang ngambek ini. Apalagi Azzura kalau ngambek enggak kaleng-kaleng,” ucap mas Aidan yang tersenyum pasrah kepada kakek Sana dan nenek Kalsum, yang memang ia bawa.
“Gorengan sama bumbu pecel sama lontong saja. Nanti kalau kurang, direbusin sayur sendiri. Mbak, boleh beli bumbu pecelnya, kan? Soalnya ini beneran menyangkut hidup dan mati, Mbak!” Nenek Kalsum mengakhiri ucapan seriusnya dengan tawa geli.
Waktu yang membuat setiap usia renta, sama sekali tidak mengikis kebaikan kedua orang tua Kalandra yang tetap santun sekaligus merakyat dengan orang kecil.
Pertemuan pertama Arimbi dengan kakek neneknya mas Aidan pun langsung berkesan. Bahwa sebaik-baiknya padi adalah mereka yang akan semakin menunduk lantaran buah yang makin banyak sekaligus berbobot. Lain dengan padi yang malah mendongak penuh keangkuhan, tapi isinya tidak ada mirip banget dengan kasus Ilham. Namun di pertemuan itu, mas Aidan tidak mengenali Arimbi lantaran Arimbi memakai masker yang hanya memperlihatkan mata sekaligus alis. Selain itu, Arimbi juga tidak berani mengusik kebahagiaan mas Aidan dengan kakek neneknya yang sedang jalan santai.
“Takut enggak sopan. Lagian kan mas Aidan sibuk banget. Bisa jadi, saat-saat seperti sekarang ini jadi masa-masa emas beliau bareng kakek-neneknya,” batin Arimbi yang memang kagum pada mas Aidan. Sudah kaya, berpendidikan, tapi tidak banyak drama. Tentunya, semua itu Arimbi yakini karena ada sosok-sosok penting di balik keberhasilan pengacara muda itu. Terlebih dilihat dari interaksi mas Aidan dengan kakek neneknya saja sudah kelihatan.
“Orang tua mas Aidan beneran berhasil didik mas Aidan,” batin Arimbi sambil merapikan bekas dagangannya yang diborong mas Aidan. Namun kenyataan mas Aidan yang mendadak menggendong sang nenek langsung menjadi pemandangan haru tersendiri untuknya. Ia teringat sang mamak yang semenjak diamputasi menjadi sangat butuh bantuannya untuk sekedar berpergian apalagi jika itu untuk keluar rumah.
“Enggak hanya orang tua mas Aidan yang berhasil sih. Karena mamakku juga berhasil. Bayangkan jika aku enggak punya mamak, mungkin sekarang aku masih nangis ngemis-ngemis ke mas Ilham yang buaya buntung enggak mau modal itu!” batin Arimbi lagi.
Kepulangan Arimbi yang menggunakan motor bebek renta, sudah langsung disambut tatapan berbeda dari setiap warga. Namun sekali lagi, walau sakit hati bahkan sangat nelangsa, Arimbi tidak mau berlarut-larut dalam dukanya. Arimbi ingin bangkit, merancang kesuksesan yang sebisa mungkin bisa ia dapatkan walau ia tak memiliki banyak modal.
Ditalak di malam pertama karena sudah tidak perawan bahkan sudah sampai hamil dan aborsi, Arimbi ketahui sebagai gosip yang sedang panas-panasnya di kampung ia tinggal. Terlebih beberapa dari mereka ada yang sampai memastikan langsung kepadanya. Entah karena sekadar penasaran, iba, atau memang ingin menertawakannya. Karena pada kenyataanya, sebagian dari mereka apalagi yang memiliki anak gadis belum menikah, sudah langsung mengucilkan Arimbi dan sang mamak.
“Jadi perempuan jangan gampangan kayak mbak Rimbi, nanti belum apa-apa, baru malam pertama sudah dicerai! Dapat suami baik-baik yang kuat agama dan bisa jadi kunci ke surga malah disia-siakan!”
Selain kata-kata nyelekit tersebut, perhari selepas sidang dan Arimbi tak mendapatkan uangnya pula, tak ada lagi tetangga yang membeli pecel lontong maupun gorengan, ke Arimbi dan sang mamak.
“Semoga fitnah-fitnah ini jadi ladang pahalaku di surga meski aku tak jadi nikah sama mas Ilham yang paham agama. Amin!” batin Arimbi yang sudah langsung pergi lagi dan kali ini untuk bekerja ke tempat sang bos. Bos yang sudah ia pinjami uang untuk biaya amputasi kaki sang mamak.