Sebuah ramalan kemunculan raja iblis berhasil membuat dunia kacau balau akibat kemunculan para monster, makhluk mistis serta fenomena alam baru.
Untungnya manusia masih memiliki secercah harapan. Mereka adalah para manusia yang berhasil membangkitkan kekuatan hebat, mereka disebut Awakening.
Akan tetapi, apakah secercah cahaya itu dapat mengalahkan kegelapan yang begitu besar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Galaxy_k1910, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keluarga Rajendra
Di suatu Malam yang cerah. Terlihat Ekilah sedang berada di rumah pohonnya berbincang dengan Tundra melalui pikiran.
[Jadi, mau kamu apakan kristal energi Iblis itu, Ekilah?]
Tundra bertanya ketika Ekilah sedang mengamati sebuah kristal berukuran lebih kecil dari kelereng yang berada di dalam genggaman tangannya.
“Kalau tidak salah nama Guild mereka itu Guardian of Ember kan? Nama yang aneh. Untuk sekarang aku harus memastikan apakah kedua kristal energi ini berasal dari sumber yang sama atau tidak.”
Sosok pemuda yang memperkenalkan diri sebagai Kian Silverlake muncul di dalam kepala Ekilah.
[Lalu? Jika sama?]
“Aku harus mengambil kristal itu dari mereka.” Ekilah menyimpan kristal berwarna biru gelap itu ke dalam kotak kayu.
[Sepertinya akan sulit membeli benda itu dari mereka mengingat itu bukanlah kristal biasa.]
Ekilah terkekeh. “Haha... Siapa yang bilang mau beli? Aku hanya perlu mencurinya bukan.”
[... Apa rencanamu?]
Perempuan berambut putih itu mulai berdiri, mengambil ikat rambut dan mulai mengikat rambutnya.
“Rencanaku cukup sederhana. Pertama, tunggu mereka menjadi guild resmi, dengan begitu lokasi markas mereka akan diketahui. Kedua, minta jasa mereka melakukan sesuatu untuk mengukur kemampuan awakening di sana. Ketiga, langsung terobos.”
[Aku kurang yakin dengan rencanamu itu, wanita muda. Kenapa tidak menyewa awakening dari guild yang lebih kuat untuk mencurinya? Kalian para awakening tidak memiliki aturan yang melarang kalian bertarung satu sama lain bukan.]
Krieet!
Pintu rumah pohon terbuka. Ekilah mulai menuruni satu persatu anak tangan dengan perlahan.
“Itu agak sulit karena aku punya keterbatasan dana di tambah lagi, awakening level emas ke atas pasti mengetahui seberapa berharga kristal itu begitu mereka melihatnya secara langsung.”
[Kalau begitu kamu juga ikut pergi. Sewa awakening untuk memancing perhatian atau untuk bertarung dengan awakening dari guild Guardian of Ember, dan kamu hanya perlu mencuri kristal energinya.]
“Kedengarannya mudah. Tapi kembali lagi ke masalah pertama, aku kurang dana.”
Tap!
Ekilah membuka pintu rumah dengan langkah pelan, suaranya hampir tidak terdengar. Perempuan itu merasakan jika udara di dalam rumah terasa berat, seolah ada sesuatu yang berbeda dari biasanya.
Saat mata biru kehijauannya melihat pemandangan di ruang makan, perasaan tak nyaman langsung menyelimuti hatinya.
Karsa dan Rahayu tengah duduk berhadapan di meja makan, wajah mereka sama-sama tegang, namun tak ada sepatah kata pun yang keluar. Lauk pauk dan nasi di atas meja mengeluarkan asap hangat dan aroma yang menggiurkan tapi tak ada satu pun dari keduanya yang tergerak akan hal itu.
Hanya ada suara detak jam di dinding dan televisi yang memecahkan keheningan.
Mata ungu Karsa tampak fokus pada permukaan meja, tangannya mengepal ringan, sementara Rahayu menatap lurus ke depan, dengan bibir yang tertutup rapat.
Di ruang tamu, Arkara duduk di depan televisi, dengan cahaya layar berkedip-kedip, tapi ia tampaknya lebih sibuk dengan buku tugas yang tergeletak di pangkuannya. Satu tangannya memegang pulpen, sementara matanya sesekali mencuri pandang ke arah layar.
Ekilah memperhatikan bagaimana adiknya tampak berusaha mengabaikan ketegangan yang ada.
Ujung matanya melirik ke sesosok pria yang sedang berdiri diam di sudut dapur dengan kaki yang tak menapak tanah. Sosok itu menggelengkan kepalanya pelan, menolak untuk menjelaskan situasi.
“Karena mereka berdua tidak panik berarti ini bukan masalah besar,” batin Ekilah.
Ekilah berjalan menuju meja makan dan duduk di tempatnya.
“Suasananya aneh,” mata Ekilah melirik sang ayah, “Papa lupa bayar tagihan air lagi kah?”
“Ptff-“ Karsa langsung menutup mulutnya yang hendak mengeluarkan suara tawa. “Bukan itu. Pembayaran tagihan itu kan sudah resmi menjadi tugas Mamamu, Papa cuman perlu kasih uang.”
“Lalu?”
Ekspresi Karsa menjadi makin murung. “Ini tentang kakekmu.”
Ekilah memiringkan kepalanya bingung.
“Dia sudah meninggal.”
“!!”
Ekilah langsung berdiri. “Maksud Papa Mbah kakung!?”
“Bukan mbah kakung tapi kakek Javas.”
Ekilah terdiam sebentar. “Pria tua itu bisa mati juga rupanya.”
“Hush! Jangan bicara seperti itu, Eki. Dia kakekmu loh.” Rahayu menasehati sifat sang putri.
Karsa yang merupakan anak dari Javas sendiri tidak ambil pusing. Dia tidak pernah mengajari Ekilah bersikap kasar atau menjelek-jelekkan ayahnya tapi, dia juga tidak mempermasalahkan hal itu.
“Lalu kenapa kalau pak tua itu meninggal. Dia kan sudah mengeluarkan Papa dari keluarga. Walau masih diijinkan menyandang nama Rajendra.”
Ekilah mengatakan kalimat terakhir dengan nada mengejek.
“Yang menjadi masalah adalah, tidak ada orang lain yang bisa menjadi ahli waris selain Papamu, Eki,” kata Rahayu.
“Lah kok gitu? Kan masih ada bibi Veronika ibunya bang Rizal.”
“Mereka bilang dia tidak memenuhi standar untuk menjadi penerus, Eki.”
Ekilah langsung bisa menebak siapa mereka yang dimaksud oleh ayahnya. Mereka adalah para bangsawan dari keluarga lain.
“Terus kenapa ayah bisa memenuhi standar?” Ekilah kembali bertanya.
Karsa menatap sang putri dengan santai lalu menunjuknya.
“Aku? Kok aku-“ Detik berikutnya akhirnya Ekilah tersadar akan sesuatu.
“Ah, karena aku pernah melamar si manusia terkuat itu ya.”
“Iya.” Jawab Rahayu dan Karsa bersamaan.