Ji An Yi adalah seorang gadis biasa yang mendapati dirinya terjebak di dalam dunia kolosal sebagai seorang selir Raja Xiang Rong. Dunia yang penuh dengan intrik, kekuasaan, dan cinta ini memaksanya untuk menjalani misi tak terduga: mendapatkan Jantung Teratai, sebuah benda mistis yang dapat menyembuhkan penyakit mematikan sekaligus membuka jalan baginya kembali ke dunia nyata.
Namun, segalanya menjadi lebih rumit ketika Raja Xiang Rong-pria dingin yang membencinya-dan Xiang Wei, sang Putra Mahkota yang hangat dan penuh perhatian, mulai terlibat dalam perjalanan hidupnya. Di tengah strategi politik, pemberontakan di perbatasan, dan misteri kerajaan, Ji An terjebak di antara dua hati yang berseteru.
Akankah Ji An mampu mendapatkan Jantung Teratai tanpa terjebak lebih dalam dalam dunia penuh drama ini? Ataukah ia justru akan menemukan sesuatu yang lebih besar dari misi awalnya-cinta sejati yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vanilatin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 9
Malam itu, Xiang Wei duduk di ruang pribadinya, matanya menatap keluar jendela menuju taman istana yang diterangi cahaya bulan. Pikirannya terus melayang kepada Ji An Yi. Ada sesuatu yang mengganggu, bukan hanya tentang perasaan yang ia pendam selama ini, tetapi juga tentang sikap Ji An yang terlihat canggung dan penuh beban saat mereka bertemu.
“Kenapa Ji An Yi begitu gelisah?” gumamnya.
Ia memutar ingatan ke masa lalu, saat pertama kali ia mendengar tentang pernikahan Xiang Rong dan Ji An. Peristiwa itu terlalu mendadak, tanpa tanda-tanda sebelumnya. Ji An bukanlah wanita yang mudah dipengaruhi, dan ia yakin keputusan itu bukan atas kehendaknya sendiri.
Sambil memikirkan ini, pintu ruangannya diketuk pelan.
“Masuk,” ucap Xiang Wei.
Seorang pengawal masuk dan membungkuk hormat. “Yang Mulia, kami mendapatkan laporan bahwa Selir Ji An Yi sering terlihat di perpustakaan akhir-akhir ini. Ia sepertinya sedang mencari sesuatu, tetapi kami belum tahu apa.”
Xiang Wei mengerutkan alisnya. “Perpustakaan? Apa kau melihat siapa yang mendampinginya?”
“Hanya pelayannya, Nona Lin Li,” jawab pengawal itu.
Xiang Wei berpikir sejenak. Ji An bukan tipe wanita yang melakukan sesuatu tanpa alasan. Jika ia berada di perpustakaan, pasti ada tujuan tertentu.
“Awasi dia, tetapi jangan terlalu mencolok. Aku ingin tahu apa yang dia cari,” perintah Xiang Wei.
Pengawal itu membungkuk dan pergi, meninggalkan Xiang Wei sendiri.
---
Di dalam kamar yang temaram, Ji An menatap gulungan kertas yang berada di tangannya, perasaan bercampur aduk menguasai dirinya. Gulungan itu menjelaskan keajaiban Jantung Teratai—sebuah artefak yang mampu menyembuhkan segala penyakit, termasuk penyakit jantung langka yang kini perlahan menggerogoti hidupnya. Namun, ada satu syarat yang membuat hatinya kian berat.
"Pemilik Jantung Teratai hanya dapat memberikan setengahnya kepada seseorang yang dicintainya dengan tulus. Tapi... jika setengah jantung itu diberikan, pemiliknya akan kehilangan nyawa."
Ji An membaca kata-kata itu berulang kali, rasa sesak memenuhi dadanya. "Bagaimana jika pemiliknya tidak mencintaiku? Bagaimana aku bisa membuat seseorang yang bahkan membenciku menyerahkan nyawanya?" pikirnya.
Ia tahu, misinya di dunia ini bukan hanya untuk bertahan hidup tetapi juga untuk kembali ke dunia nyata. Namun, setiap langkahnya di istana, setiap tatapan dingin Raja Xiang Rong, dan setiap kehangatan samar yang ia rasakan dari Xiang Wei, semua itu membuatnya semakin terperangkap dalam permainan perasaan dan kekuasaan yang tak ia mengerti.
Lin Li, pelayannya, masuk dengan wajah penuh kecemasan. "Nona, kau terlihat pucat. Apa yang terjadi? Apakah ada hubungannya dengan gulungan kertas itu?"
Ji An menghela napas panjang, menyimpan gulungan itu di balik lipatan bajunya. "Lin Li, jika aku memberitahumu bahwa nyawaku bergantung pada seseorang yang mencintaiku, apa menurutmu aku akan berhasil?"
Lin Li terdiam sejenak, lalu berkata dengan suara pelan, "Nona, kau adalah orang yang luar biasa. Jika seseorang melihat hatimu yang sejati, aku yakin mereka akan mencintaimu tanpa syarat."
"Sejatinya? Lin Li, aku tidak berasal dari dunia ini. Semua ini hanyalah sebuah cerita, dan aku hanyalah pengganggu di dalamnya," Ji An berkata lirih, tangannya bergetar.
Lin Li menatapnya bingung, tapi memilih tidak bertanya lebih jauh. "Lalu, apa rencanamu sekarang, Nona?"
Ji An menatap ke luar jendela, bulan purnama bersinar terang di langit malam. "Aku harus mendekati Raja Xiang Rong lebih dekat. Jika dia benar-benar pemilik Jantung Teratai, aku harus membuatnya mencintaiku."
---
Keesokan harinya, Ji An berdiri di depan cermin besar di kamarnya. Ia mengenakan pakaian yang lebih sederhana dari biasanya, tetapi tetap mencerminkan kehormatan sebagai seorang selir. Rambutnya disanggul rapi dengan beberapa hiasan sederhana. Ia tak ingin terlihat mencolok—fokusnya hari ini adalah memberikan kesan bahwa ia mampu dan berpengetahuan, bukan sekadar seorang wanita penghias istana.
“Lin Li, kau yakin ini ide yang baik?” tanyanya sambil memperbaiki hiasan di rambutnya.
“Nona, ini kesempatan besar. Jika Yang Mulia Raja mendengar saran Nona dan menganggapnya berguna, hubungan Nona dengannya mungkin akan membaik,” jawab Lin Li penuh keyakinan.
Dengan napas panjang, Ji An melangkah keluar kamarnya menuju ruang pertemuan istana. Di dalam, para pejabat mulai berkumpul, berbicara dengan suara rendah sambil menunggu kedatangan Raja. Ji An berhenti di luar pintu, ragu untuk masuk.
Namun, sebelum ia sempat memutuskan, sebuah suara yang akrab menyapa dari belakang.
“Selir Ji An Yi?”
Ji An menoleh dan mendapati Xiang Wei, Putra Mahkota, berdiri di sana dengan senyum hangat. “Apa yang kau lakukan di sini? Ini bukan tempat untuk seorang selir,” katanya lembut, meskipun nadanya sedikit mempertanyakan.
Ji An menguatkan dirinya dan menjawab, “Yang Mulia, saya hanya ingin memberikan saran kecil kepada Raja terkait pemberontakan di perbatasan. Sebagai putri dari keluarga Dong Yi, saya merasa memiliki kewajiban untuk membantu.”
Xiang Wei memandangnya dengan penuh minat. “Kau berani, Ji An Yi. Tidak banyak wanita di istana ini yang akan berpikir sejauh itu.”
Sebelum percakapan mereka berlanjut, pintu ruang pertemuan terbuka, dan Raja Xiang Rong masuk dengan langkah tegas. Semua pejabat segera membungkuk memberi hormat, dan Ji An ikut menunduk.
Raja Xiang Rong melirik Ji An sekilas, alisnya sedikit berkerut. “Apa yang kau lakukan di sini, Selir Ji An Yi?”
Ji An menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. “Yang Mulia, saya mendengar tentang masalah pemberontakan di perbatasan utara. Saya ingin menawarkan bantuan kecil. Mungkin informasi tentang wilayah itu bisa berguna.”
Para pejabat saling berpandangan, sebagian terlihat terkejut, sebagian lagi tampak tidak percaya. Namun, Raja Xiang Rong hanya menatapnya dengan dingin.
“Kau pikir kau tahu lebih banyak daripada para pejabatku?” tanyanya, nada suaranya penuh skeptisisme.
Ji An merasa gugup, tetapi ia tetap tenang. “Tidak, Yang Mulia. Saya hanya berpikir bahwa, sebagai putri dari keluarga Dong Yi, saya mungkin memiliki sedikit wawasan tentang wilayah itu yang bisa membantu.”
Ruangan itu sunyi untuk beberapa saat sebelum Raja Xiang Rong berkata, “Baiklah. Jika kau benar-benar memiliki sesuatu untuk disampaikan, bicaralah.”
Ji An mengangguk, lalu mulai menjelaskan apa yang ia pelajari dari gulungan-gulungan kertas di perpustakaan. Ia berbicara tentang rute perdagangan, strategi yang mungkin digunakan pemberontak, dan potensi kelemahan di perbatasan yang harus diperkuat.
Ketika ia selesai, ruangan itu kembali hening. Para pejabat tampak terkesan, dan bahkan Raja Xiang Rong terlihat sedikit tertarik, meskipun ekspresinya tetap dingin.
“Kau benar-benar berpikir bahwa saran ini bisa membantu?” tanyanya, matanya menatap tajam ke arah Ji An.
“Ya, Yang Mulia,” jawab Ji An dengan penuh keyakinan, meskipun di dalam hatinya ia masih merasa takut.
Setelah beberapa saat, Raja Xiang Rong mengangguk. “Baik. Aku akan mempertimbangkan sarannya.”
Bagi Ji An, itu sudah cukup. Meskipun Raja Xiang Rong tidak menunjukkan rasa terima kasih, ia tahu bahwa ia telah membuat langkah kecil dalam mendapatkan perhatiannya.
Namun, dari sudut ruangan, Xiang Wei memperhatikan semuanya dengan mata yang penuh kekaguman. Baginya, Ji An bukan hanya wanita yang berani, tetapi juga cerdas dan luar biasa.
“Wanita seperti dia... layak mendapatkan lebih,” gumam Xiang Wei pelan, senyum tipis muncul di wajahnya.