Hidupku hancur, setelah pernikahan keduaku diketahui oleh istriku, aku sengaja melakukan hal itu, karena aku masih mencintainya. Harta yang selama ini kukumpulkan selama 10 tahun. Lanhsunh diambil oleh istriku tanpa tersisa satu pun. Lebih parahnya lagi, aku dilarang menafkahi istri siri dan juga anak tiriku menggunakan harta bersama. Akibatnya, aku kembali hidup miskin setelah mendapatkan karma bertubi-tubi. Kini aku selalu hidup dengan semua kehancuran karena ulahku sendiri, andai waktu bisa ku ulang. Aku tidak pernah melakukan kesalahan yang fatal untuk pernikahanku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minami Itsuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12 HILANGNYA RASA CINTA
"Bagus! Kamu memang laki-laki yang bijak, karena bisa memutuskan sesuatu dengan cepat." Aku tidak terlalu menanggapi ucapan Siska, saat ini pikiranku tengah kacau, mau tidak mau aku harus memberikan tanda tanganku untuk mengesahkan perjanjian ini.
"Aku sudah membuat tanda tangan ini. Apa kamu sudah puas melihat surat perjanjian yang sudah kuberi tanda tangan ini." Terlihat wajah Siska begitu puas, senyum manisnya terus mengembang sempurna. Kuakui, senyum Siska memang tidak ada yang bisa mengalahkan senyum Siska yang begitu sempurna karena dengan senyum itulah aku sangat mencintai dirinya.
"Aku sangat puas, Mas. Tidak sia-sia aku memberikan ancaman sama kamu.
aku harap wanita murahanmu itu tidak akan bisa menyentuh harta yang kita miliki saat ini, Jika kamu melanggar, maka kamu akan tahu akibatnya."
“Kenapa kamu bisa berbuat seperti ini? Aku begitu kecewa dengan perbuatanmu, seakan-akan kamu sudah tidak mempercayai suami sendiri."
"Kamu kecewa dengan sikapku yang seperti ini, tapi kamu tidak intropeksi diri, bagaimana hancurnya hatiku dan juga Angga, ketika tahu ayah yang selama ini ia anggap baik dan sangat perhatian terhadap dirinya, diam-diam menikah lagi bahkan menyayangi anak orang lain, dan kamu berharap aku percaya dengan semua omong kosongmu! Jangan harap aku bisa melakukan itu semua, semenjak aku tahu kamu menikah lagi, rasa percaya aku sama kamu sudah musnah, bahkan rasa cinta ini. Seiring berjalannya waktu akan menghilang."
"Segitu sakitnya kah hatimu terhadapku. Biarpun aku sudah meminta maaf hingga ribuan kali."
"Aku tidak butuh kata Maafmu, Mas. Yang kubutuhkan saat ini adalah, menyelamatkan harta yang sudah kita bangun bertahun-tahun. Tak kan kubiarkan selingkuhanmu menikmatinya sepersen pun, walau pun aku tahu. Sudah berapa banyak uang yang kamu keluarkan untuk wanita jalangmu!”
“Bisa enggak kamu berhenti mengatakan Rahma wanita jalang. Apa kamu enggak sadar kata-katamu itu sangat kasar. Selama kita menikah, baru kali ini aku mendengar ucapan umpatan dari mulutmu. Kamu itu wanita baik, lembut. Kenapa sekarang jadi seperti ini?”
“Aku bersikap seperti ini juga karena ulahmu, Mas. Andai saja kamu tidak mengkhianatiku. Mungkin aku masih menjadi istri idamanmu, sayangnya kamu lupa akan hal itu. Jadi jangan berharap bahwa aku akan menjadi istri yang baik atau pun penurut di matamu!” Siska langsung bangkit dari tempat duduknya. Ia pergi begitu saja membawa surat perjanjian yang baru saja aku tanda tangani.
“Kalau kamu sudah tidak mau melayaniku sebagai suamimu, lalu kenapa kamu masih bertahan, kenapa tidak minta cerai saja padaku. Jika aku perhatikan kembali, sepertinya kamu tidak ada raut kesedihan mendalam. Justru kamu lebih memperlihatkan amarah dan sikap dingin bahkan tidak peduli. Apa kamu sudah tidak ada rasa cinta lagi padaku?”
Seketika langkah Siska terhenti sebelum ia keluar dari kamar ini. Lalu ia membalikkan badanya ke arahku.
“Asal kamu tahu ya, sangat mudah sekali bagiku untuk meminta cerai darimu. Sayangnya aku enggak mau melakukan hal itu. Jika aku meminta cerai darimu, maka hidup gundikmu akan terjamin, secara ia pasti akan bisa menikmati harta yang kamu punya, walau pun dalam surat perjanjian semua aset dan harta menjadi milikku dan Angga. Setidaknya aku masih punya kesempatan untuk membuat dia sedikit menderita.”
“Jangan coba-coba sakiti Rahma, tolong.”
“Kenapa kamu begitu takut jika aku melakukan sesuatu yang buruk terhadap gundikmu, Mas?”
“Aku bukannya takut. Aku cuma tidak mau ada masalah baru yang muncul.”
“Bagiku sama saja, kamu takut. Pokoknya, harta yang sudah kamu keluarkan untuk gundikmu, akan aku tarik semua. Hiduplah dengan harta yang lain, jangan harta yang ini. Kuharamkan kamu menyentuhnya lagi.”
“Kamu terlalu berlebihan, tindak kanmu sudah kelewat batas.” Siska melangkah kakinya ke arahku, hingga jarak diantara kami berdua cukup dekat, saking dekatnya aku sampai bisa mencium aroma tubuhnya yang kurindukan selama ini. Tak lama wajahnya mendekatkan ke arah telinga kananku, membuat tubuh ini menegang.
“Apa pun akan aku lakukan, termasuk menghancurkanmu, Mas,” bisiknya membuat mulutku terperangah dengan sikap dia. “Jadi, jangan pernah berbuat macam-macam denganku, walau pun kamu suamiku sendiri. Jika kamu sudah melukai hatiku, tak segan-segan akan kuhancurkan hidupmu, Mas. Sekarang pergi lah ke rumah gundikmu dan mintalah pelayanan dengannya. Karena aku sudah tidak mau lagi! Tugasku hanya mengamankan harta, agar tidak ada lagi yang bisa memakai seenaknya.” Aku diam terpaku, keringat dingin sudah mulai keluar. Aku tidak menyangka jika istri yang aku cintai bisa berbuat sedemikian rupa. Aku merasa seperti bukan menghadapi orang lain.
"Ingat jangan pernah meminta pelayanan dariku karena aku sudah tidak sudi lagi untuk mengurus semua keperluan!"
"Siska, tunggu. Aku masih mau bicara sama kamu, Siska!" Aku gagal menahan dirinya, ternyata dia sudah turun ke lantai bawah, aku kembali masuk ke dalam kamar dan merebahkan tubuhku di atas ranjang, aku tutupi wajahku dengan kedua tanganku dan mengusapnya secara perlahan agar pikiranku sedikit tenang.
Kenapa hal ini bisa terjadi? Apa yang harus aku lakukan saat ini?"
Sejak semalam aku tidak bisa tidur dengan nyenyak karena perutku terasa lapar, aku ingin sekali meminta Siska untuk membuat makanan, setidaknya untuk mengajal perutku, tetapi ia menolaknya dan menyuruhku untuk membuat sendiri dan akhirnya aku menahan lapar hingga pagi.
Saat aku bersiap-siap untuk berangkat menuju restoran, ternyata di meja makan sudah ada istriku dan juga Angga tengah sarapan pagi bersama, tanpa menungguku.
"Sarapan untukku mana?" tanyaku, tapi istriku hanya menoleh sekilas lalu melanjutkan makanannya. "Sayang, mana sarapanku?" ujarku sekali lagi. Hingga akhirnya ia menoleh ke arahku.
"Kamu mau sarapan?"
"Iya, mana sarapan pagiku?"
"Memangnya kamu masih mau makanan buatanku?"
"Maksudnya?"
"Bukanya kamu sudah bosan ya sama masakanku?"
"Sayang, kamu ini bicara apa sih? Aku sudah lapar loh."
"Kalau lapar, mintalah sama dia. Bukankah masakan dia tidak membuatmu bosan?"
"Siska, kamu--" Sepertinya aku tahu maksud dari perkataan dia barusan.
"Seperti perkataanmu, Mas. Kamu sudah bosan dengan masakanku yang itu, itu saja. Jadi kamu jangan berharap bisa makan masakanku." Selesai sarapan Angga dan Siska langsung pergi meninggalkanku sendirian. Mereka berdua sudah pergi lebih dulu, tanpa menungguku. Padahal perutku sudah sangat lapar.
Aku pun baru sadar, jika yang mengambil ponselku di mobil adalah Siska sendiri, pantas saja dia menyindirku dengan perkataannya. Kuakui, aku memang sudah bosan dengan hidangan masakan dia di dalam chat tersebut saat aku berkirim pesan dengan Rahma.
Tapi sekarang, aku sangat merindukan masakan istriku. Aku ingin sekali merasakannya lagi.
...****************...
“Apa! Jadi kamu dan mbak Siska telah membuat perjanjian?” ujar Rahma, saat ini aku sudah memberitahukan padanya perihal surat perjanjian tentang harta yang akan diambil alih oleh Siska.
“Iya, aku terpaksa melakukan itu," jawabku lesu.
“Kenapa kamu harus menuruti permintaan Mbak Siska? Apa kamu tidak sadar, jika perjanjian itu dapat membuatmu rugi! Begitu juga dengan diriku! Lalu gunanya kita berdua menikah apa, Mas? Kalau semua aset dan hartamu dialihkan oleh Mbak Siska. Lalu aku dapat apa?” Rahma begitu murka dengan perjanjian tersebut. Ia tidak mengira jika hal seperti ini bisa terjadi. Ia kira Siska adalah wanita bodoh yang tidak tahu apa-apa. Namun perkiraan Rahma justru melesat. Impian yang selama ini ia dambakan akan semakin menjauh.
Dobel up, Thoor /Pray//Pray/