Kembalinya Mantan Membawa Kehancuran
“Mas aku mau ngomong sama kamu,” ujar Siska, ia buru-buru menghampiriku saat baru saja pulang bekerja, aku tahu ia sengaja melakukan hal itu, karena kalau tidak seperti ini diriku sulit sekali untuk diajak berbicara.
Jujur saja, aku sudah mulai bosan dengan suaranya. Aku ingin cepat-cepat masuk kamar.
“Mau ngomong apa? Aku lagi sibuk, aku capek loh baru pulang kerja, masih banyak pekerjaan yang belum selesai di restoran. Tolong jangan bikin aku tambah pusing.”
“Aku cuma mau ngomong sebentar, tolong dengarkan sekali saja perkataanku, ini tentang anak kita, Mas.”
“Aduh, memangnya anak kita kenapa lagi? Apa dia buat masalah di sekolahnya?”
“Bukan gitu, Mas.”
“Lalu apa?” Terlihat raut wajah Siska, aku tahu dia kecewa atas sikapku. Tapi mau bagaimana lagi. Aku benar-benar sudah lelah.
"Aku tahu kamu lelah, tapi tolong dengar kan ucapanku. Ini demi anak kita."
"Tidak bisakah di lain waktu untuk membicarakan anak kita. Aku yakin sekali, pasti masalah ini enggak jauh-jauh dari sekolah."
“Bukan, Mas, anak kita mau—“
Sebelum dia melanjutkan pembicaraan, aku langsung menghentikannya. “Maaf, ya. Aku lagi banyak pikiran, bicaranya nanti saja ya. Akhir-akhir ini keadaan Resto lagi buruk. Tolong jangan ganggu aku dulu ya, untuk masalah anak sebisa mungkin kamu yang handle dulu, kalau kamu tidak bisa, baru kamu bicara lagi sama aku. Aku mohon sama kamu mengertilah untuk saat ini.”
“Tapi, Mas—“ Tanpa mau mendengarkan ucapannya lagi. Aku lebih memilih masuk ke dalam kamar, dan menutupnya rapat-rapat. Aku benar-benar tidak ingin diganggu olehnya.
Sedangkan Siska, masih diam di tempat sambil menatap pintu kamar yang sudah tertutup rapat. Melihat sikap suaminya yang akhir-akhir ini berubah, membuat perasaan Siska tidak karuan. Ia ingin sekali menepis pikiran buruk tentang suaminya yang sudah berubah beberapa bulan ini, tetapi selalu ia tepis, ia selalu berpikir bahwa suaminya adalah yang terbaik, dan ayah yang baik untuk anak untuk anaknya.
Walaupun Siska sering kali diabaikan oleh suaminya, ia tetap bercerita. Namun sayang, usaha yang sudah ia lakukan agar mendapatkan perhatian suaminya selalu berakhir dengan rasa kecewa, suaminya lebih memilih bermain ponsel ketimbang mendengarkan ucapan dirinya.
...****************...
“Mah, ada yang mau aku bicarakan sama kamu," ujarku.
“Bicara apa, Mas?” Dahiku berkerut, aku bingung melihat wajah Siska yang begitu senang ketika aku mengajak bicara. "Tumben kamu mau bicara sama aku?"
"Memangnya tidak boleh, kalau aku bicara sama kamu?" ketusku, pagi-pagi sudah bikin suasan tidak enak saja. Kenapa sih dia harus berlebihan seperti itu. Hanya diajak bicara saja sudah senang.
"Bukanya enggak boleh, aku cuma senang aja kok, sudah lama kita berdua tidak pernah berbicara. Ngomong-ngomong kamu mau bahas apa nih?"
“Ini tentang resto kita, akhir-akhir ini keadaan resto tidak stabil. Omset yang kita dapat setiap bulan selalu menurun.”
“Masa sih, Mas? Bukanya Resto kita selalu ramai ya setiap hari. Beberapa minggu yang lalu aku sempat datang ke sana untuk melihat keadaan resto.” Aku cukup terkejut dengan pengakuan dirinya. Untuk apa dia datang ke Resto?
“Siapa yang suruh kamu datang ke Resto!” Siska terkejut mendengar suaraku yang sedikit meninggi.
“Mas, kamu—“
“Kamu jangan lancang ya, datang ke resto tanpa seizin suami. Aku enggak suka kamu datang ke Resto seenak jidat kamu!” Aku langsung menutup mulut dengan tanganku. tiba-tiba saja rasa sesal ini datang menyelimuti hatiku. Bagaimana ini?
“Barusan kamu meninggikan suara?” Aku baru sadar bahwa aku telah melakukan kesalahan di depan Siska. “Sejak kapan nada bicaramu jadi meninggi seperti tadi, Mas? Baru kali ini aku dengar suara kamu seperti itu selama kita menikah.”
“Ma ... Maaf, aku enggak sengaja meninggikan suara di depan kamu. Aku Cuma kelepasan saja.” Terlihat tatapan Siska begitu kecewa dengan diriku, bahkan kelopak matanya sudah mengembun.
“Kamu berubah, Mas,” lirih Siska disertai suara parau.
“Maksud kamu?”
“Di mataku, kamu seperti orang lain, Mas. Kamu seperti bukan suamiku atau Ayah bagi anak kita, akhir-akhir ini sikap kamu juga berubah menjadi dingin, dan lebih parahnya lagi kamu seperti tidak peduli dengan anak kita, setiap kali anak kita ingin mengajak jalan-jalan di akhir pekan, kamu selalu menolaknya dengan alasan terlalu sibuk dengan Resto, hingga akhirnya anak kamu mulai menyerah untuk tidak lagi meminta dirimu untuk menemani jalan-jalan. Itulah sebabnya aku ingin berbicara kepadamu, tentang anak kita."
“Mah, maaf. Aku benar-benar tidak sengaja, aku enggak bermaksud seperti itu. Tolong mengertilah. Akhir-akhir ini kepalaku lagi pusing, memikirkan omset Resto, tahun ini benar-benar sangat kacau. Maka dari itu aku mau membicarakan masalah ini sama kamu. Mulai besok aku akan selalu menginap di resto dan akan jarang pulang ke rumah sampai keadaan Resto benar-benar stabil, jika semuanya sudah beres. Aku akan pulang setiap hari seperti biasanya, tapi untuk kali ini aku akan menginap di sana dan akan pulang seminggu sekali, karena aku juga butuh bantuan teman untuk ikut mengelola restoran.” Terlihat dahi Siska berkerut, terlihat dari wajahnya kalau Siska sulit sekali untuk mempercayai kata-kataku.
“Kenapa kamu sampai harus menginap di restoran? Sebelumnya kamu tidak pernah melakukan ini, padahal dulu awal-awal kita membangun restoran. Kita pernah merasakan yang namanya restoran hampir bangkrut, tapi tidak pernah tuh kamu sampai menginap segala untuk mengurus semuanya, apalagi sampai meminta bantuan teman untuk mengelola bisnis kita, memangnya aku tidak bisa membantu dirimu untuk mengelola restoran. Kenapa harus orang lain yang ikut turun tangan.” Jujur saja Siska sedikit tidak terima jika ada orang asing yang ikut mengelola restoran. Walaupun itu temanku, aku tahu hal seperti ini sangatlah sensitif, apalagi ini berhubungan dengan keuangan dan juga pendapatan omset setiap bulan, jadi Siska benar-benar harus berhati-hati agar tidak ada orang lain ikut mengelola restoran karena hal ini sangatlah berbahaya bagi masa depan restoran tersebut. Tapi aku tidak peduli akan hal itu, toh Siska hanya sibuk mengurus rumah dan anak saja
“Kamu nggak akan mengerti masalahnya.”
“Masalah apa yang tidak aku mengerti? Kamu tahu sendiri kan aku wanita seperti apa, sebelum kita berdua menikah aku juga punya usaha kok, bahkan pengalaman mengelola usaha sudah bagus selama kuliah dulu.”
“Dulu dan sekarang berbeda, jangan kamu samakkan, intinya aku akan menginap ke resto dan kamu tidak akan aku izinkan untuk datang ke sana karena aku tidak mau kamu ikut khawatir dengan keadaan Resto, biar aku yang menghandle.”
“Tapi, Mas—“
“Cukup sampai sini pembicaraan kita, karena hanya itu yang ingin aku sampaikan ke kamu, mulai detik ini kamu jangan terlalu ikut campur dengan urusan Resto, kamu fokus saja dengan pekerja rumah tangga, dan juga anak kita.”
Semenjak kejadian itu aku benar-benar menepati apa yang aku katakan padanya, setiap hari aku selalu menginap ke Resto, dan akan pulang seminggu sekali, setiap kali istriku mengajak untuk pulang ke rumah , aku selalu menolak dengan alasan yang selalu sama. Sekalinya pulang ke rumah itu hanya seminggu sekali selebihnya aku selalu menginap di sana.
Walaupun Siska sangat Penasaran sekali dengan keadaan Resto, tapi ia tidak bisa membantah perintah perintahku untuk tidak datang ke sana. Biarlah semua urusan itu resto aku yang menangani, yang penting Siska hanya fokus terhadap anak, aku tidak mau dia ikut campur urusanku.
...****************...
“Mah, kemarin aku lihat Ayah di Mall,” ujar sang anak bernama Angga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Dewi Anjasmaraa
dari fb lanjut ke noveltoon kirain Uda tamat..
2024-11-08
0
Kusmiati
siska semangat
2024-11-13
0