Alan adalah CEO tampan dan kaya, karena trauma dia membenci wanita. Untuk mendapati penerus, dia memilih nikah kontrak dengan Azalea, dan begitu ia melahirkan, pernikahan mereka berakhir.
Patah hati karena pria dingin itu, Azalea melahirkan anak kembar dan membawa salah satu anak jauh dari Alan tanpa sepengetahuannya.
Lima tahun kemudian, kedua putra Azalea secara tidak sengaja bertemu di rumah sakit. Saat itu, satu anak dalam keadaan sehat dan satu lagi sakit parah. Azalea yang malang diam-diam menukar identitas kedua putranya agar putranya yang sakit dapat diselamatkan.
Akankah rahasia identitas itu terungkap?
Akankah ia terjerat lagi dengan Alan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hati yang tersakiti
Elouise berbalik, matanya melotot sempurna ketika melihat seorang pria yang belum pernah ia lihat sebelumnya berdiri di hadapannya.
"Kamu ngapain disini? Ayo sini! keluar! nanti Papa mu marah!"
Tangan kecil Elouise di tarik oleh pria itu, setelahnya pria tersebut kembali menutup pintu yang sempat Elouise buka tadi.
"Om capa cih?! Nda kenal duga!" Pekik Elouise sembari menarik kembali tangannya.
"Eh? Kamu gak kenal om?" Tanya pria tersebut yang tak lain adalah Brandon.
"Nda kenal! Citu capa? Pacalna papa?"
"Eh?!" Brandon melongo melihat sikap Elouise padanya. Dia pikir, Elouise adalah Alexix sehingga dia merasa aneh ketika Elouise tak mengenalinya.
"Kamu nih sakit gagal ginjal, bukan geger otak. Kenapa kamu jadi lupa sama om?" Bingung Brandon.
Elouise menggaruk pipinya yang tak gatal, bukannya hanya lupa. Dia juga tidak tahu Brandon ini siapa. Pernah ketemu aja enggak.
"Brandon, kau disini?"
Keduanya tersentak kaget saat mendengar suara milik Alan. Sontak, keduanya beralih menatap Alan. Pria itu sepertinya baru saja bangun tidur, terlihat dari wajah bantalnya.
"Iya, tadinya aku mau menjenguk putra mu. Tapi, papa bilang jika Alexix sudah pulang. Apa kau sakit? Tumben sekali kau tidur jam segini?" Brandon tahu kebiasaan Alan, temannya itu tak mungkin tidur sebelum jam dua malam.
Alan menghiraukan perkataan Brandon, dia justru menatap putranya yang sedang bersiap ingin kabur itu. Sebelum Elouise pergi, Alan menarik kerah baju putranya.
"Mau kemana kamu? Sudah jam segini belum tidur juga? Mau papa hukum atau gimana? Beberapa hari ini papa baikin kamu, kok malah ngelunjak yah?!" Sentak ALan.
Brandon menatap kearah temannya, sekaligus sahabatnya itu. Alan tak pernah semarah ini pada putranya, terlebih setelah mengetahui jika putranya sakit. Alan lebih bisa mengontrol emosinya dan juga memperlakukan putranya dengan lembut.
"MASUK KAMAR! JIKA KAU KEMBALI BERTINGKAH, PAPA AKAN MENGURUNGMU DALAM KAMAR SEHARIAN!" Bentak Alan.
Elouise melengkungkan bibirnya, hatinya terasa sakit di bentak oleh Alan. Tak seperti Alexix, ketika di bentak anak itu akan melawan. Tapi Elouise, hatinya selembut ibunya. Azalea hampir tak pernah memarahinya. Sehingga, ketika Alan membentaknya. Elouise merasakan hatinya seperti tercubit.
"Papa j4hat! Aku mau cama mama aja! Papa j4hat! hiks ...." Seru Elouise sambil menepis tangan Alan yang memegang bajunya.
Elouise berlari kencang, meninggalkan Alan yang mematung di tempat. Brandon yang melihat keterdiaman Alan, bergegas menepuk bahunya.
"Hei! kau kenapa? Kenapa membentaknya? Ini hanyalah masalah sepele bro ... kenapa kau semarah ini? Biasanya Alexix kabur dari rumah pun, kamu tidak semarah ini. Apa ada seseorang yang membuatmu marah?" Tegur Brandon.
Alan hanya dian, tangannya terkepal kuat. Dirinya kembali ingat pertemuannya dengan Azalea dan juga, pria yang merangkul wanita tersebut.
"Jika kau marah dengan seseorang, jangan lampiaskan pada anakmu. Dia tidak bersalah, apalagi sekarang putramu sakit. Kau harus mengerti dirinya." Tegur Brandon.
"Diamlah! Kau tidak tahu bagaimana aku! bagaimana perasaanku! bagaimana posisiku saat ini! Kau tidak tahu bagaimana rumitnya kehidupanku!!" Bentak Alan sembari menunjuk tepat pada wajah Brandon.
Di bentak seperti itu, tentu saja Brandon marah. Turut merasakan emosi, Brandon menepis tangan Alan yang menunjuk pada wajahnya.
"Kau yang membuat kehidupan mu sendiri rumit, Alan! Jika saja kau mau berdamai dengan masa lalu, menerima Azalea sebagai istri mu. Kamu pasti akan bahagia saat ini! Kamu pikir, mudah menjadi orang tua tunggal? Oke jika kamu tidak butuh wanita, tapi putramu? Sekeras apapun kamu mencoba memberikan kasih sayang seorang ayah sekaligus ibu, putramu tetap akan kekurangan kasih sayang."
"Kenapa? Sebab, dalam dirimu. Tidak ada sosok seorang ibu yang bisa putramu rasakan. Kau terlalu keras, egois, pemarah, kau tidak bisa selembut ibunya dalam memperlakukan dirinya." Bahkan, Brandon meletakkan jari telunjuknya pada d4da Alan, untuk menekankan posisi pria itu.
"Itu lah alasan, mengapa dia berkata jika kau j4hat dan dia ingin bersama ibunya. Karena kau ...,"
"Apa kau lupa? Sejak lahir Alexix ikut bersamaku. Dia tidak pernah tahu, bagaimana sosok ibunya." Potong Alan, membuat Brandon membeku.
Brandon menarik jarinya, rait wajah terlihat heran. Dia kembali mengingat tentang Elouise tadi, dimana bocah itu tak mengingat dirinya. Bahkan, nama Brandon.
"Alexix, lupa padaku. Dia melihatku seperti ... melihat orang asing."
.
Sementara di kamar, Elouise mengunci kamarnya. Dia menaiki ranjang dan memeluk bantalnya sembari menangis sesenggukan.
"Papa galak kali! Becok pokokna El mau kabul! El nda mau di cini! Papa j4hat! Papa nda cayang El!" Isak Elouise.
.
.
.
Azalea tengah menyuapi Alexix makan malam, dengan telaten dia menyuapi putranya dengan tangannya. Makan malam mereka, hanya nasi dan telor ceplok. Karena akhir bulan, Azalea benar-benar kehabisan uang. Dia hanya memegang uang lembaran berwana hijau saja, yang harus dia cukupkan sampai gajian nanti. Tepat nya, lima hari lagi.
"Mama nda makan?" Tanya Alexix, ketika dirinya tak melihat Azalea ikut makan bersamanya.
Azalea menggeleng pelan. Kemudian, dia tersenyum menatap putranya. "Mama makan setelah Lexi kenyang. Ayo, sekarang A lagi." Pinta Azalea sembari menyodorkan sesuap nasi.
Bukannya membuka mulut, Alexix malah menjauhkan wajahnya. Netranya menatap Azalea dengan tatapan berkaca-kaca. "Pagi mama nda makan, ciang nda makan. Malam duga gak makan. Mama makanna kapan hiks ... mama cekalang ikut makan jugaaa hiks ... hiks ... Mama juga halus makan."
Azalea panik, sebab putranya menangis akibat dirinya tak makan. Segera, Azalea menyuapkan nasi ke dalam mulut untuk menghibur putranya.
"Sudah, mama sudah makan. Lexi makan juga, nih mama suapi." Akhirnya, Alexixi menghentikan tangisannya. Hidungnya dan pipinya memerah karena menangis tadi. Padahal hanya sebentar saja dia menangis.
Melihat wajah putranya yang seperti itu, membuat Azalea tersenyum. Namun, sedetik kemudian. Senyuman nya luntur, ketika dirinya mengingat jika hal tadi pernah terjadi saat dia bersama Elouise dulu.
"Mama kangen sama El, El sudah makan belum nak? Biasanya mama harus bujuk kamu makan dengan main di taman, apa Bi Sari menyuapimu dengan baik? Mama harap, kamu mau makan tanpa harus merepotkan Bi Sari." Batin Azalea. Entah mengapa, hatinya malam ini terasa sangat sedih. Nasi pun rasanya hambar sangat sulit dia telan, kerongkongannya serasa tercekat.
"Mama." Panggil Alexix menyadarkan sang ibu dari lamunannya.
"Ya El?" Sahut Azalea dengan spontan.
Dahi Alexix mengerut, rupanya ibunya tengah memikirkan adiknya. "Mama kangen El?" Tanya Alexix dengan sendu.
Azalea tersenyum, dia mengusap kepala putranya itu dengan sayang. "Maaf Lexi, El juga anak mama. Adik kamu, mama pasti merindukannya."
Alexix menatap wajah Azalea dengan lekat, mulutnya seperti akan bicara sesuatu yang terasa sangat berat untuk ia ucap. Namun, lama terdiam Alexix kembali membuka suaranya.
"Apakah caat Lekci cama papa, mama juga lindu Lekci cepelti mama lindu El? Apakah mama juga memikilkan Lekci? Apa mama kangen Lekci juga?"
Degh!!
Mata ibu dan anak itu berkaca-kaca, d4da mereka terasa sangat sesak. Azalea tertegun dengan ungkapan hati putranya itu, apakah dirinya sering merindukan putra pertamanya?
"Lexi, mama ...,"
"Lekci tau, mama nda ucah jelacin lagi. Lekci ngantuk mau tidur."
Degh!!
Azalea menatap kepergian putranya dengan air mata yang meluncur bebas dari matanya. Tubuhnya gemetar hebat, d4danya terasa berdenyut sakit. Azalea bahkan sampai memegangi d4danya, perkataan putranya membuat perasaannya ikut terluka.
"Bukan mama tidak merindukanmu nak. Namun, keadaan memaksa mama untuk mengikhlaskan mu tinggal bersama dengan ayahmu. Mama ingin merindukanmu. Tapi, merindukanmu terlalu sakit buat mama yang tidak bisa memilikimu." Lirih Azalea.
calandra bukan? terus yang jadi king atau kakak diva itu siapa?