Bintang panggung dan penulis misterius bertemu dalam pertemuan tak terduga.
Rory Ace Jordan, penyanyi terkenal sekaligus sosok Leader dalam sebuah grup musik, terpikat pada pesona Nayrela Louise, penulis berbakat yang identitasnya tersembunyi.
Namun, cinta mereka yang tumbuh subur terancam ketika kebenaran tentang Nayrela terungkap.
Ikuti kisah mereka....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FT.Zira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. KCTT 12.
Rory duduk bersandar di ruang latihan seorang diri dengan sebuah gitar di pangkuan. Pandangannya menerawang, mengingat kembali pertemuannya bersama wanita yang baru saja ia temui. Hingga tanpa sadar, jemari tangannya mulai memetik gitar yang berada di pangkuannya, menyenandungkan lagu yang sebelumnya tidak bisa ia selesaikan lantaran tidak menemukan lirik yang tepat. Namun, lagu itu mengalun begitu saja hanya dengan ia mengingat wajah Nayla.
\ \
.... Kala melihatmu di musim itu
Seakan terasa sihir cinta terbangun dalam hatiku.
..... Hatiku tersesat
Bagaikan hilang ditelan ombak
.... Dengarkanlah suaraku
Dapatkah kamu mendengarnya
.......(suara petikan gitar)
Waktu berhenti dalam sekejap.
Saat kamu genggam erat tanganku, aku akan mengikutimu kemanapun kamu pergi.
Kamu tak pernah jauh dari pandanganku.
Aku tersenyum saat kamu bernyanyi, aku menangis saat kamu bersedih.
Malam-malam yang sangat panjang ini,
Aku ingin menghabiskannya bersamamu.
.......(suara petikan gitar)
Apa yang kamu rasakan, katakan padaku.
Apa yang menjadi keinginanmu, katakan padaku.
Aku telah menemukanmu, namun aku kehilangan diriku.
Aku ingin mengatakan sesuatu, namun bagaimana aku mengatakannya.
Tidak ada kata-kata dalam bahasa apapun.
Yang dapat melukiskan dengan tepat bagaimana perasaanku.
......(suara petikan gitar)
Jika kukatakan,,,
Kecantikanmu,,,
Bagaikan sinar bulan,,,
.......(suara petikan gitar)
Rory terhanyut menyenandungkan lagu yang ia ciptakan sendiri tanpa menuliskan Chord (kunci gitar) pada buku seperti biasanya, bahkan ia tidak menyadari kedua matanya terpejam dengan jemari yang terus memetik gitar tanpa kesalahan. Bersenandung tanpa beban.
Tepat ketika lagu mencapai akhir dan ia membuka kedua matanya, Rory baru menyadari semua temannya kecuali Martin sudah berada di sana mengelilingi dirinya sembari bertepuk tangan dengan tatapan takjub.
"Kamu menyelesaikan lagu barunya?" Ethan bertanya antusias.
"Ya," Rory menjawab singkat.
"Bagaimana bisa? Padahal siang ini kamu mengatakan tidak bisa memikirkan apapun untuk lirik lagunya, dan sekarang kamu bahkan bisa menyempurnakannya dengan mata terpejam," sambut Ethan.
"Bukankah itu yang kalian harapkan?" sahut Rory tanpa beban kembali memainkan gitarnya.
"Jangan salahkan kami yang tidak bisa sepertimu," sambut Thomas membela diri.
"Dan itu salah satu alasan mengapa kaulah yang menjadi leader di sini," Nathan menimpali.
"Apapun," sambut Rory abai.
Tepat setelah Rory memberikan jawaban, pintu ruang latihan terbuka diikuti Martin yang melangkah masuk membawa lembaran kertas di tangannya.
"Kebetulan sekali kalian berkumpul di sini," ujar Martin.
"Ini jadwal kalian." sembari memberikan lembaran kertas masing-masing pada mereka.
"Kuharap kalian tidak lupa dengan konser yang akan kembali diadakan," imbuhnya.
"Tentu saja tidak," sambut Ethan.
Martin mengangguk, lalu mengarahkan pandangan pada Rory yang masih asik dengan gitarnya.
"Apakah dompetmu sudah kembali, Rory?" Martin bertanya.
"Sudah, dia memang menemukannya," jawab Rory.
"Lalu, apa yang dia minta sebagai gantinya?" sambut Martin skeptis.
Wajah Rory terangkat cepat, memberikan sorot tidak senang atas pertanyaan yang Martin ajukan.
"Apa masalahmu sebenarnya, Martin?" tanya Rory.
"Kau sebegitu tidak menyukainya bahkan sebelum kau bertemu dengannya, kau juga memberikan penilaian tanpa dasar,"
"Aku hanya menggunakan logikaku, Rory," jawab Martin membela diri.
"Mereka yang merasa telah berjasa akan meraup keuntungan untuk diri mereka sendiri, terutama setelah mereka tahu bahwa yang mereka bantu adalah seorang idol,"
"Konyol!" Rory mendengus kesal.
"Bagaimana dia akan melakukan hal itu jika dia sendiri bahkan tidak mengenaliku meski aku sudah membuka maskerku?" imbuhnya.
Semua pandangan kini tertuju pada Rory dengan keterkejutan yang sama, menganggap apa yang diucapkan Rory mustahil terjadi mengingat Rory-lah pemilik penggemar terbanyak jika dibandingkan mereka semua.
Detik berikutnya, suara tawa mereka terdengar kala teringat sesuatu.
"Apakah itu artinya ada tambahan satu orang yang tidak mengenalimu?" tanya Ethan disela tawanya.
"Apa maksudnya?" Martin bertanya dengan kening berkerut.
"Salah satu karyawan dari Mr. Darwin tidak mengenali kami sama sekali ketika kami berada di sana," jawab Thomas.
"Itu karena kalian mengenakan masker kalian bukan?" sambut Martin tak percaya.
"Bagaimana mungkin kami berada di dalam ruangan Mr. Darwin dengan tetap mengenakan masker kami?" sanggah Ethan.
"Dialah orangnya," Rory menyela.
"Wanita yang kita temui di ruangan Mr. Darwin dan wanita yang menemukan dompetku adalah orang yang sama," ungkapnya.
"EEEHHHH,,,,???"
"Wanita itu? Sungguh?" sambut Ethan tak percaya.
"Ya," jawab Rory singkat.
"Dia jugalah wanita yang tidak sengaja ku temui di taman saat aku mencari dompet di sana," paparnya.
"Jika demikian, mengapa dia tidak memberikan dompetmu saat bertemu denganmu di taman?" sela Martin tak puas.
"Kalian bahkan bertemu untuk kedua kali di kantor tempat wanita itu bekerja. Dia sudah membuka dompetmu saat itu, benar bukan?"
"Itu artinya dia sudah melihat wajahmu di kartu identitas. Lalu mengapa dia tidak memberikan saat itu?" tandas Martin.
"Kamu tidak bisa menyalahkannya jika dia tidak bisa mengingat wajahku," bela Rory.
"Terutama setelah kami membuat janji untuk bertemu," imbuhnya.
"Justru dari hal itu kau perlu berhati-hati terhadap wanita seperti itu," ucap Martin.
"Apa maksudmu menyebutnya wanita seperti itu?" sambut Rory tidak senang.
"Dia sudah bertemu denganmu di kantor, tapi dia diam saja. Jelas, dia memiliki tujuan, jika tidak dia sudah memberikan dompet itu tanpa perlu mengulur waktu," ucap Martin
"Karena dia belum mengetahui bahwa akulah pemiliknya," bela Rory.
"Usaha pembelaanmu justru terdengar konyol!" cibir Martin.
"Kalian bahkan sudah bertemu di taman, dia bisa membuka dompetmu di sana bukan?" Martin mencibir.
Ketegangan meningkat drastis ketika tak satupun dari dua pria itu mau mengalah, menguatkan pendapat mereka sendiri tanpa memperdulikan empat orang yang berada disekitar keduanya.
"Teman-teman tolong hentikan!" Thomas menengahi.
"Apa?" sambut Martin.
"Kau mau membelanya? Kau pikir aku seperti ini untuk siapa?"
"Martin, tidakkah kau merasa justru yang dia lakukan adalah langkah cerdas?" Kevin angkat bicara setelah lama terdiam, menghentikan adiknya sebelum kembali mengeluarkan argumen yang akan terus berlanjut tanpa akhir.
"Pahamilah situasinya! Kita asumsikan saja begini,"
"Jika dia membuka dompet yang dia temukan di sana, siapapun yang melihatnya akan mengambil kesempatan untuk mengakui bahwa itu dompet miliknya, teman atau saudaranya. Tapi, jika dia menunggu di sana, kurasa dia berpikir akan ada seseorang yang mencari sesuatu, dan dari sanalah dia akan mendapatkan jawaban apakah dompet yang dia temukan milik orang itu atau bukan,"
"Tentu saja dengan dia membuka isi dompet di depan orang itu lebih dulu untuk memastikan pemilik asli,"
"Aku setuju," sambung Thomas.
"Anggap saja akulah yang menemukan dompet itu,dan menunggu. Ketika seseorang telihat mencari sesuatu aku bisa bertanya apa yang dia cari dan disitulah aku akan menemukan jawabannya," susul Thomas.
"Tidak membuka dompet yang ditemukan di tempat umum adalah langkah aman. Aku justru tidak menyangka dia bisa berpikir jauh dan memilih menghubungi nomor yang ada di dalam dompet yang dia temukan," Kevin berkata lagi.
Martin terdiam.
"Lalu, kenapa dia tak menanyakan apapun padanya?" Martin bertanya sembari menunjuk Rory menggunakan dagunya.
"Dia hampir menanyakan sesuatu padaku, tapi sebelum dia memiliki kesempatan untuk bertanya, seseorang menghubunginya dan meminta dia untuk pulang," sambut Rory.
"Apakah salah jika aku menyarankan wanita itu untuk segera pulang setelah mendengar dari orang yang menghubunginya bahwa dia sudah berada di sana hampir lima jam?"
Mereka yang mendengar kalimat terakhir Rory membelalak kaget tanpa terkecuali.
"Dia gila! Ini sudah memasuki musim dingin dan dia duduk tanpa kepastian apapun selama itu? Dan itu malam hari," desis Nathan tak percaya.
"Dari hal ini sekarang aku mengerti, alasan mengapa pagi harinya dia tidak bisa langsung mengembalikan dompet yang dia temukan," sambung Ethan.
"Dia bekerja pagi harinya, dan kurasa dia memiliki banyak pekerjaan karena saat itu Mr. Darwin memanggil wanita itu untuk ke ruangannya di tengah pembicaraan kita. Bukankah itu menandakan itu hal yang penting," Thomas menimpali
Martin kian terdiam, menciptakan keheningan panjang yang terasa tidak nyaman di hati semua orang. Detik berikutnya, Rory beranjak dari duduknya, membawa gitar yang baru saja ia mainkan dan berhenti ketika dirinya akan melewati Martin.
"Terkadang aku membenci sifat imperatif mu Martin. Aku sadar itu memang demi tim, tapi kau tahu? Sebuah penilaian tanpa dasar bisa saja meleset," sindir Rory lalu berlalu meninggalkan mereka semua tanpa menoleh.
Hal yang sama juga dilakukan mereka yang tersisa, melangkah melewati Martin sembari mendaratkan tepukan di bahu pria itu.
"Kau mengenal Rory dengan baik, kuharap kau tidak tersinggung atas apa yang dia ucapkan" ucap Thomas.
"Kau hanya melakukan tugasmu, dan kau melakukannya dengan baik. Istirahatlah!" ucap Kevin.
Setelah mengatakan itu, Thomas, Kevin dan si kembar keluar dari ruang latihan, meninggalkan Martin seorang diri.
"Aku melakukan ini bukan karena tugas, tapi aku tidak ingin melihat Rory hancur lagi hanya karena wanita,"
"Aku sangat peduli padanya, juga pada kalian semua, kalian sudah seperti keluarga bagiku," Martin berkata lirih dengan kepala tertunduk.
...%%%%%%%%%%%%%...
# Keesokan harinya...
Tidak seperti biasanya, kedatangan Rose disambut oleh seseorang ketika wanita itu akan masuk ke dalam ruangan Nayla.
"Selamat pagi, Nona,"
. . . . .
. . . ..
To be continued.....
NOTE:
- Imperatif
Adalah sifat yang mengikat atau memaksa sehingga tidak dapat dilanggar. Cenderung kehendak kepada orang lain