Entah dari mana harus kumulai cerita ini. semuanya berlangsung begitu cepat. hanya dalam kurun waktu satu tahun, keluargaku sudah hancur berantakan.
Nama aku Novita, anak pertama dari seorang pengusaha Mabel di timur pulau Jawa. sejak kecil hidupku selalu berkecukupan. walaupun ada satu yang kurang, yaitu kasih sayang seorang ibu.
ibu meninggal sesaat setelah aku dilahirkan. selang dua tahun kemudian, ayah menikah dengan seorang wanita. wanita yang kini ku sebut bunda.
walaupun aku bukan anak kandungnya, bunda tetap menguruku dengan sangat baik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alin26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Jika benar itu Kevin. Bukannya seharusnya dia ada di tempat Siluman Ular itu? Kenapa dia masih ada di rumah dan menggangu Mbak Yuri? Pertanyaan demi pertanyaan terus muncul di benakku.
"Novita?" Om Pras memanggilku sambil melambaikan tangannya.
"Eh, maaf, Om."
"Ada apa sih, Novita? Daritadi ngelamun aja," ucap Tante Maria yang duduk di dekatku.
"Enggak ada apa-apa. Cuman lagi mikirin cerita tadi, kasian Mbak Yuri diteror," elakku.
"Itu belum seberapa, Novita. Malam terakhir di kamar itu, Mbak Yuri udah gak kuat lagi. Sepanjang malam dia diteror oleh dua sosok menyeramkan," ucap Om Pras.
"Dua sosok?" tanyaku.
"Iya."
*
Malam itu terasa sunyi. Suara televisi dari ruang tengah pun tak terdengar lagi. Mbak Yuri sudah membaringkan tubuhnya, bersiap-siap untuk tidur. Tidak lupa dia membaca doa, agar tidak ada gangguan.
Awalnya semua baik-baik saja. Sampai ... Mbak Yuri mendapatkan mimpi buruk. Anak kecil itu sedang berlari sambil tertawa, mengelilingi tempat tidurnya. Dalam keadaan setengah sadar, suara tawanya terdengar jelas di telinga kirinya. Tiba-tiba ...
Duk!
Anak kecil itu melompat ke atas tubuh Mbak Yuri, hingga membuatnya terbangun. Dengan mata masih terpejam, dia merasakan tubuhnya tidak bisa digerakan. Dadanya mulai terasa sesak. Saat membuka matanya ....
Sosok anak kecil itu sedang jongkok di atas tubuh Mbak Yuri. Wajah mereka saling berhadapan. Matanya melotot dengan bola mata yang hitam. Bibirnya pun tersenyum lebar. Mbak Yuri tidak bisa menutup matanya, seperti dipaksa menatap wajah yang menakutkan itu. Bahkan berteriak pun tak bisa.
Dalam keadaan panik, Mbak Yuri mulai membaca doa di dalam hati. Dia terus mengulang-ulang doanya, sampai sosok menyeramkan di hadapannya itu menghilang. Tubuhnya pun langsung bisa di gerakan. Bergegas dia bangkit dari tempat tidur dan berlari ke luar kamar.
Krek!
Bunyi gagang pintu yang turun ke bawah. Namun, pintunya tidak terbuka. Mbak Yuri berusaha membuka pintunya, tetap tidak berhasil. Dia pun berteriak minta tolong, sayangnya tidak ada jawaban dari luar.
Tek!
Bunyi sakelar lampu . Dari ekor mata, Mbak Yuri melihat lampu kamar mandi tiba-tiba menyala. Namun, dia tidak ingin membalikan tubuhnya, tetap menghadap pintu kamar.
Tek! Tek! Tek!
Terdengar bunyi sakelar yang naik turun dengan cepat. Mbak Yuri yang penasaran pun, akhirnya menengok ke arah kamar mandi. Matanya terbelalak saat melihat ada sosok lain sedang berdiri di sana. Dia sedang memainkan sakelar.
"Sosok apa, Om?" tanyaku.
"Laki-laki. Bajunya penuh dengan darah dan berwajah rusak," balas Om Pras.
Perlahan, sosok itu mendekat dengan menyeret salah satu kakinya yang terlihat patah. Mbak Yuri membalikan badan dan berusaha membuka pintu. Namun lagi-lagi usahanya tak berhasil. Sementara itu, sosok itu semakin mendekat. Dalam posisi terpojok, dia hanya bisa duduk di pojok kamar, dekat pintu. Mendundukan kepala dengan kedua lutut menjadi penopangnya.
"Mau ikut kami?" Terdengar suara seseorang, kemungkinan dari sosok anak kecil berkulit pucat itu.
Mbak Yuri tidak mau mengangkat kepalanya. Dalam hatinya terus berdoa, agar kedua sosok itu segera pergi.
"Ayo ikut dengan kami, di sana menyenangkan," ucap sosok itu, diikuti dengan hawa dingin yang terasa di tangan.
Bau anyir menyeruak, masuk melalui sela-sela lutut dan tangan. Ditambah bau busuk yang membuat Mbak Yuri mual, hingga berkali-kali menahan nafasnya.
"Temani kami, Mbak!" Terdengar suara lain. Mbak Yuri menduga itu dari sosok yang dipenuhi darah tadi.
Sepanjang malam, Mbak Yuri duduk di sana. Tidak berani mengangkat kepalanya atau mengintip sedikit pun. Kedua sosok itu terus mengajaknya untuk ikut dengan mereka.
*
"Kasian banget Mbak Yuri," ucapku.
"Iya, paginya dia langsung buru-buru pulang. Pas Om telepon katanya dia udah beberapa hari sakit dan takut ke luar kamar," balas Om Pras.
"Kenapa takut ke luar kamar?"
"Katanya sih, dia sering liat anak itu ada di luar kamarnya."
"Apakah kedua sosok itu mirip dengan Kevin dan leon?" selidikku.
"Kamu sudah tau?" Om Pras balas bertanya.
"Novita cuman nebak, soalnya ciri-cirinya mengarah ke mereka."
"Iya, tadinya Om mau ngasih tau kamu nanti. Tapi ... berhubung kamu dah tau, ya udah."
"Seharusnya mereka berada di tempat Siluman Ular itu. Kok malah ada di rumah."
"Bukan hanya leon dan Kevin aja yang ada di rumah, Novita," ucap Om Pras.
"Maksudnya, Om?"
"Ada beberapa sosok lain yang menghuni rumah itu."
"Sosok lain? Apakah itu Lastri?" pikirku.
"Sosok apa, Om?" tanyaku.
"Biar Om lanjut cerita."
Selain Mbak Yuri, Om Pras pun menelepon anggota keluarga lainnya, yang menginap di rumahku. Namun, jawaban mereka seragam, tidak mendapat gangguan sama sekali. Berarti hanya Mbak Yuri saja yang mengalaminya.
"Tiga hari, Novita. Om tidur sendirian di rumah kamu dan gak berenti-berenti diteror," ucap Om Pras kembali mengawali ceritanya.
Malam berikutnya, Om Pras memiliki perasaan tidak enak. Perasaan itu membuatnya tidak berani ke luar kamar.
Menjelang tengah malam, suara-suara berisik dari luar mulai terdengar. Kadang terdengar kencang, kadang pelan. Dari suara benda terjatuh, hingga langkah kaki.
Om Pras hanya bisa berbaring di atas tempat tidur sambil bersembunyi di balik selimut. Dia terus memejamkan mata, agar cepat tertidur. Namun, usahanya selalu gagal. Sampai ...
Sebuah langkah kaki terdengar di lorong depan kamar. Suaranya besar, seperti ada orang yang sedang berlari mondar-mandir di depan kamar. Setelah beberapa lama, suara itu menghilang. Kondisi rumah kembali sunyi.
"Om kira udah selesai," ucap Om Pras.
"Padahal belum ya, Om?" tanyaku.
"Iya, belum."
Om Pras yang merasa kondisi sudah aman, membuka selimut. Lalu, mengambil ponsel di atas nakas. Dilihatnya jam menunjukan pukul 12 malam.
Dug!
Terdengar suara benturan kencang dari balik pintu. Kedua mata Om Pras langsung tertuju pada pintu kamar.
Dug!
Suara itu kembali terdengar. Diikuti dengan pintu yang sedikit bergetar. Di sini, Om Pras cukup yakin, ada seseorang yang sedang menggedor pintunya dengan keras.
"Pergi!" teriak Om Pras, meminta siapapun yang ada di balik pintu untuk tidak mengganggunya.
Dug!
Namun, suara itu malah semakin keras.
"Pergi!" teriak Om Pras lagi.
"Ini rumahku!" balas Suara dari balik pintu. Suara yang tidak asing di telinga Om Pras.