Kamu pernah bilang, kenapa aku ngga mau sama kamu. Kamu aja yang ngga tau, aku mau banget sama kamu. Tapi kamu terlalu tinggi untuk aku raih.
Alexander Monoarfa jatuh cinta pada Rihana Fazira dan sempat kehilangan jejak gadis itu.
Rihana dibesarkan di panti asuhan oleh Bu Saras setelah mamanya meninggal. Karena itu dia takut menerima cinta dan perhatian Alexander yang anak konglomerat
Rihana sebenarnya adalah cucu dari keluarga Airlangga yang juga konglomerat.
Sesuatu yang buruk dulu terjadi pada orang tuanya yang ngga sengaja tidur bersama.
Terimakasih, ya sudah mampir♡♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ingatan Dewan Iskandardinata
Meeting dengan Om Dewan dan direksinya berjalan dengan baik dan lancar. Bahkan Aurora juga ikut membantu papinya. Dia sedang dipersiapkan untuk menggantikan papinya memimpin perusahaan.
Om Dewan dan Aurora pun mengantar Alexander dan Herdin sampai ke lobi. Mereka terus mengobrol sambil sesekali tertawa.
Ngga jauh dari sana, Rihana dan teman temannya akan baru keluar dari lift. Mereka akan makan siang di salah satu kafe di depan perusahaan mereka yang banyak bertebaran di sana.
"Eh, itu Alexander Monoarfa sama Herdin Prasetya," seru Seli dengan suara tertahan.
"Herdin Prasetya, yang keluarganya punya perusahaan galangan kapal?" seru Ratna kaget. Dalam hati memuji temannya yang memiliki pengetahuan yang luas tentang laki laki kaya.
"Yes! Pokoknya yang mana aja, deh. Aku mau semuanya," seru Seli dengam senyum sumrimgahnya.
Yang lainnya tertawa. Tapi ngga dengan Rihana..Pandangannya tercekat melihat keakraban ketiganya.
Alex begitu dekat dengan anak papanya. Papanya juga terlihat bahagia. Seharusnya dia ada di sana.
Dada Rihana rasanya sesak.
"Herdin aja. Denger denger, sih, putrinya si bos mau dijodohkan dengan Alexander Monoarfa," tambah Rukma.
DEG DEG
"Ooo," seru Puspa dan Winta bersamaan.
"Dijodohkan sama orang orang yang sederajat," timpal Milfa.
Mereka pun tertawa pelan. Mentertawakan harapan bodoh mereka yang menyukai ketampanan keduanya.
DEG
Rihana seolah tertampar keras mendengarnya.
Dia ngga sederajat, kah?
Sakit, itulah yang dirasakan Rihana.
Baru tad malam dia merasa bahagia Tapi kebahagiaan itu direnggut dengan cepat secara paksa.
Matanya memanas. Dan saat itu lah Alexander menoleh padanya.
Alexander tersenyum padanya tapi Rihana memalingkan cepat wajahnya.
Alexander agak terkejut dengan reaksi Rihana.
"Sana kalian pergi makan siang. Om masih harus balik ke ruangan lagi," kata Dewan membuat Alexander menatapnya.
"Papi ngga ikut makan? Jangan menunda makan, papi," ucap Aurora sambil menempelkan kepalanya di bahu papinya.
Rihana udah ngga tahan lagi melihatnya. Walaupun dia membenci laki laki yang ngga bertanggung jawab itu, tapi dia juga iri nelihat kedekatan keduanya.
Dia yang harusnya juga memiliki hak untuk melakukannya. Dan disayang laki laki yang sudah mensia siakan dirinya dan mamanya.
Kembali sesak Rihana rasakan hingga dia sulit bernafas.
Dia memejamkan mata, mencoba membayangkan ibu panti dan adik adiknya. Rihana mencoba mengingat tanggungjawab besar yang ada di punggungnya.
"Kamu kenapa?" tanya Winta cemas ketika melihat kedua tangan Rihana agak bergetar dan mata yang terpejam erat
"Udah lapar, ya? Apa kamu ngga sarapan?" tanya Puspa ikutan panik.
"Eh, aku ngga apa apa," sahut Rihana sambil menaruh tisu di matanya. Karena mulai ada rembesan air matanya.
"Kemu kelaparan sampai nangis, ya?" senyum Rukma bercanda.
"Aku juga begitu. Ayo, ngga usah kita lihat laki laki yang bukan untuk kita," sambungnya lagi diiringi derai tawa yang lain.
Mereka mengangguk hormat dan memamerkan senyum semanis mungkin ketika melewati Dewan dan ketiga orang di dekatnya.
Tapi Rihana hanya menunduk, sama sekali ngga mau melihat Air matanya bisa benar benar tumpah jika dia harus melihat papa dan anak perempuan kesayangannya.
Alexander memperhatikan Rihana dengan intens. Kehadirannya di sini untuk menemui Rihana. Tapi meeting begitu alot hingga baru saja selesai.
Dan Rihana melewatinya begitu saja tanpa melihat atau tersenyum dengannya, membuat hatinya agak mencelos.
"Papi ikut makan siang sama kita, ya," terdengar suara Aurora sangat lembut.
Perhatian Dewan yang tadi tercuri oleh sikap salah satu pegawainya yang tadi menunduk saat melewatinya, kini berbalik pada putrinya lagi.
"Oke. Di depan aja, ya," sahutnya lembut. Ada keinginannya untuk makan di satu tempat yang sama dengan karyawan barunya tadi.
Ada yang aneh menyusup dalam dadanya. Ada keinginan yang kuat untuk melihat pegawai baru yang lebih tua beberapa tahun dari putri itu.
Mungkin dia juga sudah sebesar itu? lamun Dewan dalam hati. Kembali dia teringat akan gadis yang mengaku sudah hamil dengannya.
Tapi gadis itu menghilang. Tapi tadi malam dia memimpikannya. Gadis itu menatapnya dengan sedih sebelum menghilang. Ya, menghilang. Membuat dia terjaga di tengah malam dengan keringat dingin membasahi kening dan punggungnya.
"Ya, papi. Kak Alex, Kak Herdin, ayo," kata Aurora penuh semangat sambil menggandeng papinya.
Alexander teralihkan perhatiannya akibat kata kata Aurora. Dia saling tatap dengan Herdin.
"Oke," jawabnya berat. Niat ingin pergi menuju ke tempat Rihana batal sudah. Apalagi ada Om Dewan yang mengikuti. Tambah sungkan Alexander menolak.
Keemparnya beriringan keluar dari lobi perusahaan. Mereka pun memasuki kafe di seberangnya.
"Apa kita di ruang privat saja?" tanya Aurora yang melihat kafe cukup rame dan sebagian besar adalah pegawainya. Karena tatapan dan senyum hormat mengarah pada mereka.
Dewan ikut menatap sekitar kafe. Hatinya tersenyum melihat pegawai itu ada di sana. Secara kebetulan ada empat kursi kosong ngga jauh dari keberadaan pegawai baru yang selalu mengganggu pikirannya akhir akhir ini.
"Kita ke sana," tunjuknya sambil melangkahkan kakinya.
"Oke, papi."
Alexander tertegun. Ada Zira-nya di dekat situ bersama teman temannya.
Tepukan Herdin menyadarkannya
"Ayo."
Tanpa kata Alexander mengikutinya.
Dari tempat duduknya, Alexander bisa menatap Rihana dengan jelas. Tapi gadis itu tetap menundukkan kepalanya.
Sambil makan pun Alexander terus menatapnya. Dia ngga peduli kalo tingkahnya diperhatikan orang lain. Sama seperti dulu.
Rasanya dia ingin menghampiri Rihana saat ini juga. Ada perasaan takut kalo Rihana salah paham dengannya.
Begitu juga Dewan. Siang ini celotehan putri kesayangannya ngga benar benar dia tanggapi.
Isi kepalanya di penuhi kenangan puluhan tahun yang lalu.
Flashback
Setelah mengatakan akan bertanggung jawab, Dewan pulang ke rumah. Tapi alangkah kagetnya dia, karena orang tuanya sudah bersiap untuk berangkat.
Ini terlalu cepat.
"Papi ada jadwal meeting di sana. Om Bas baru ngasih tau," jelas papinya waktu itu.
Ngga bisa. Dia ngga bisa pergi sekarang
Dengan kalut Dewan pergi lagi meninggalkan rumah ke tempat gadis itu menunggu.
Dewan pun belum tau namanya. Dunia sudah gila bekerja untuknya.
"Dewan!" teriak maminya kaget karena anaknya yang baru pulang, kini berbalik lagi pergi. Dan yang membuat mami dan papinya tercekat, anaknya menjalankan mobilnya sangat kencang. Seakan dia sedang terburu buru harus menyelesaikan urusan pentingnya.
"Ikuti dia!" perintah papi pada pengawal yang sudah bersiap di depan mobil. Papi dan mami pun menyusulnya.
Gadis itu memang pernah masuk dalam radarnya. Tapi karena keseriusannya belajar, Dewan belum niat mendekatinya sekarang. Nanti dia akan mencarinya setelah lulus. Dewan hanya berpikir logis waktu itu. Kalo jodoh ngga akan kemana.
Dan obat perangsang sialan itu mempercepat jodoh pertemuannya. Malah dia menidurinya sampai gadis itu mengaku hamil.
Karena panik, Dewan gagal menyalib sedan di depannya. Tapi sebuah motor yang datang tiba tiba dari arah berlawanan membuatnya membanting stir ke kiri. Dan pohon di depannya jadi tumbalnya.