Sequel " SEMERBAK WANGI AZALEA"
Zara Aisyah Damazal masih menempuh pendidikan kedokteran ketika dia harus mengakhiri masa lajangnya. Pernikahan karena sebuah janji membuatnya tidak bisa menolak, namun dia tidak tau jika pria yang sudah menjadi suaminya ternyata memiliki wanita lain yang sangat dia cintai.
" Sesuatu yang di takdirkan untukmu tidak akan pernah menjadi milik orang lain, tapi lepaskan jika sesuatu itu sudah membuatmu menderita dan kau tak sanggup lagi untuk bertahan."
Akankah Zara mempertahankan takdirnya yang dia yakini akan membawanya ke surga ataukah melepas surga yang sebenarnya sangat di cintainya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 15 : Zara terluka
Jantung Zara dag dig dug tak karuan. Jika tidak salah dengar, Ezar baru saja mengajaknya tidur bersama. Gerakannya yang lincah saat mengatur karpet dan selimut tebal itu kini terlihat kaku.
Tanpa menunggu persetujuan Zara, Ezar sudah berpindah tempat. Zara melongo di buatnya.
" Jangan repot repot, lipat saja kembali karpet nya. Ku rasa tempat tidur mu ini, muat untuk dua orang." Katanya tersenyum sumringah.
" Tapi dok..."
" Kenapa, kau malu?"
" Bukan begitu."
" lalu, apa yang kau tunggu?"
Zara menghela napas panjang. " Baiklah." Dalam keadaan terpaksa, Zara berbaring di samping Ezar. Sebuah bantal ia letakkan di tengah sebagai simbol pemisah.
Ezar seketika berubah ketus begitu melihat bantal guling yang mengganggu penglihatannya itu.
" Kau pikir aku penjahat?" Kesal Ezar.
" Bukan begitu, tapi yang namanya dua orang dengan jenis kelamin berbeda berada di atas tempat tidur, itu terasa..."
Ezar bangkit dan menyenderkan tubuhnya di sandaran tempat tidur.
" Hei,, aku ini suamimu. Kau tidak lupa kan?"
" Tentu saja tidak. Saya hanya berusaha menjaga diri saya dok."
" Apa maksudmu ?"
" Ya,,, mungkin saja saya sudah mulai menyukai dokter. Tapi tetap saja, saya tidak akan menyimpan rasa itu untuk saya pelihara. Karena dokter pernah mengatakan jika pernikahan ini belum tentu akan berlangsung lama. Tentu saya tidak boleh mengharap sesuatu yang lebih. Saya tidak ingin merasakan sakit hati yang berkepanjangan yang entah kapan akan sembuh dan kembali seperti sedia kala, karena sakit yang teramat pedih adalah sakit yang di rasa langsung oleh hati."
Ezar membisu. Benar, itu adalah kata katanya, dan baru beberapa bulan berlalu, dia seperti lupa dengan perkataannya itu. Rasa nyaman saat berada di dekat Zara membuatnya lupa dengan syarat yang dia buat sendiri.
" Tidurlah, ini sudah malam." Kata Ezar lalu berbaring dan membungkus tubuhnya dengan selimut.
*
*
Seminggu berlalu setelah mereka menginap di rumah Brawijaya. Ezar dan Zara bak orang asing walau hidup dalam satu atap.
Ezar kembali berbicara seperlunya, begitupun Zara yang membalas ucapan Ezar seadanya.
Jam enam pagi, Zara sudah berangkat ke rumah sakit setelah terlebih dahulu menyiapkan makanan untuk Ezar.
Pagi ini, jadwal Zara lumayan padat. Ada tiga operasi yang harus dia ikuti bersama dengan dokter Bayu.
Dokter Bayu selalu mengikutsertakan Zara di setiap operasi yang akan dia lakukan. Dan gadis cantik itu lambat laun mulai paham cara kerja dokter Bayu bayu.
Operasi kedua selesai sebelum jam makan siang, jadi Zara bisa istirahat sebelum melanjutkan operasinya yang ke tiga untuk hari ini.
Syifa melambaikan tangan ketika melihat Zara berjalan ke arahnya. Beberapa menit lalu, Syifa menghubungi sahabatnya itu. Meminta Zara ke kafetaria rumah sakit. Perutnya yang keroncongan tidak bisa lagi bertahan lebih lama. Syifa harus segera mengisinya.
" Mau makan apa?" Tanya Syifa tidak sabaran.
Zara menggelengkan kepala." Tunggu dulu Ifa, aku kan belum duduk." Protesnya.
" Maaf, aku lapar sekali, dari tadi aku menunggumu."
" Dokter Bayu baru selesai operasi."
" Pantas. Tapi kenapa wajahmu lesu sekali?"
" Capek, ini operasi keduanya. Aku akan ikut lagi dengan nya setelah jam makan siang."
" Ya sudah, kalau begitu ayo kita makan, mau pesan apa?"
" Soto ayam saja."
" Baik bosku."
Syifa menghampiri stand penjual jajanan di kafetaria rumah sakit. Banyak pilihan makanan di sana. Namun Syifa tidak sempat untuk berkeliling. Baginya makan apa saja di saat perutnya sedang sekarat tidak lah penting. Syifa pun menjatuhkan pilihannya sama seperti menu makan siang Zara. Seporsi soto ayam dengan sepiring nasi sudah lebih dari cukup.
Sambil menunggu Syifa datang, netra Zara mengelilingi kafetaria. Mencari sosok pria yang selalu membuatnya menangis semasa kecil. Tapi sejauh dia memandang, tak terlihat pula yang dia cari. Hanya ada satu pria yang Zara sangat kenal. Pria itu sibuk dengan macbook nya.
Netra Zara menatap pria tampan yang sudah memenuhi separuh jiwanya. Pria yang selalu membuat hatinya bak roller coaster, terlebih sikapnya yang suka berubah ubah. Mengingat itu, Zara mengulas senyum.
Namun senyum Zara seketika menghilang ketika melihat seorang wanita cantik yang tiba tiba datang dan mencium pipi Ezar.
Hatinya seperti teriris, perih. Ezar nampak bahagia dengan kedatangan wanita itu. Tidak cukup dengan ciuman, wanita dengan rambut indah itu juga memeluk Ezar, dan Ezar membalas pelukannya.
Netra Zara berembun, dan dua tetes cairan keluar dari netra indahnya. Syifa yang baru datang sembari membawa dua botol air mineral terkejut melihat Zara yang tiba tiba saja menangis.
" Kau kenapa?" Tanya nya khawatir. Syifa mengenal Zara dengan baik. Walau manja, tapi Zara tidak sembarangan mengeluarkan air matanya.
Cepat cepat Zara mengusap netranya lalu memasang senyum yang sangat di paksakan.
" Tidak apa apa."
" Jangan bohong."
" Aku serius, mungkin karena cuaca panas dan angin yang berhembus kencang membuat mataku jadi kering." Bohong Zara.
" Aku tidak percaya Ra, hidung mu merah."
" Aku serius. Eh,, aku duluan ya." Kata Zara kemudian berdiri.
" Tapi kamu belum makan."
Zara tidak menjawab, dia berbalik dan naasnya, tubuhnya bertabrakan dengan pramusaji yang membawa dua mangkuk soto ayam pesanannya. Mangkuk tersebut jatuh berjamaah, kuah soto mengenai kaki Zara. Panas, itu sudah pasti.
Suara pecahan dari dua mangkuk dan dua piring itu membuat seisi kafetaria menoleh ke arah Zara, tidak terkecuali Ezar.
Netra mereka bertemu, dan Zara secepat kilat membuang pandangannya.
" Maafkan saya ya mbak." Kata Zara berjongkok dan membantu membersihkan pecahan piring yang berserakan.
" Tidak apa apa dok. Sebaiknya jangan di sentuh, nanti biar saya sapu." Belum selesai pramusaji itu berbicara, tangan Zara sudah teriris pecahan mengakibatkan luka goresan di tangan kirinya.
Syifa dengan cepat datang membantu, rasa laparnya menguar seketika. Bukan tangan Zara yang menjadi prioritas, tapi kakinya. Syifa lihat betul, bagaimana kuas soto itu mendarat sempurna di atas kaki Zara.
" Ayo kita ke IGD." Ajak Syifa.
" Aku tidak apa apa."
" Aku tidak percaya padamu. Dengarkan aku sekali ini saja." Kata Syifa berbisik." Kau tidak mau kan aku membuka kaos kaki mu di tempat umum seperti ini?"
Zara mengangguk.
" Ayo. Kau masih bisa berjalan? IGD lumayan jauh dari sini." Kata Syifa kemudian.
" Insyaallah bisa."
Zara merangkul pundak Syifa sebagai bentuk pegangan. Namun baru beberapa langkah, seorang perawat wanita datang membawa kursi roda.
Zara dan Syifa saling tatap.
" Kenapa tiba tiba ada kursi roda?" Begitulah otak keduanya berpikir dengan munculnya kursi roda di saat yang tepat.
Zara naik dan di bawa segera ke IGD.
Dari jarak beberapa meter, Ezar menatap nanar kursi roda yang membawa istrinya ke ruang gawat darurat.
" Pasti Zara terluka, aku liat jelas soto panas itu tumpah dan mengenai kakinya." Kata seorang koas yang lewat di depan Ezar.
" Kasian ya Zar, mana anaknya cantik lagi." Ujar wanita di sebelah Ezar.
Ezar tidak menjawab. Otaknya masih jelas mengingat petaka yang menimpa Zara. Ezar kembali mengingat netra indah yang sempat menatapnya sesaat. Dia yakin kalau Zara melihat semuanya.
" Ayo makan, gara gara insiden tadi, makananku jadi dingin." Kesal Ghina.
Ezar mengalihkan pandangannya dan menatap Ghina tidak suka.
" Kau makan saja, aku masih ada operasi."
" Tapi Zar.."
Ezar tidak menggubris, dia mengayunkan kakinya dengan langkah lebar meninggalkan Ghina yang terlihat bingung dengan sikap Ezar.
" Benarkah kakinya terluka?" Ezar membatin sembari berjalan tergesa, dia terlihat gusar.
IGD sisa beberapa meter, tapi dia tidak berani masuk ke dalam sana.
" Bang Ezar?"
Ezar menoleh. Bayu sudah berdiri di sampingnya dengan nafas terengah engah.
" Sepertinya buru buru, ada pasien gawat?" Tanya Ezar.
" Tidak bang, aku mau melihat koas ku di IGD, ada laporan kalau kakinya terluka."
Ezar terkesiap.
" Maksudmu, koas yang.."
" Iya benar sekali bang, kata temannya, tadi di kafetaria dia tidak sengaja bertabrakan dengan pramusaji yang membawa mangkuk soto ayam dan soto panas itu tumpah mengenai kakinya."
Ezar membatu.
" Aku duluan ya Bang."
Dokter Bayu berlalu meninggalkan Ezar yang seperti orang bodoh tidak tau harus melakukan apa.
Istrinya sedang terluka, dan dia hanya diam saja.
...****************...
dasar, ezar si mesum😂