Novel ini adalah Sequel dari Novel ANTARA LETNAN TAMVAN DAN CEO GANTENG, cinta segitiga yang tiada akhir antara Cindra, Hafiz dan Marcelino.
Cinta Marcel pada Cindra boleh dikatakan cinta mati, namum cintanya harus terhempas karena kekuatan Cinta Cindra dan Hafiz. Akhirnya Marcel mengaku kalah dan mundur dalam permainan cinta segitiga tersebut.
Karena memenuhi keinginan anak-anaknya, Marcel dijodohkan dengan Namira (Mira) yang berprofesi sebagai Ballerina dan pengajar bahasa Francis.
Kehidupan Namira penuh misteri, dia yang berprofesi sebagai Ballerina namun hidup serba kekurangan dan tinggal di sebuah pemukiman kumuh dan di kolong jembatan, rumahnya pun terbuat dari triplek dan asbes bekas. Namira yang berusia 28 tahun sudah memiliki dua orang anak.
Apakah akan ada cinta yang tumbuh di hati Marcel untuk Namira, atau Namira hanya dijadikan pelampias gairahnya saja?
Yuk, ikuti kisah Cinta Marcel dan Namira.
Jangan lupa untuk Like, share, komen dan subscribe ya..Happy Reading🩷🩷
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Pisah
Namira sudah mengemasi barang dan juga membangunkan anak-anaknya untuk meninggalkan rumah Marcel, kejadian tadi sudah tidak bisa dia tolerir karena Marcel sudah berani membentaknya di depan semua orang.
"Lo mau kemana, Mira?" Tanya Boa
"Gue udah gak bisa tinggal di sini lagi, Bo"
"Lo mau minta cerai?"
"Iya, buat apa gue bertahan kalau keluarganya ga setuju terutama Kalila, dia benci banget sama gue, Bo. Lo gak lihat kejadian tadi gue ditampar mamanya"
"Hah?! Serius Lo, mana yang sakit" Boa menangkup wajah Mitha yang terlihat bengkak dan ada jiplakan tangan memerah di pipi Namira.
"Ya ampun Mira, kenapa bisa begitu sih?"
"Udahlah Bo, mau bantuin gue gak kabur dari sini?" tanya Mira sambil menepis tangan Boa yang masih menangkup wajahnya
"Duh gimana ya Mir, gue baru aja seneng kerja kantoran. Gue merasa dapat dunia baru, aahh gimana sih!" Boa mengusap wajahnya dengan kasar
"Ya udah, Bo. Gue gak maksa Lo harus ikut sama gue. Lo lanjutin aja karier Lo, gue rasa Tuan Marcel gak akan memecat Lo cuma gara-gara gue"
"Gak bisa Mir, gue di sini itu karena Lo, sekarang Lo mau pergi trus gue gak bakalan aman di sini"
Namira terdiam, dia senang Boa bisa bekerja dengan layak karena dia tahu Boa memang pantas bekerja di kantor. Dia pernah dapat wasiat dari ibu panti kalau ayah Boa adalah seorang pengusaha kaya di Semarang, tapi istri sah dari ayahnya tidak mau mengambil bayi itu di rumah sakit hingga pihak rumah sakit menitipkan Boa di panti asuhan. Ibu panti menitipkan sebuah kotak berisi wasiat dari mama Boa sebelum dia meninggal dunia.
"Jadi aku harus bagaimana, Bo?"
"Ya udah gue ikut Lo pergi dari sini, kerjaan bisa di mana aja, iya gak?!"
Namira tidak enak hati, dia melihat Boa sangat menikmati pekerjaan barunya saat ini.
"Gak, Bo. Gue merasa bersalah kalau Lo gak bisa melanjutkan karier Lo di perusahaan. Biarlah gue yang ngalah, selagi bukan tuan Marcel yang usir gue, gue akan tetap di sini nemenin Lo, Bo"
"Eehh jangan Mira, gue bisa kok kerja apa aja. Gue kemarin dapat kenalan baru supirnya pak Brahmantyo, katanya dia lagi cari personal assistant merangkap supir dan dia saranin gue ngelamar ke pak Bram, Karena pak Tomo punya tugas baru pimpin perusahaan yang di Kalimantan"
Seketika wajah Namira berbinar mendengar ucapan Boa, "Lo yakin Bo mau pindah kerja sama Bram? gue akan bicara ke Bram agar bisa rekrut Lo"
"Belum begitu yakin sih, tapi perlu dicoba"
"Kita keluar malam ini ya, Bo" Boa menganggukkan kepalanya.
Dengan hati-hati Boa membawa Namira dan anak-anaknya keluar dari rumah Marcel, untung saja di depan hanya di jaga pak Ahmad yang hobi ngorok, hingga kepergian Namira, Boa dan anak-anaknya tidak mendapat rintangan.
Namira memesan aplikasi taksi online melalui hape Boa, namun tujuannya kali ini bukan ke rumah lamanya yang di jalan melati, dia berencana pindah ke pinggiran kota.
"Mama, bagaimana sekolah aku. Masa aku pindah sekolah lagi" Ucap Wulan dengan suara paraunya karena baru bangun dari tidur.
"Nanti mama pikirkan Wulan, yang penting kita pergi dulu" Hati Namira berkecamuk
"Kita akan bobo di kasur keras lagi ya kak, padahal aku sudah enak bobo di rumah papa, kasurnya empuk banget" Ucapan Ilyas membuat Boa menoleh ke arah kursi belakang.
"Mir? Kita mau kemana?" Tanya Boa
"Malam ini kita nginep dulu di rumah mba Sela, Bo. Besok baru aku akan cari kontrakan" Namira memeras jemarinya, sebenarnya hatinya gugup.
Di tempat lain, Rumah sakit Pondok Indah.
Walaupun dia sudah berpesan pada Deo untuk menjaga Namira, entah kenapa hatinya sangat gundah. Dia terus memantau GPS yang dia sisipkan di ponsel baru Mitha. Tidak ada pergerakan dari GPS itu seakan Namira tidak beranjak kemana-mana.
Namira tidak sesederhana itu, pengalaman saat masa pelarian dari kejaran Mamy Hellen sebagai pelajaran buatnya untuk tidak membawa benda apapun dari pemberian Marcel, termasuk baju-baju yang baru beberapa hari lalu dibelikan.
Marcel terus mendesah gelisah, hingga pria di sebelahnya yang sejak tadi menemaninya pun ikut memperhatikan tingkah lakunya.
"Cel! gelisah betul kamu Cel, apa yang kamu khawatirkan?"
"Aku ingin melihat istriku, apa dia baik-baik saja setelah mendapatkan pemukulan dari mama, Zay. Aku juga tadi sempat memperlakukannya dengan kasar"
"Pergilah, biar aku tunggu mama-mu dengan Leon"
Marcel menoleh ke arah Hafiz/Zay,"Apa tidak merepotkanmu?"
"Tidak, pergilah Cel jangan sampai membiarkan dia menanggung perasaan sedihnya sendirian" Ucap Hafiz
"Baiklah Zay, terima kasih banyak" Marcel segera berdiri lalu meninggalkan rumah sakit.
Mobil baru saja memasuki halaman rumahnya, keadaan rumah begitu ramai dan heboh. Dengan tergopoh-gopoh, Deo menghampiri Marcel dengan wajah menunduk.
"M-maaf tuan, M-mira.." Deo gugup, belum sampai Deo mengatakannya Marcel sudah menarik kerah kemejanya
"Kenapa Deo? Bukankah aku sudah berpesan padamu untuk menjaganya!!" bentak Marcel
"Saat itu ada korsleting listrik di halaman belakang, percikan api langsung membesar dan saat Mira keluar dari halaman depan semua penjaga sedang berusaha memadamkan api di belakang, Cel"
"Aarrggkk..gak ada yang becus kalian, masa menjaga perempuan dan anak kecil saja kalian gak sanggup. Cek CCTV sekarang! apa penyebab korsleting listrik itu, ada sabotase atau kelalaian kalian"
Seluruh penghuni rumah di kediaman Marcel dibuat panik dan menyiapkan telinganya untuk mendengar Omelan kejam sang majikan. Marcel benar-benar kecewa dengan Deo karena tidak mampu menahan Namira tetap tinggal di rumahnya.
"Bagaimana bisa kamu tidak memperhatikan dia berkemas, sementara posisi kamu ada di ruang makan?"
Marcel kembali mencecar Deo karena dari CCTV terlihat Deo ada di sana saat Namira bolak balik menyiapkan kepergiannya.
"Cel, saat itu dia menceritakan ingin menunggumu untuk menemui Bu Amanda dan Kalila, dan aku percaya dia tidak akan kemana-mana"
"Dia bicara seperti itu? Tapi kenapa dia tetap pergi dari sini?" Marcel mengusap wajahnya
"Cari ke semua terminal, stasiun dan bandara jika perlu"
"Cel, dia gak mungkin pergi jauh-jauh, anaknya sekolah, Boa juga kerja dengan kita. Aku yakin dia akan kembali padamu" yakin Deo
"Deo, kemungkinan itu bisa saja terjadi setelah mama dan keluarga Hafiz menentang kehadirannya. Dan, dia belum ada perasaan apapun padaku" Marcel menunduk merasakan sakit di dadanya dan kegelisahan menyelimutinya
"Mira belum menyukai kamu? Itu gak mungkin Cel, dari tatapan dia ke kamu sudah bisa di pastikan dia menyukaimu"
"Aku membentaknya tadi, aku rasa dia sangat sakit hati padaku"
"Tumben kamu insecure seperti ini" Deo melirik Marcel
"Deo, ini tanggung jawabmu jangan berani meledekku kalau kamu tidak mampu membawanya kembali ke sini!" bentak Marcel
"Bagaimana Boa, kemana dia?" tanya Marcel
"Sebelum kejadian jatuhnya mama-mu, dia sudah pamit pulang karena mau jemput pacarnya" ucap Deo
"Kamu cari Boa, dia tidak akan jauh-jauh dari Namira"
"Baik" Deo berdiri dan melangkah meninggalkan Marcel.
'Namira, di saat wanita lain akan menempel terus padaku karena fasilitas yang kuberikan. kamu malah terlalu sibuk memikirkan bagaimana terlepas dariku. Apa yang kamu rencanakan Namira?'
***
Di bawah hujan rintik Namira berlari kecil mencari alamat kontrakan yang diberikan Sela, dia harus memastikan tempat tinggalnya kali ini akan nyaman untuk anak-anak yang sudah satu bulan menerima fasilitas terbaik dari suaminya.
"Permisi Bu, apa di sini ada kontrakan kosong?" Tanya Mira pada ibu-ibu berdaster dengan dandanan rapih
"Untuk satu keluarga atau sendiri mba?"
"Satu keluarga Bu, sejumlah empat orang"
"Wah kebetulan ada yang kosong, lengkap sudah ada barangnya karena penghuni lama sudah pindah tugas ke Papua, barang-barangnya mereka tidak bisa dibawa. Apa kamu bawa barang banyak?"
"Kebetulan Bu, saya juga belum punya apapun hanya baju yang kami bawa" Jawab Mira sedikit malu
"Sini masuk dulu, di luar masih hujan"
"Terima kasih ibu, oiya Bu nama saya Mira" Namira mengulurkan tangannya
"Oh iya, Ratih, panggil aja ibu bohay karena badan ibu yang bohay hahaha" Bu bohay menyambut ukuran tangan Mira
"Emangnya kamu pindah dari mana, kok cuma baju yang dibawa?" tanya bu Bohay
"Dari Jakarta Bu, tapi kemarin itu saya tinggal sama majikan jadi ART"
"Mira, tapi kontrakan ibu ini bayar listriknya agak mahal karena penghuni lama sudah pasang AC, kulkas dan TV. Kalau kamu mau bayarin alat elektroniknya gak apa-apa. Tapi kalau kamu gak mau, nanti barang-barang elektroniknya ibu pindahin"
"Memang berapa mereka mau jual Bu" tanya Mira hati-hati
"Dua juta, ibu gak ambil untung kalau kamu berminat hubungi penghuni lamanya aja, nanti ibu kasih nomer teleponnya"
"Boleh saya lihat dulu Bu?"
"Boleh, ayo sini"
Mira mengikuti langkah Bu bohay ke rumah di sebelahnya, terlihat dari luar seperti bangunan lama hanya saja dirawat dengan apik hingga terlihat bersih dan nyaman. Mata Mira menyapu seluruh ruangan, meneliti seluruh barang yang ada di sana.
"Kondisi barang masih baik ya, Bu?"
"Dilihat aja, biar sama-sama enak"
Namira membuka kulkas yang bersih dan terawat meskipun model jadul, televisi flat yang masih bagus dan dapur yang bersih, dia langsung jatuh hati dengan rumah yang posisinya terpencil itu.
"Sewa perbulan berapa Bu?" tanya Mira sambil melihat-lihat kamar mandi dan kamar tidur.
"Buat kamu dua juta aja perbulan" Namira melebarkan matanya karena ongkos sewa terbilang mahal untuknya yang belum memiliki pekerjaan lagi.
"Apa gak bisa kurang Bu, karena saya baru aja keluar dari kerjaan?"
"Itu udah murah banget, kontrakan di sini rata-rata tiga jutaan Mira"
Dengan wajah sedih Namira terpaksa mengurungkan niatnya mengambil kontrakan itu. "Saya pikirkan dulu ya Bu, karena uang saya sangat minim"
"Udah gini aja, ibu kasih tempo waktu satu bulan baru kamu bayar uang sewanya setelah kamu dapat pekerjaan, bagaimana?"
"Apa bisa begitu Bu?" mata Mira berbinar
"Ibu tinggal sendirian di sini anak-anak ibu udah masing-masing tinggal dengan keluarganya, kalau ada yang ngontrak gak terasa sepi"
"Ya ampun terima kasih ya Bu, terimakasih ya Allah memudahkan jalanku" Mira menengadahkan tangannya ke atas
...💃🩰💃🩰...
Bersambung...