"Siapkan dirimu! Aku akan kembali menyiksamu malam ini!" Stevan mengucapkan itu sembari melangkah menuju pintu untuk keluar.
"Aku tidak bisa melayanimu malam ini hingga sepuluh hari ke depan Stevan Jafer Dirgantara!"
Langkah pria itu terhenti saat mendengar Bulan dengan lantang mengatakan itu. Stevan berbalik memutar tubuhnya menatap Bulan dengan tatapan penuh tanya.
"Apa kau bilang? Katakan sekali lagi!" dingin dan tegas pertanyaan Stevan membuat Bulan tertawa di dalam hatinya.
"Ya! Aku tidak bisa melayanimu sampai sepuluh hari kedepan! Kau dengar itu Tuan Stevan?" ucapnya lagi dengan jelas.
Plaaakkk...
Bukan bertanya, Stevan justru melayangkan tangan ke pipi mulus Bulan hingga membuat wajahnya menoleh ke kanan sampai darah segar keluar dari sudut bibirnya. Bulan mengusap darah itu dan mendongak menatap pria yang ada dihadapannya dengan tatapan kebencian.
Bagaimana kisah selanjutnya?
kita simak yuk ceritanya di karya => Kekejaman Suamiku.
By: Miss Ra.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rania Alifah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 8
"Kenapa aku tidak bisa menatap matanya ? Tidak ! Aku tidak boleh jatuh cinta dengannya ! Seorang Stevan tidak akan bisa mempunyai rasa cinta !" ucap Stevan dalam hati.
*
Stevan berbalik menatap Bulan yang sudah duduk di tepi kasur dengan tajam. Dia menghampiri Bulan mencengkram dagunya dan melepas cadarnya kasar kemudian melumat bibir Bulan dengan rakusnya hingga membuatnya melenguh kesakitan.
Setelah puas, dia melepas ciumannya. Stevan melepas jas dan kemejanya juga membuka sabuk di celananya dengan kasar. Bulan yang melihat perlakuan Stevan dihadapannya memundurkan duduknya di atas kasur.
Dia sudah bisa memastikan apa yang akan dilakukan Stevan padanya.
"Kau... Kau mau apa Stevan?" lirih Bulan bertanya dengan gemetar.
"Aku akan memberi mu pelajaran atas apa yang sudah kamu lakukan!"
Stevan tersenyum menyeringai dan melangkah semakin mendekati Bulan. Wanita itu yang melihat suaminya semakin mendekat, membuat nya semakin memundurkan posisinya.
Stevan segera menarik kaki wanita itu hingga membuatnya terjatuh berbaring di atas kasur. Stevan membuka paksa hijab dan gamis dari tubuh Bulan.
Stevan menciumi tubuhnya dengan brutal dan kasar hingga membuat wanita itu kesakitan dari setiap gigitan yang Stevan berikan. Bulan terus memberontak, karena dia sudah tahu jika seperti itu suaminya tidak akan berhenti menghajarnya sampai miliknya membengkak.
Hanya melihat Bulan bicara dengan pria lain yang di bilang temannya itu membuat Stevan naik darah. Dia merasakan kemarahan yang meninggi setelah melihat dia bersama pria lain. Stevan sangat tidak menyukai itu.
"Hentikan! Aku mohon jangan paksa aku!" Bulan terus memberontak karena Stevan terus menggigit setiap inti ditubuh Bulan dengan kasar.
Stevan tidak memperdulikan penolakan istrinya itu, dia sudah berhasil melepas semua pakaian yang melekat di tubuh Bulan. Pria itu justru menikmati setiap apa yang ia ciumi ditubuhnya.
Stevan memasukan pedangnya secara paksa ke dalam goa milik wanita yang dibawah kungkungannya. Sepuluh hari tak menyentuhnya membuat dirinya sangat merindukan tubuh istrinya itu.
Para pelayan yang bertugas di depan kamar Nona mudanya itu mendengar setiap teriakan, des-sah-han dan rintihan kesakitan dari bibir Bulan. Mereka yang mendengar itu pun hanya saling menoleh dan saling pandang seakan merasakan rasa sakit yang dirasakan Bulan saat ini.
"Ya Allah kapan ini semua berakhir ? Aku sudah tidak sanggup lagi diperlakukan seperti ini !" lirih Bulan dalam hati.
Setelah puas menghujam tubuh istrinya, kini dia menjatuhkan dirinya di samping wanita itu. Stevan menarik tubuh istrinya dan memeluknya erat. Stevan merasakan ketenangan jika sudah memeluk Bulan, seakan dia bertemu sosok ibunya dalam diri Bulan jika sedang memeluk wanita itu.
"Lepaskan! Aku tidak mau dipeluk oleh pria sepertimu!" gumamnya lirih nyaris tak terdengar karena Bulan sudah merasa kelelahan.
"Diamlah! Jangan bergerak! Biarkan dulu seperti ini, aku sangat merindukan ibuku!" bisiknya.
Stevan memeluk Bulan dalam diam, dia menatap Bulan yang terlihat lelah sekilas. Tangannya terus memeluk tubuh mungil dan mulus itu semakin erat hingga tertidur dengan sendirinya.
*
*
*
Sore harinya, Bulan terbangun dan dia merasakan tubuhnya remuk setelah dihajar habis-habisan oleh Stevan siang tadi. Bulan menarik selimutnya yang hampir terlepas dari dadanya saat ia duduk dan meringis kesakitan.
"Ya Allah, sakit sekali badanku!" lirihnya menekan bagian bahwahnya dibalik selimut tebal yang menutupi tubuh polosnya.
Kaki kecil yang mulus itu turun dari kasur dengan perlahan sembari melilitkan selimutnya dan berjalan perlahan menuju kamar mandi. Dia akan membersihkan tubuhnya lebih dulu sebelum kembali tidur karena merasa semua tulangnya seakan patah.
Saat baru saja keluar dari kamar mandi, suara ketukan membuat Bulan menoleh menatap pintu.
"Masuk!"
Pintu kamar itu terbuka dan dia melihat pelayan yang ditugaskan melayani dirinya masuk dengan menunduk sembari membawa nampan berisi makanan diatasnya.
"Ini makanan untuk anda Nona Muda!" sopan dan ramah pelayan itu menaruh makanan diatas meja.
"Terimakasih, apa Stevan ada dirumah?" tanya Bulan memastikan pria kejam itu sedang berada dimana.
"Tuan Stevan sedang rapat diruang kerjanya Nona!" sahut pelayan menunduk.
"Baiklah, terimakasih sudah mengantar makanan untukku!"
Pelayan mengangguk dan melangkah pergi keluar dari kamar majikannya. Selesai memakai pakaian nya, Bulan duduk di sofa dan menatap makanan di depannya.
"Kau selalu bersikap kasar padaku ! Tapi perhatianmu membuat aku terus bertanya, sebenarnya kau mencintaiku ? Atau membenciku Stevan ?" lirihnya dalam hati.
Bulan akhirnya mulai menyantap makanan nya dalam diam. Satu tahun terus berada di dalam rumah membuatnya jenuh dan tidak bisa berfikir secara jernih. Dia yang seharusnya masih terbang bebas, kini terkurung bak burung merpati di dalam sangkar.
*
*
*
Malam hari nya, jam delapan malam. Stevan baru saja menyelesaikan rapat bersama asistennya yang bernama Boy. Stevan keluar dari ruang kerjanya berjalan menuruni tangga menuju meja makan.
"Selamat malam Tuan!" ucap pelayan menunduk hormat.
Stevan duduk bersama Boy di meja makan. Pelayan melayani Stevan dengan mengambilkan makanan sesuai porsi biasanya. Stevan yang sejak siang tak melihat Bulan akhirnya bertanya pada pelayan di dekatnya.
"Bagaimana kondisi istriku saat ini?" tanya Stevan dengan wajah datarnya.
Boy dan pelayan yang mendengar pertanyaan dari Tuan mudanya itu semua terdiam. Mereka tidak tahu Stevan bertanya dengan siapa.
"Hey kau! Apa kau tuli?" Stevan menoleh ke arah pelayan dan Boy hanya bisa menghela nafas pelan.
Pelayan itu yang melihat Stevan menoleh ke arahnya menunduk dan melangkah maju kemudian menjawabnya.
"Maaf Tuan, Nona muda sedang tidur saat ini."
"Apa dia sudah makan malam?" tanya nya lagi.
"Belum Tuan, Nona muda terus menutup matanya bahkan tidak mau beranjak dari kasur. Nona muda bilang dia hanya ingin istirahat saja!"
Mendengar penjelasan pelayan membuat Stevan menghentikan makan nya. Dia meletakkan sendoknya dengan kasar dan berdiri kemudian berjalan menaiki tangga menuju kamar Bulan.
Sedangkan Boy yang melihat sahabat sekaligus Bosnya itu pergi dari meja makan hanya diam saja tak memperdulikannya. Yang pasti dia hanya ingin menghabiskan makanan nya saat ini karena sudah sangat lapar sekali.
Stevan membuka pintu kamar Bulan dengan kasar hingga lebar dan melihat Bulan masih meringkuk dibalik selimut tebal dengan wajah pucat tak bertenaga.
"Kenapa tidak mau makan malam!?" tanya nya dengan nada tegas dan dingin.
"Aku tidak lapar!" sahutnya singkat dan lemas.
"Kau bisa mat-ti jika tidak makan! Keluarlah, kita makan bersama di meja makan!"
"Aku tidak mau! Kau makan saja sendiri!" Bulan berbalik memunggungi Stevan membuat pria itu marah.
"Bulan! Jangan kekanak-kanakan! Cepat keluar dan makan!"
Bulan tetap tak bergeming. Dia terus menutup tubuhnya dengan selimut tebal. Wanita itu sudah lelah diperlakukan kasar olehnya. Akhirnya dia berfikir untuk mogok makan agar dirinya lama kelamaan bisa pingsan dan dibawa kerumah sakit.
Sebenarnya Bulan hanya ingin menghirup udara luar. Tapi Stevan yang selalu mengurungnya membuat isi pikiran dan hatinya tak karu-karuan karena sangat jenuh.
...****************...