NovelToon NovelToon
Bumiku

Bumiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Spiritual / Kutukan / Kumpulan Cerita Horror
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: LiliPuy

bumi yang indah dan tenang seketika berubah menjadi zona tidak layak huni.
semua bermula dari 200 tahun lalu saat terjadi perang dunia ke II, tempat tersebut sering dijadikan tempat uji coba bom atom, sehingga masih terdapat radiasi yang tersisa.

selain radiasi ternyata itu mengundang mahluk dari luar tata Surya Kita yang tertarik akan radiasi tersebut, karena mahluk tersebut hidup dengan memakan radiasi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LiliPuy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Malam yang sangat panjang untuk chris di danau elips

Sinar matahari perlahan meredup di balik pepohonan, menciptakan bayang-bayang panjang di sepanjang jalan setapak menuju Danau Elips. Chris melangkah cepat, menggandeng tas pancingnya, sementara Toni berjalan di sampingnya dengan raut wajah penuh tekad.

“Ini bukan waktu yang tepat untuk jemur pancing, Toni,” kata Chris, melirik ke arah danau yang tenang. “Kita seharusnya pulang saja.”

“Chris, kita butuh jawaban,” balas Toni, matanya berbinar dengan semangat. “Banyak yang aneh di sini. Kita harus menyelidiki!”

Chris menggigit bibirnya. Beberapa jam lalu, makhluk aneh yang mereka lihat masih menghantui pikirannya.

“Kalau kita menemukan sesuatu yang menakutkan lagi?” Chris bertanya, berhati-hati.

“Kalau tidak berani, kita tidak akan tahu,” Toni bersikeras, melanjutkan langkahnya. Keduanya berhenti di tepi danau, menatap air yang tampak makin surut. Tanah berlumpur terbuka, memperlihatkan cerita kelam yang belum terungkap.

“Lihat,” Chris berkata sambil menunjuk ke arah air. “Tingkat airnya lebih rendah dari sebelumnya.”

Toni mengerutkan dahi, memperhatikan bagian tanah yang terpapar. “Semakin cepat.”

Malam mulai menjelang, Toni mengambil keputusan. “Kita harus mendirikan kemah di sini. Mungkin kita bisa melihat makhluk itu lebih dekat.”

“Bisa saja kita menjadikannya sebagai sasaran. Terus, apa rencananya?” Chris bersikeras, kegelisahan terpancar dari wajahnya.

“Cubalah berpikir positif! Ini kesempatan kita. Kita tidak akan tahu jika kita tidak mencoba,” kata Toni dengan mata penuh harapan.

Chris mengangguk pelan meski dalam hati masih ragu. Mereka mulai merapikan perlengkapan kemah dengan gerakan cepat. Saat mereka menancapkan tiang, angin malam ikut berbisik, menambah kesan mencekam di sekitar mereka.

“Malangnya tenang, kan?” ucap Chris sambil mencari kayu bakar.

“Kita bisa lihat lebih jelas nanti. Ayo, siapkan api unggun!” Toni menjawab penuh semangat.

Cahaya jingga dari api unggun mulai menghangatkan suasana, setidaknya bagi Chris. Namun, kegelapan masih menyelimuti danau dengan sirene kesunyian yang berat.

“Dengar, Chris,” kata Toni sambil menggenggam lengan sahabatnya. “Kadang-kadang, hal yang kita takutkan itulah yang memiliki jawaban.”

Chris terpaku, mulutnya bergetar. “Tapi bagaimana jika makhluk itu datang lagi? Kita tidak siap.”

“Kita harus siap. Tidak ada jalan keluar dari ini. Kita harus menghadapi ketakutan kita,” tegas Toni.

Mereka duduk berhadapan di depan api, memandangi permukaan air yang gelap. Dalam keheningan yang berat, Chris melihat bayangan melintas. Detak jantungnya menggebu.

“Saya merasa seperti kita sedang diawasi,” bisik Chris, matanya menyusuri permukaan danau.

Toni mengangguk. “Aku tahu. Tapi kita tidak sendirian di sini. Tahan rasa takutmu.”

Derak kayu membuat Chris melompat, sementara Toni hanya mengerutkan dahi. “Dengar itu?”

“Ya,” Chris berbisik, menahan napas. Suara aneh menggema, seolah berasal dari kedalaman danau.

“Seram. Mau lihat dari dekat?” tantang Toni dengan nada antusias.

Chris menatap sahabatnya, menggelengkan kepala. “Kita tidak bisa. Itu… itu mengerikan.”

Tetapi rasa ingin tahunya bergelora, dan dia bergerak perlahan menuju tepian.

“Chris!” seru Toni, tapi Chris sudah terlalu dekat dengan air.

Kedua mata mereka tiba-tiba berbinar saat melihat cipratan di kejauhan. Chris menahan napas, merasakan ketegangan.

“Adakah sesuatu di sana?” bisik Toni, berusaha menahan kegembiraannya.

Chris mengambil napas dalam-dalam. “Sesuatu bergerak… di bawah permukaan.”

“Tunggu, aku ambil senter!” Toni melompat, berlari ke arah tas mereka.

Chris tetap fokus pada air yang beriak, harap-harap cemas.

Toni datang dengan senter, menerangi area gelap. “Siap…”

Sinar terang menembus kegelapan, memperlihatkan bayangan muncul dari dalam air. Gumpalan yang bercampur, seolah makhluk aneh itu bergerak lambat.

“Ah!” Chris melompat mundur, tangan menutupi mulutnya.

“Tidak! Jangan mundur! Kita perlu melihat lebih jelas!” Toni memanjangkan leher, tiada tanda ketakuan.

Makhluk itu, gabungan antara ikan dan reptil, mendekati cahaya. Mata besar berkilauan memandang mereka, seolah juga menyelidiki.

“Tidak ada yang bisa kita lakukan sekarang,” Chris menggenggam tangan Toni. “Kita… kita harus pergi dari sini!”

Toni menghadapi makhluk itu, rasa ingin tahunya mengalahkan naluri pelarian. “Tidak, kita tidak bisa pergi. Ini informasi yang kami butuhkan!”

Beberapa detik berlangsung seperti selamanya. Lalu, Chris menyadari gerakan lain di air. Sebuah kerumunan makhluk kecil menyerupai belut, tampak gelisah di samping makhluk besar itu.

“Yang ini… banyak…” suara Chris bergetar, menggenggam lengan Toni lebih erat. “Kita benar-benar tidak sendirian.”

Toni tidak menjawab, fokus pada bayangan di permukaan. Dalam sekejap, si makhluk dengan cepat berputar, terhalang cahaya.

“Chris,” bisik Toni, wajahnya tanpa ekspresi, “kita harus kembali ke kemah.”

Keduanya mundur, kembali ke zona aman di belakang tenda. Toni mengunci ritsleting, menatap dalam kegelapan.

Mereka duduk dalam diam yang mencekam, jantung keduanya berdetak cepat.

“Malam ini tidak akan diingat dengan baik,” gumam Chris.

“Cukup dua orang untuk menggali rahasia ini. Siapa yang tahu makhluk itu bisa mengajari kita lebih banyak?” Toni mengangkat wajah penuh harapan, meski ketakutan menggulung.

Chris memandangi Toni, merasakan kehangatan sahabatnya. “Kalau kita membawa pulang informasi ini...”

"Akan berkali-kali lipat lebih baik," sahut Toni, semangat kembali menyala.

Tetapi rasa lelah menggeser semangat mereka, membuat obrolan mereda. Keduanya berusaha tidur, meski suara dari luar kian menarik perhatian mereka.

“Mendengarkan suara itu bikin tambah ragu. Apa yang sebenarnya kita temukan?” Chris akhirnya bertanya.

“Hal aneh pasti memiliki alasan. Kita harus cermat,” jawab Toni.

Mereka berdiskusi sambil mengingat sembari merenungi misteri danau malam itu.

Rasa penat mengalahkan rasa ingin tahu, keduanya terlelap. Hanya nyala api yang menyisakan kehangatan perangai malam.

Saat fajar mulai menjelang, cahaya pertama menyelinap ke bawah tirai tenda. Chris dan Toni membuka ritsleting, merasakan dinginnya udara pagi.

“Wow, kita hampir tidak tidur sama sekali,” Chris berkata dengan nada lelah.

“Ya, tapi sekurangnya kita mengetahuinya,” Toni menjawab, matanya berbinar meski wajahnya tampak letih.

Mereka melangkah keluar, melihat Danau Elips yang kembali tenang, seolah tidak terjadi apa-apa. Namun, benak keduanya dipenuhi banyak pertanyaan. Keanehan lainnya menanti mereka, dan perjalanan ini baru saja dimulai.Di luar tenda, embun pagi mendinginkan udara, menambah kesegaran suasana. Chris menghela napas dalam-dalam, aroma tanah basah dan air danau menyentuh inderanya.

“Apakah kamu melihat ke permukaan?” tanya Toni sambil memandang ke arah danau. “Aura itu terasa berbeda, bukan? Sejak kemarin.”

“Mungkin hanya tipuan mata,” Chris menjawab pelan, namun hatinya meragukan ucapannya sendiri.

“Mari kita periksa lagi,” ajak Toni, bergegas menuju tepian danau, langkahnya mantap. Chris mengikuti, meski jantungnya berdegup kencang.

Di tepi danau, air yang tenang kembali memantulkan langit biru, tetapi bayangan kemarin masih menyelimuti pikirannya.

“Apakah kamu merasa tenang di sini?” tanya Toni, menaruh tangannya di samping, bersandar pada batu besar.

“Entah kenapa, segala sesuatu terasa aku ditonton,” Chris berbicara jujur. “Semestinya kita pergi ke kota reksa saja.”

“Tidak. Seseorang perlu tahu apa yang terjadi di sini. Siapa tahu ada yang bisa kita selamatkan?” wajah Toni bersinar, penuh semangat.

Chris menoleh, memeriksa area sekeliling. “Maksudmu, untuk melaporkan makhluk itu? Toh, jika kita bilang yang sebenarnya, mereka pasti menganggap kita gila.”

“Belum tentu,” jawab Toni. “Bagaimana jika kita menemukan lebih banyak bukti? Kita bisa merekam dan membawa kembali ke kota.“

Kesunyian kembali melingkupi mereka. Chris berdebat, mempertimbangkan risiko dan ganjalan. “Toni… kita harus lebih berhati-hati.”

Sebuah suara dari belakang mengejutkan mereka. “Kalian berencana untuk menjelajahi lebih jauh, ya?”

Keduanya berpaling. Seorang perempuan tua muncul, menatap penuh waspada. Rambutnya putih, dan wajahnya dipenuhi keriput seolah menyimpan banyak rahasia.

“Kamu siapa?” Chris bertanya, mencurigai.

“Saya Petua, penduduk di sekitar Danau Elips,” jawab perempuan itu. “Banyak yang berusaha menjauh dari tempat ini. Namun, kalian terlihat seperti ingin mencari sesuatu.”

“Bisa dibilang begitu,” Toni

1
mous
lanjut thor
Hikaru Ichijyo
Alur yang kuat dan tak terduga membuat saya terpukau.
Mưa buồn
Kalau lagi suntuk atau gabut tinggal buka cerita ini, mood langsung membaik. (❤️)
Jelosi James
Sukses selalu untukmu, terus kembangkan bakat menulismu thor!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!