Dipinang adiknya, tapi dinikahi kakaknya. Loh!! Kok bisa? Terdengar konyol, tapi hal tersebut benar-benar terjadi pada Alisya Mahira. Gadis cantik berusia 22 tahun itu harus menelan pil pahit lantaran Abimanyu ~ calon suaminya jadi pengecut dan menghilang tepat di hari pernikahan.
Sebenarnya Alisya ikhlas, terlahir sebagai yatim piatu yang dibesarkan di panti asuhan tidak dapat membuatnya berharap lebih. Dia yang sadar siapa dirinya menyimpulkan jika Abimanyu memang hanya bercanda. Siapa sangka, di saat Alisya pasrah, Hudzaifah yang merupakan calon kakak iparnya justru menawarkan diri untuk menggantikan Abimanyu yang mendadak pergi.
*****
"Hanya sementara dan ini demi nama baikmu juga keluargaku. Setelah Abimanyu kembali, kamu bisa pergi jika mau, Alisya." ~ Hudzaifah Malik Abraham.
Follow ig : desh_puspita
******
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17 - Vitamin C
Pertanyaan konyol, sungguh Hudzai ingin sekali mengumpat saat ini. Akan tetapi, berhubung yang bertanya adalah Alisya, mana mungkin dia tega. Tanpa sengaja didiamkan saja sampai panik dan meminta maaf segera, apalagi jika sampai Hudzai benar-benar mengumpat di hadapannya.
"Aa'?" tanya Alisya sekali lagi sembari menepuk wajah tampan Hudzai pelan-pelan.
Berusaha memastikan karena memang sejak dia bertanya hingga detik ini pria itu hanya diam, tidak bereaksi apa-apa. Sebagai yang bersama Hudzai terakhir kali, jelas saja Alisya panik karena bisa jadi dijadikan tersangka andai nanti terjadi apa-apa.
Hudzai menggeleng pelan, sengaja tidak langsung bicara karena memang butuh waktu sebenarnya. Tubuhnya seakan masih gemetar dan nyawanya belum terkumpul semua, mungkin sebagian masih berada di pertigaan atau sebelumnya.
"Ehm? Kok cuma geleng?"
"Tidak apa, bibirku memang begini aslinya," ucap Hudzai beralasan.
Mana mungkin dia mengakui jika memang pucat sungguhan. Jelas hal itu akan melukai harga dirinya sebagai pria, terlebih lagi yang sejak dahulu terkenal dengan wibawanya.
Alisya yang mendengar pengakuan sang suami jelas tidak percaya begitu saja. Apalagi, salah-satu pesona dari dalam diri Hudzaifah yang terkenal adalah bibir merahnya, sudah seperti bibir perempuan dan hal itu cukup terkenal di lingkungan panti juga pesantren.
Mereka yang sempat melihat Hudzai akan berpendapat sama.Tidak mengenal usia, baik yang muda maupun yang tua, nyaris tak berbeda.
Karena itulah, dia sangsi manakala Hudzai mengaku jika memang begitu warna bibirnya. Sembari melangkah di sisi sang suami, Alisya dengan jiwa ingin tahu yang besar itu tetap bertanya walau jawabannya masih sama.
"A' Hudzai serius ... seingat Neng, rasanya tidak sepucat itu."
"Memang begini, Sya, lagi pula masih pagi jadi wajar pucat, 'kan?"
Pria itu menyakinkan sang istri, keduanya beriringan menuju ruang tamu dimana tiga cucu Opa Mikhail tengah duduk santai seolah memang sengaja menunggu kedatangannya.
Tidak hanya Azkara dan Habil yang memang bisa dipastikan sangat penasaran tentang dirinya, tapi juga ada si cuek kebanggaan Abi Sean duduk di sana, Syauqi.
Hudzai yang bisa menerka jika mereka bertiga pasti sengaja memantau pergerakannya berlagak buta dan berlalu begitu saja.
Hanya Alisya yang mengucapkan salam sebagai bentuk sopan santunnya. Sementara Hudzai cuek saja, sebagai yang mengenal mereka sejak lama jelas dia paham maksud dan tujuan mereka.
"Dari mana, Sya?"
"Masjid, Kak, anterin titipan Umi buat Pak Bitoh."
"Oh, tapi kok lama? Kalian dari mana?" selidik Habil melirik ke arah Hudzai sekilas, sudah pasti dia menaruh kecurigaan di sana.
"Ehm, tadi sarapan dulu, Kak."
"Lama juga ya? Sarapan dimana kalau boleh tahu?"
"Ck, banyak tanya," gumam Hudzai begitu pelan sampai tidak bisa terdengar oleh tiga orang di sana.
Kebetulan Hudzai memang sudah agak lebih jauh hingga membuat Alisya tidak bisa bicara banyak. Belum sempat Habil bertanya lebih dalam, Alisya mau tidak mau harus lanjut melangkah demi mengikuti suaminya.
"Mencurigakan, menurut kalian mereka kemana dulu?" tanya Habil membuka pembicaraan tepat beberapa menit pasca pasangan pengantin itu berlalu pergi dari hadapan mereka.
Keduanya tampak berpikir, terutama Azkara yang sebelum ini meremehkan Hudzai sebagai laki-laki. Masih dalam mode tidak percaya jika Hudzai bahkan lebih darinya tentu saja.
"Ehm sepertinya nyasar, i-iya nyasar."
"Cih." Jawaban Azkara secepat itu disambut decihan pelan dari Syauqi yang membuat pria itu mengerutkan dahi.
"Heum? Maksudmu apa, Ndja?"
"Bisakah Kakak berhenti memanggilku begitu? Risih sekali sebenarnya."
Azkara mengangguk pelan, beberapa kali seolah paham curahan hati adik sepupunya yang satu itu. "Tidak bisa, kenapa memangnya?"
"Terserah lah," gumam Syauqi hendak beranjak, tapi terhalang lantaran Habil secara tiba-tiba menghalangi kepergiannya.
"Apa lagi?"
"Menurutmu bagaimana?" tanya Habil masih pada inti permasalahan yang tadi mereka bahas, pendapat terkait perginya Hudzai.
Syauqi yang ditanya seketika menghela napas kasar. Sungguh menyesal dia bergabung dengan kedua manusia menyebalkan ini.
"Kalian berdua tuli atau bagaimana? Bukankah Alisya sudah jawab mereka kemana?"
"Ck, iya tahu ... tapi di sini aku tanya pendapatmu sebagai pengamat yang baik, Syauqi!!"
"Halah sudahlah, jangan ajak aku lagi lain kali ... buang-buang waktu, terlalu kepo tidak baik untuk kesehatan kalian tahu!" pungkas Syauqi berlalu pergi meninggalkan Azkara dan Habil yang kini saling menatap satu sama lain.
"Huft, adikmu kenapa?"
"Entahlah, banyak pikiran mungkin," balas Habil mengedikkan bahu sebelum kemudian menghempaskan tubuhnya di sofa.
"Sulit dipercaya, Kakak lihat dia peluk Alisya tadi 'kan?"
"Ehm, dan Alisya juga menangkup kedua pipinya ... apa yang terjadi kira-kira?" sahut Azkara menatap ke arah Habil yang juga tampak serius memikirkannya.
"Dua-duanya sulit ditebak, apa mereka sudah sedekat itu?"
"Bisa jadi."
"Tapi tidak mungkin, Kak!! bantah Habil mematahkan ucapannya sendiri.
Azkara yang mendengar seketika berdecak sebal. "Kenapa tidak mungkin?"
"Coba Kakak pikir, mereka menikah kemarin!! Seratus persen yakin, yang tadi mereka perlihatkan adalah bagian dari sandiwara."
"Kenapa kau justru berpikir begitu?"
"Ya gimana, coba pikirkan ... apa masuk akal langsung dekat? Ma-maksud terlalu cepat dan ini tidak masuk logika, apalagi Kak Hudzai sampai memeluk seperti tadi."
"Kau ini, banyak-banyak bergaul!! Hal semacam itu mungkin saja terjadi ... bahkan ada pasangan di pertemuan pertama langsung pelukan tahu?"
"Heih? Memangnya ada?"
"Ada pokoknya."
.
.
Sejenak meninggalkan pasukan kepo yang masih terus menerka sampai mengira kedekatan mereka adalah sandiwara, di sisi lain Alisya masih terus memerhatikan suami tampannya.
Memerhatikan bukan tanpa maksud, bukan pula hanya sekadar cuci mata dengan ketampanannya. Akan tetapi, yang terus menerus Alisya perhatikan ialah bibir pucat Hudzai.
Rasa bersalah Alisya semakin menguar tatkala melihat Hudzai yang kini terbaring di atas tempat tidur dengan satu tangan berada di atas keningnya.
Perlahan, Alisya mendekat dan duduk di tepian ranjang hingga posisi mereka terkesan lebih intens. Persis pasangan yang tengah menemani kala sakit, begitulah mereka sekarang.
"Aa'," panggil Alisya memberanikan diri menyentuh tangan kanan sang suami.
Sentuhan itu seketika berhasil membuat mata indah Hudzai mengerjap pelan, terlihat jelas dia selelah apa.
"Apaa?" Hudzai balik bertanya dengan suara lembut dan begitu menenangkan hingga terdengar sangat indah.
"Neng serius, Aa' baik-baik saja?"
"Hem, tidak perlu dipikirkan cuma agak lelah saja."
"Kecapekan berarti?" tanya Alisya memastikan dan jelas saja Hudzai angguki.
"Iya, begitu tepatnya."
"Neng cari obat kalau beg\_"
"Eh-eh mau kemana?!" tanya Hudzai cepat, secepat cengkramannya di pergelangan tangan sang istri.
"Cari obat, barangkali Umi ada atau nanti biar Neng ke apotek."
"Boleh deh, biasanya cuma butuh vitamin," sahut Hudzai yang Alisya kira memang sungguhan.
"Vitamin? Vitamin apa, Aa?"
Tak segera menjawab, pria itu terpantau senyum lebih dulu sampai Alisya harus mendesaknya.
"Aih, Aa' Hudzai vitamin apa?"
"Vitamin C."
"Vitamin C?"
"Hem, Cium," lanjutnya kemudian seketika membuat Alisya seketika bersemu merah.
"Ci-ci apa?"
.
.
- To Be Continued -
Hai semua, menjelang bab 20 ... Mohon kerja sama untuk tidak menumpuk bab ya, terima kasih🌹 Doain Hudzai nasibnya baik oteeey!! Oh iya, jal lupa follow ig author (desh\_puspita) Bye-bye
padahal di dunia hayal tapi brasa nyata si Abim nya.. 😄😍
waiting for you Abim.. 😀
apa mereka putus cinta...