Kara sangat terkejut saat Ibunya tiba-tiba saja memintanya pulang dan berkata bahwa ada laki-laki yang telah melamarnya. Terhitung dari sekarang pernikahannya 2 minggu lagi.
Karna marah dan kecewa, Kara memutuskan untuk tidak pulang, walaupun di hari pernikahannya berlangsung. Tapi, ada atau tidaknya Kara, pernikahan tetap berlanjut dan ia tetap sah menjadi istri dari seorang CEO bernama Sagara Dewanagari. Akan kah pernikahan mereka bahagia atau tidak? Apakah Kara bisa menjalaninya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ririn Yulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pulang
Setelah menghabiskan waktu kurang lebih satu jam menenangkan diri, aku pun akhirnya memutuskan untuk kembali ke kamar rawat Mas Saga. Pasti Mas Saga langsung bertanya aku dari mana, tak tau jawaban apa yang harus aku berikan. Ku buka pintu dan mendapati Mas Saga sudah bangun dari tidurnya langsung menoleh menyadari kedatangan ku, pun dengan kedua mertuaku.
Mama langsung menatapku tajam, tapi aku tak berani menatap ke arahnya. "Kamu dari mana aja sih, udah tau suami kamu lagi sakit. Kamu malah keluar keluyuran ga jelas, untung aja kami datang kesini. Coba kalau kami ga ada, pasti Saga malah sendirian, punya istri tapi berasa ga punya."
"Mama!!" Mas Saga sedikit berteriak untuk menegur Mama.
"Apa? Betul kan kata Mama," ucap Mama tersenyum miring, menjauh dari kami berdua. "Ayo, Pa. Kita keluar, Mama lapar dari tadi ga makan," ucap Mama mengajak Papa untuk keluar yang langsung di turuti oleh laki-laki paruh baya itu.
Setelah pintu tertutup menyisakan aku dan Mas Saga dari ruangan ini. Aku duduk di kursi samping ranjang Mas segitu dan mendongak begitu Mas Saga bertanya. "Dari Mana?"
"Maaf, Mas, aku dari luar," cicitku lalu kembali menunduk.
Mas Saga pun memegang kedua pipiku, agar kembali menatapnya. "Kalau Mas ajak ngomong jangan nunduk, sayang. Mas cuman mau nanya bukan mau marah."
"Maaf, Mas."
"Jangan minta maaf, kamu ga punya salah. Kenapa mata kamu sedikit merah?" tanya Mas Saga menyadari mataku yang merah, apa ketahuan sekali jika aku baru saja menangis.
Tak ingin Mas Saga tau bahwa aku keluar dalam waktu yang lama karna habis menangis, pun mencari alasan lain. "Masih merah ya, Mas? Tadi waktu duduk di luar ga sengaja kelilipan kena debu," ujarku berbohong dengan memberi alasan lain.
"Kok bisa sayang, lain kali makanya hati-hati kalau lagi di luar," ucap Mas Saga mengelus pipiku.
Aku mengangguk pelan. "Udah enakan badannya?" tanyaku begitu tanganku terulur memeriksa dahi Mas Saga yang kurasakan suhu tubuhnya sudah kembali normal.
"Udah," angguknya polos. "Sayang, ayo pulang. Ga tahan disini lama-lama," lanjut Mas Saga merengek sambil memegang tanganku.
"Kan lagi sakit Mas."
"Ga mau disini, mau pulang ke apartemen. Mau sama kamu, aku kan kesini biar kita habisin waktu bareng bukan buat ke rumah sakit," ujarnya cemberut.
Aku menghela nafas. "Yaudah nanti aku tanyain dokter, Mas bisa pulang sebentar atau belum."
Mas Saga tampak kegirangan. "Benaran?"
"Iya, Mas. Istirahat lagi yaa, biar cepat sembuh," ujar ku menarik selimut hingga sebatas pinggang Mas Saga.
"Cape tidur terus sayang," tolak Mas Saga tak ingin tidur.
"Katanya mau pulang?" tatapku.
Tak ingin membantah lagi akhirnya Mas Saga mengangguk patuh dan mulai memejamkan matanya. "Jangan pergi ya," gumamnya memegang tanganku.
"Iya, Mas. Sekarang tidur, aku ga kemana-mana," sahut ku berinisiatif mengelus rambutnya.
...ΩΩ...
Sore kemudian, aku kedatangan rekan-rekan kantorku, yaitu satu divisiku yang datang menjenguk Mas Saga. Tak menyangka mereka akan datang dan setelah mengobrol banyak akhirnya mereka semua pun pamit pulang, ada Disha, Ibu Adisty, Lutfi, Abi, dan Kak Eka.
Aku tersenyum menjabat tangan mereka, mengucapkan terimakasih karna sudah datang menjenguk Mas Saga, padahal mereka pasti lelah karna sepulang dari kantor langsung kesini.
"Makasih ya, Bu. Karna, udah repot-repot datang jengukin suami saya," kataku setelah berjabat tangan dengan Bu Adisty.
Wanita itu mengelus bahuku. "Kaya sama siapa saja kamu, tapi kami do'a kan semoga cepat sembuh ya suami kamu. Kalau begitu kamu semua pamit dulu yaa, maaf cuman bisa sebentar."
"Kalian udah datang aja saya udah senang, sekali lagi makasih ya Bu dan teman-teman, hati-hati di jalan," kataku mengantar mereka hingga depan pintu.
"Kami pamit, Ra," ucap Disha dan yang lainnya.
Aku tersenyum lalu mengangguk, setelah mereka tak terlihat lagi karna berbelok aku kembali masuk ke dalam kamar. Masih ada kedua mertuaku, aku berusaha melupakan kejadian tadi dan terlihat baik-baik saja. Tapi, karna itu aku makin segan dengan Mama, tak berani menatap atau mengajaknya bicara terlebih dahulu.
Aku kembali menghampiri Mas Saga, duduk di kursi samping ranjangnya sedangkan Mama dan Papa berada di sofa.
"Tadi teman kantor kamu semua, sayang?" tanya Mas Saga begitu aku duduk di kursi.
Aku mengangguk pelan mengiyakan. " Iya, kenapa, Mas?"
"Gapapa, cuman mau bilang makasih karna udah datang jenguk."
Aku kembali mengangguk, lalu menawarkan diri untuk memijit Mas Saga. "Mau di pijit ga?"
"Nanti aja sayang, kamu pasti cape dari tadi malam ngurusin Mas."
"Gapapa, kan udah kewajiban aku."
Kami yang asik mengobrol langsung menoleh kepada Papa dan Mama, saat Mama membuka suara. "Mama sama Papa mau langsung pulang sebentar malam, ga bisa lama-lama karna banyak kerjaan di kantor."
"Aku kira kalian mau nginep, Mama nginep aja biarin Papa yang pulang sendiri," ujar Mas Saga langsung di sahuti oleh Papa yang tidak terima istrinya di tahan-tahan.
"Enak aja, tahan-tahan Mama disini. Kalau Mama nginep siapa yang ngurusin Papa kalau mau makan sama berangkat ke kantor?"
"Kan ada pekerja di rumah, banyak lagi. Masa Papa udah tua masih di urusin aja makannya, kaya anak kecil aja," sindir Mas Saga.
"Ya gapapa, dong. Kan istri Papa, kenapa malah kamu yang sewot, itu ada istri kamu sendiri nanti lama kelamaan kaya anak kecil kamu mau di urusin terus," balas Papa tak terima.
"Udah jangan debat terus, kalian ini kaya anak kecil aja," ucap Mama menjadi penengah antara anak dan Ayah itu. Jika Mama bersifat begini aku seperti tidak pernah mengenalnya yang tidak suka padaku. Tapi, jika hanya berdua wanita itu langsung berlaku tidak suka melihat ku.
"Kami udah pesan tiket, berangkatnya jam delapan nanti. Mama sama Papa berangkat ke bandara kalau udah setengah tujuh, takut terlambat," jelas Mama. "Tolong di bantuin ya, Ra, urusin Saga. Maaf Mama ga bisa antar kalian pulang," kata Mama menampilkan raut wajah sedihnya yang aku tak tau tulus atau tidak.
"Iya Ma, gapapa. Aku pasti bakal urus Mas Saga," sahutku tersenyum menatap Mama.
Tapi, sekilas Mama langsung menampilkan raut wajah tidak sukanya padaku.