Ben Jamin Fredo (28), pewaris perusahaan wine Fredo bermain panas dengan pesaingnya Zoela Caprio (27) pewaris kedua perusahaan wine Caprio. Merasa bertukar peluh di ranjang sambil meneriaki nama masing masing dan menjadikan gerak tubuh mereka sebagai candu satu sama lain. Tapi selain di ranjang, mereka adalah musuh bebuyutan sejak orang tua mereka bersaing menjadi perusahaan wine terbaik di Italia. Permainan kotor bisnis diantara pedagang wine membuat keluarga Fredo dan Caprio bermusuhan. Namun bagaimana jika orang tua mereka tau bahwa Ben dan Zoe menjalin hubungan menikah diam diam hingga bisa menghasilkan cucu untuk mereka? Apa karena ada cucu mereka berbaikan atau semakin bermusuhan? Bacaaaaaa novel ini sampai tuntas ya! Semoga suka!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SariRani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Senyuman palsu
Setelah malam panas Ben dan Zoe yang bergairah tapi diakhiri dengan perpisahan, mereka pun keluar untuk checkout tanpa sengaja bertemu di lift.
Berduan didalam lift dengan canggung, membuat mereka tak saling menyapa atau berbicara.
Ting. Pintu lift terbuka di lantai 1 dimana lobby berada.
"Selamat pagi, Bos" sapa seorang pria muda mungkin berusia 25 tahunan menghampiri Ben.
"Pagi, Xio. Berikan kunci mobil yang kamu ambil semalam kepada wanita ini lalu urus check out kamar hotelku. Kalau sudah beres semua susul aku ke mobil" sahut Ben.
"Baik, Bos" ucap Xio lalu ia mengambil kunci di sakunya dan memberikannya kepada wanita di belakang sang bos.
"Ini Nyonya, kunci mobil anda" lanjutnya sambil menyerahkan kunci kepada Zoe.
"Terima kasih" sahut Zoe lembut.
Ternyata Ben sudah berjalan cepat keluar lobby dan masuk ke mobilnya.
Zoe hanya melihat punggung Ben dan rasanya begitu sakit di hati.
"Aku jatuh cinta dengan pria yang salah" batinnya.
Xio mengurus apa yang diperintahkan Ben lalu setelah selesai langsung masuk ke mobil bosnya itu.
"Sudah selesai, Bos" lapor Xio.
"Baik, segera ke bandara. Aku ada rapat di Tuscany" perintah Ben dingin.
"Baik, Bos" sahut Xio yang dapaf menilai jika mood bosnya sedang tidak baik.
"Kalau emosi bos begini, pasti sampai Tuscany langsung berburu" batin Xio sang asisten yang selalu menemani Ben kemanapun jika ada tugas keluar negeri atau kota, kecuali memang Ben ingin sendiri.
Ketika sudah sampai bandara, Ben menghubungi Arthur untuk membahas tender wine di Roma.
"Selamat pagi, Tuan Arthur" sapa Ben ramah.
"Pagi, Tuan Ben. Ada yang bisa saya bantu?" sahut Arthur.
"Untuk tender ulang tahun Pemerintahan Roma, sebaiknya anda memilih Caprio Wine saja karena ternyata stock kami di gudang menipis" bohong Ben.
"Wah sayang sekali, padahal saya pribadi sangat suka wine anda dan mungkin sebagian besar orang orang di forum rapat internal kami besok sependapat dengan saya" ujar Arthur.
"Saya senang jika Tuan Arthur menyukai wine Fredo, saya minta maaf belum bisa bergabung dengan tender kali ini. Mungkin jika anda mengadakan acara lagi bisa menghubungi saya untuk kerjasama selanjutnya" ucap Ben.
"Baik, masih banyak kesempatan bekerja sama dengan anda, Tuan Ben. Saya sangat menunggu moment itu" sahut Arthur.
"Saya juga akan menunggu kesempatan itu, Tuan Arthur" ucap Ben.
Setelah itu panggilan pun dihentikan dengan percakapan penutup.
Xio mendengarkan pembicaraan Ben merasa heran, kenapa bosnya bisa beralasan stock wine habis digudang padahal setiap hari perusahaannya memproduksi 1000 botol wine.
Tapi karena ia tau mood Ben tidak baik, maka rasa penasarannya ia simpan dulu.
Ben dan Xio pun kembali menggunakan jet pribadi yang mampu membawa mobil sport yang mereka kendarau tadi.
.
Di pesawat lainnya, Zoe juga sedang melalui perjalanan menuju Tuscany menggunakan kelas eksekutif. Hatinya terasa kosong melihat Ben sedingin itu padanya.
"Aku benar benar bodoh! Bermain perasaan dengan Ben Jamin Fredo!" batinnya.
Namun tiba tiba teringat, pergaulan panas mereka hingga sensasi hangat di rahimnya ia rasakan lagi. Tak lama kemudian Zoe sadar jika tadi malam Ben tidak memakai pengaman dan menyemburkan benih pada rahimnya.
"Astaga! Bagaimana jika aku hamil anak Ben? Ayah bisa membunuhku dan menghancurkan keluarga Fredo sekaligus!" batinya menjadi panik.
"Hmm, sampai di Tuscany aku harus segera membeli obat pencegah kehamilan" lanjutnya dalam hati.
Satu jam setengah perjalanan Zoe di udara, akhirnya sampai juga di provinsi kelahirannya tepat di Firenze , bagian wilayah Tuscany (Italia bagian Barat-Tengah).
"Aaaah, akhirnya pulang juga setelah 4 tahun diasingkan ayah!" seru Zoe bahagia.
Tapi rasa bahagianya langsung memudar ketika mengingat bahwa dirinya harus segera ke apotik untuk membeli pencegah kehamilan.
"Aku harus segera ke apotik!" lanjutnya sambil berjalan keluar bandara.
Untung saja, di luar bandara ia ingat ada apotik besar karena bersebelahan dengan rumah sakit.
Zoe langsung masuk apotik dan meminta obat pencegah kehamilan kepada apoteker yang berjaga.
Ia mendapatkan 1 strip isi 10 pil. Sekalian ia membeli mineral.
Langsung saat itu juga Zoe meminum satu pil tersebut.
"Ah, leganya!" ucao Zoe kembali ceria meskipun entah kenapa ada bagian hatinya yg kecewa pada dirinya sendiri.
Tanpa sadar, ia menyentuh perutnya.
"Maafkan aku" lirihnya entah pada siapa, belum tentu juga penyemburan tadi malam dari Ben menghasilkan bayi juga kan, namun tetap saja Zoe merasa bersalah.
Beberapa menit menenangkan diri, tiba tiba ponselnya berbunyi dan nama sang ayah yang tertera memanggil.
"Haloo, putri ayah. Kamu dimana? Ayah dan ibu sudah menjemputmu di bandara" sapa Lio.
"Mati aku! Jangan sampai ayah tau aku dari apotik! Pasti diwawancarai nanti!" batin Zoe, lalu ia bergegas menjawab "Hai ayahku sayang, aku masih di kamar mandi. Tunggu aku ya, aku akan menghampiri ayah dan ibu" sahut Zoe.
"Baiklah, ayah dan ibu tunggu di Restauran Lezato. Ayo kita makan bersama" ajak Lio.
"Ayah tau aja aku belum makan. Oke, aku akan kesana setelah ini" ucap Zoe.
Lalu panggilan selesai.
"Huft. Untung aja ayah inisiatif ngajak makan" lirihnya lalu dengan buru buru di berjalan menuju restauran Lezato yang dekat dengan pintu kedatangan penumpang.
Zoe dapat melihat orang tuanya di restauran yang dituju namun ada 1 orang lagi yang tidak ia kenali.
"Ayah dan ibu sama siapa?" tanyanya pada diri sendiri.
"Biarin lah, aku udah kangen sama ayah dan ibu!" lanjutnya.
"Ayah! Ibu!" seru Zoe saat berlari menghampiri orang tuanya.
"Yaampun, putri kecilku. Ibu merindukanmu sayaang!" ucap Violet, sang ibu sambil memeluk erat Zoe.
"Aku juga sangat sangat merindukan ibu" sahut Zoe sambil membalas pelukan erat wanita yang telah melahirkannya itu.
"Eheem eheeem, ayah dilupain!" kode Lio karena istri dan putrinya seolah olah melupakan kehadirannya.
Violet pun melepaskan pelukannya dan membiarkan Zoe memeluk sang ayah.
"Aku juga rindu ayah" ucap Zoe.
"Ayah sangat merindukan tuan putri yang sekarang sudah jadi aunty" sahut Lio sambil mendekap putrinya.
Setelah beberapa saat berpelukan, Lio akhirnya melepaskan pelukannya pada Zoe dan menatap pria yang dari tadi melihat pertemuan orang tua dan putrinya.
"Oh ya, perkenalkan, dia adalah Junior Vaile, pria yang ayah jodohkan denganmu. Kejutan" ungkap Lio membuat Zoe yang tadinya senang langsung berekspresi dingin padahal pria yang dihadapannya saat ini adalah pewaris keluarga Vaile di paris, pemilik perusahaan migas terbesar disana.
"Hi, perkenalkan aku Junior, panggil Nior saja" pria berambut hitam lekat itu membuka suara terlebih dahulu sambil mengulurkan tangan kearah Zoe.
Karena tidak segera menerima uluran tangan Nior, lengan Zoe disenggol oleh sang ayah. Mau tidak mau akhirnya Zoe menerima jabatan tangan dengan pria yang dijodohkan dengannya.
"Kamu sudah kenal aku, jadi aku tidak perlu memperkenalkan diri, bukan?" ucap Zoe dengan sinis.
"Ih, Zoe! Nior sangat baik, kamu juga harus bersikap baik sama calon suamimu" tegur Lio.
"Tidak apa apa, Tuan Lio. Saya mengerti, mungkin saja Zoe masih membutuhkan waktu untuk menerima pernikahan ini" sahut Junior bijaksana.
Lio pun menghembuskan nafas kasar melihat tingkah putrinya yang kurang dewasa.
Violet melihat suasana menjadi canggung langsung mencairkan suasana kembali.
"Yaudah kenalannya udah selesai, mari kita makan" ajak Violet karena makanan sudah tersedia di meja.
Akhirnya mereka berempat makan tanpa ada yang memulai berbicara dan hanya menikmati makan siang.
.
Sesampainya Ben di Firenze, kampung halaman yang sama dengan Zoe, ia langsung menuju hutan untuk berburu. Benar dugaan Xio bahwa tuannya itu sedang tidak baik baik saja perasaannya.
"Aku harus mendapatkan rusa, hari ini! Jika tidak, aku tidak akan pulang!" ucapnya kepada sang asisten.
"Baik, Bos. Aku akan menemanimu" sahut Xio.
"Alamak! Bisa bisa aku tidak tidur malam ini" batinnya.
Ben menyalurkan kekesalannya kepada Zoe melalui tembakan yang ia bawa. Bunyi senapan membuat perasaannya berangsur angsur membaik.
Hingga sore menjelang, rusa belum ia dapatkan.
"Bos, hari sudah senja, apakah anda tidak beristirahat dulu?" ajak Xio karena dirinya punya kelaparan dan lelah.
"Aku tadi bilang, sebelum mendapatkan rusa, aku tidak akan pulang!" sahut Ben dingin membuat Xio menghela nafas panjang.
"Jika kamu ingin pulang duluan silahkan, tapi jangan salahkan aku kalau gaji bulan ini aku potong 25%" ancam Ben membuat Xio langsung semangat lagi.
"Hahaha, tidak bos. Aku akan setia menemanimu sampai kapanpun" sahut Xio.
Tak lama kemudian, Ben melihat ada rusa dihadapannya. Matanya yang tajam terfokuskan membidik binatang itu. Xio ikutan tegang karena satu tembakan nanti akan menentukan mereka akan pulang atau tidak.
One..two...three...
Dooor!!
Suara tembakan terdengar nyaring mengeluarkan peluru yang berhasil menembus perut rusa.
"Yeaaay!!!" seru Xio yang sangat senang akhirnya si Bos mendapatkan rusa.
"Bawa rusa itu pulang" perintah Ben.
Xio pun membawa rusa yang sudah tak bernyawa itu menggunakan troli yang memang dari awal ia bawa.
Sesampainya di rumah, Ben langsung masuk ke kamar untuk mandi. Sedangkan Xio pergi membawa rusa itu menggunakan mobil menuju rumah utama keluarga Fredo.
Yap, Ben tinggal sendiri sejak menjadi direktur perusahaan keluarganya. Ia memilih membangun rumah di tepi hutan agar mudah untuk melakukan hobinya berburu.
.
Setelah makan siang, Zoe pulang bersama ayah ibu dan calon suaminya. Suasana mobil sangat canggung dan dingin.
Hingga mereka sampai ke rumah utama keluarga Caprio.
Zoe pamit untuk langsung ke kamarnya dan membersihkan diri.
Lio dan Violet merasa tidak enak dengan sikap putri mereka kepada Nior.
"Maafkan dia, ya Nior. Dia mungkin terlalu lelah" ucap Violet.
"Tidak apa apa, Nyonya. Saya dapat maklumi Zoe karena baru saja melalui perjalanan jauh dan tekanan tender" sahut Nior ramah.
"Kami sangat beruntung mendapatkan menantu sebaik kamu" puji Lio.
"Ah, Tuan dan Nyonya Caprio terlalu memuji" sahut Nior merendah.
"Yasudah, kamu bisa kembali hotel dulu. Nanti malam akan kami jemput lagi untuk dinner ya" ucap Lio.
"Baik, Tuan" sahut Nior menurut lalu ia pun keluar rumah utama Caprio.
Senyuman yang dari tadi ia tunjukkan kepada Lio, Violet, dan Zoe tiba tiba menghilang dan berganti senyuman smirk.
"Siapa juga yang mau nikah sama wanita angkuh itu, pede amat. Kalau aku gak diancam papi buat nikahi dia, mana mau aku sama Zoe Caprio yang sangat mengesalkan itu. Ayahnya juga sangat penjilat dan perayu" batin Nior ketika masuk ke mobilnya.