Pernikahan yang sudah didepan mata harus batal sepihak karena calon suaminya ternyata sudah menghamili wanita lain, yang merupakan adiknya sendiri, Fauzana harus hidup dalam kesedihan setelah pengkhianatan Erik.
Berharap dukungan keluarga, Fauzana seolah tidak dipedulikan, semua hanya memperdulikan adiknya yang sudah merusak pesta pernikahannya, Apakah yang akan Fauzana lakukan setelah kejadian ini?
Akankah dia bisa kuat menerima takdirnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh Empat
"Ternyata bocah itu memang menyukaimu secara ugal-ugalan," ucap Meyda sambil tersenyum.
Ana tersenyum ke arah Chelsea. Bocah cilik itu langsung memeluk Ana. Karyawan yang lain menatap ke arah gadis itu dengan heran, apa lagi melihat Rakha dan mamanya yang berjalan di belakang sang bocah. Sudah pasti langsung terjawab pertanyaan mereka tentang siapa gadis cilik itu, tak lain dan tak bukan pasti keluarganya atasan mereka, walau tak tahu statusnya apa dengan sang bos.
Akan tetapi tak seorangpun karyawan yang berani bergosip karena mata Rakha yang menatap tajam ke arah mereka. Seperti ingin mengatakan, jika ada yang membicarakan tentang Ana, maka berhadapan dengannya.
Namun, bagi karyawan yang telah lebih dari lima tahun bekerja, tahu siapa bocah itu sehingga menatap Ana dengan tatapan penuh tanya. Kenapa sang bocah memanggil mami?
"Chelsea, Sayang. Apa kabar?" tanya Ana dengan tersenyum.
"Mami, kenapa mami pergi kerja tak bangunkan aku dulu. Aku mau besok Mami tak pergi kerja sebelum aku bangun," ucap Chelsea.
Ana lalu mengangkat tubuh mungil itu dan memangku di pahanya. Mengecup kedua pipi Chelsea.
"Aku harus kerja pagi. Kamu masih tidur saat aku pergi," balas Ana.
Chelsea tampak cemberut mendengar ucapan Ana. Membuat gadis itu sedikit bingung.
"Kenapa cemberut, cantik?" tanya Ana.
"Kenapa Mami ngomongnya aku. Bukan Mami," tanya Chelsea.
Ibu Sandi dan Meyda tersenyum mendengar ucapan gadis cilik itu. Ternyata dia begitu pintarnya. Rakha lalu mendekati meja kerja Ana. Membuat para karyawan lainnya menjadi ingin tahu apa yang akan dilakukan atasan mereka itu.
"Ana, aku minta maaf jika Chelsea mengganggu kerjamu. Hari ini semua pekerjaan kamu, tolong di kerjakan Meyda dulu. Kamu tak keberatan'kan?" tanya Rakha.
"Nggak, Pak. Saya nggak keberatan," jawab Meyda dengan cepat.
"Ana, Ibu akan di sini. Jika Chelsea mulai rese dan mengganggu kamu, Ibu akan bawa pulang," ucap Ibu Sandi.
"Nggak perlu, Bu. Kalau Ibu ada keperluan atau urusan lain, pergi saja. Aku pasti bisa atasi Chelsea," jawab Ana.
"Serius, Ana. Sebenarnya Ibu hari ini ada rapat," jawab Bu Sandi.
"Betul, Bu. Apa lagi pekerjaanku sudah di bantu juga sama Meyda," balas Ana.
"Baiklah, Ana. Terima kasih. Rakha, Mama pergi dulu. Nanti kalau Chelsea mau pulang, kamu hubungi mama," ujar Mamanya Rakha.
Rakha hanya mengangguk. Dalam hatinya berkata, mama mau lepas tangan. Padahal tadi wanita itu yang bersikeras mengajak putrinya bertemu Ana.
"Chelsea, jangan buat repot Tante Ana. Kalau kamu ganggu Tante Ana, Papi antar pulang atau pergi ke sekolah!" seru Rakha.
"Mami, Mami aku ini Papi. Bukan Tante!" ucap Chelsea dengan sedikit kesal.
"Terserah apa katamu. Cuma Papi ingatkan sekali lagi, jangan ganggu pekerjaan Tante Ana!" ujar Rakha
Sebelum putrinya menjawab, pria itu berjalan cepat menuju ruang kerjanya. Tak menyangka jika sang anak bisa membuatnya lebih pusing dari mikirin pekerjaan kantor yang menumpuk.
Rakha duduk di kursi kebanggaannya. Kevin masuk dengan membawa sebuah berkas. Dia heran melihat wajah atasannya yang tampak kusut. Apa lagi pria itu bersandar di kursi dengan meletakan satu tangan di atas kepala. Terlihat pusing sekali.
"Pak, apa ada masalah?" tanya Kevin dengan suara hati-hati. Dia takut atasannya makin kesal dengan pertanyaan yang dia ajukan.
"Chelsea, dia mau ikut Ana terus. Dan memanggilnya Mami. Kenapa bocah itu bisa langsung dekat dengan gadis itu, padahal biasanya dia paling sulit beradaptasi dengan orang baru?" tanya Rakha.
Kevin tersenyum menanggapi pertanyaan Rakha. Dia menarik napas dalam sebelum menjawab pertanyaan atasannya itu.
"Mungkin Chelsea sudah terlalu rindu ingin memiliki seorang mami. Jika dia langsung nempel dengan Ana, karena anak kecil itu tau mana orang baik dan tulus. Mungkin juga karena Ana wajahnya sedikit mirip dengan Kartika walau lebih cantik Ana sih," jawab Kevin.
"Apa ...?"
"Batul'kan, Pak? Memang lebih cantik Ana dari pada Bu Kartika. Ana juga lebih lembut dan sopan," ucap Kevin lagi.
Sejak dia kemarin melihat Chelsea yang begitu lengketnya dengan Ana, dia sudah bertekad akan melupakan gadis itu. Dari pada makin sakit hati.
Bukankah cinta tak harus memiliki? Melihat orang yang kita cintai itu bahagia, seharusnya kita ikut bahagia. Ana memang lebih pantas dengan atasannya. Itu yang Kevin pikirkan.
"Jangan sebut nama wanita itu lagi. Aku muak!" seru Rakha dengan ketus.
Tanggapan atasannya itu tetap sama jika ada yang menyebut nama wanita yang dulu paling dia cintai dan sempat menentang kedua orang tuanya hanya karena ingin menikahi gadis pujaannya.
Dua tahun Rakha tak mau datang ke rumah orang tuanya karena mereka yang masih belum bisa menerima kehadiran Kartika. Bagi mereka wanita itu sangat Matre.
Namun, menurut Rakha tak ada wanita matre, tapi pria itu yang kere. Karena sejatinya semua di dunia ini memang memerlukan uang. Lelaki kere yang mengatakan wanita itu matre. Jika ada uang, kenapa harus pelit. Apa pun yang wanita kita inginkan, kita berikan saja.
Kevin lalu berjalan menuju meja kerjanya. Menyelesaikan satu tugas yang Rakha berikan. Pria itu jadi teringat dengan mantan istrinya.
Apa pun yang wanita itu inginkan, telah dia berikan. Dia menerima semua kekurangannya. Tak bisa masak, jaga anak dan banyak lagi. Hanya bisa berdandan saja.
Namun, rasa cintanya yang besar itu langsung berubah menjadi benci saat mengetahui istrinya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Awalnya dia tak curiga, tapi bukti foto-foto mesra mereka yang tak sengaja dia lihat di laptop sang istri membuka mata hatinya.
Dia meminta Kevin dan satu bawahannya yang lain menyelidiki hubungan Kartika dan Rio. Akhirnya dia mendapatkan bukti jika mereka bukan hanya sekedar teman. Perselingkuhan terjadi sejak kelahiran sang putri. Pantas dia tak mau menjaga putrinya dan lebih memilih bekerja.
Dengan bukti perselingkuhan istrinya, hak asuh anak jatuh ke tangan Rakha. Dengan perasaan yang sangat menyesal dia kembali ke rumah orang tuanya dengan membawa Chelsea yang saat itu berusia dua tahun.
Di ruangan Ana, bocah cilik itu duduk dengan tenang di sampingnya sambil bermain tablet Android miliknya. Sesekali dia memeluk lengan gadis itu dan mengecup pipi Ana.
"Kasihan benar nasib kamu, teman. Bukan saja dikerjai bapaknya, anaknya juga ikut ngerjain kamu. Anaknya bisa langsung suka dan cinta ugal-ugalan begini, apa lagi bapaknya. Siap-siap menerima cinta dari sang duren sawit, duda keren sarang duit," ucap Meyda sambil tertawa.
Tawa Meyda membuat mereka menjadi pusat perhatian karyawan yang lain. Mereka memandangi Ana dan Meyda dengan tatapan sinis.
Ana menjadi tak nyaman melihat tatapan mereka. Dia membalas dengan senyuman dan berkata, "Maaf jika tawa Meyda membuat terganggu."
Mereka kembali bekerja dan tak menanggapi ucapan Ana. Sebenarnya pasti mereka kesal.
"Meyda, jangan tertawa lagi. Nanti kita di kita caper," ucap Ana.
"Mami, aku mau ke ruangan papi," ucap Chelsea. Hal itu membuat obrolan Ana dan Meyda terhenti.
"Boleh, ayo ikut Mami," ucap Ana.
Ucapan Ana itu membuat Meyda kembali heboh. Dia kembali tertawa walau tak sekeras yang tadi.
"Cie ... Cie, dah bisa nyebut dirinya mami, nih. Dah merasa nyaman di panggil Mami, nih!" seru Meyda sambil tersenyum.
Ana jadi malu, wajahnya memerah mendengar ledekan Meyda. Dia menyebut dirinya mami karena tak mau anak itu protes lagi.
Kawin..... kawin.... kawin.... kawin...