Aisha berjalan perlahan mendekati suaminya yang terlihat sedang menelepon di balkon, pakaian syar'i yang sehari-hari menjadi penutup tubuhnya telah dia lepaskan, kini hanya dengan memakai baju tidur yang tipis menerawang Aisha memberanikan diri terus berjalan mendekati sang suami yang kini sudah ada di depannya.
"Aku tidak akan menyentuhnya, tidak akan pernah karena aku hanya mencintaimu.."
Aisha langsung menghentikan langkahnya.
Dia lalu mundur perlahan dengan air mata yang berderai di pipinya, hingga ia kembali masuk ke dalam kamar mandi, Alvin tidak tahu jika Aisha mendengar percakapan antara dirinya dengan seseorang di ujung telepon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Almaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pecahan Gelas
Alvian tertunduk lesu di bangku, dengan masih memakai baju operasinya dia nampak menunduk sambil memegangi kepalanya.
Semua orang sudah pergi, kini hanya tinggal dirinya dan Aisha yang duduk di sampingnya.
Aisha terdiam, sesekali melihat Alvian yang masih nampak terpukul.
"Terima kasih, sudah membuat keluarga pasien mengerti," ucap Alvian tiba-tiba masih dengan menundukkan kepalanya.
Aisha terdiam.
"Ini operasi pertamaku yang gagal. Ini kali pertama pasien meninggal di meja operasiku. Aku sudah berusaha semampuku," ucap Alvian dengan suara bergetar.
Aisha masih mendengarkan.
"Anak itu masih remaja. Dia masih sangat muda." Alvian tampak sangat bersedih.
Aisha merasa sedikit iba. Suaminya terlihat merasa sangat bersalah. Aisha akan membiarkannya, mendengar segala curahan hati sang suami berharap bisa mengurangi beban dihatinya.
Alvian masih terdiam menundukkan kepalanya, Aisha lalu melihat beberapa helai kertas di samping suaminya, Aisha mengambilnya, dia lalu ingat jika kertas yang kini sudah lecek itu adalah kertas yang tadi pagi dibaca terus oleh sang suami.
Aisha mencoba membacanya, walaupun dia tahu dia tak akan mengerti dengan banyaknya istilah medis disana, namun ada satu bagian yang akhirnya dia tahu jika pasien dioperasi karena penyakit kanker yang sudah pada tahap akhir.
"Dia kanker usus," ucap Alvian tiba-tiba.
Aisha mengangguk, sambil menyimpan kembali kertas itu di tempatnya.
Keduanya terdiam beberapa saat.
"Sebaiknya kita pulang sekarang," ajak Aisha.
Alvian terdiam sejenak lalu melihat Aisha di sampingnya sambil mengangguk.
Beberapa saat kemudian.
Keduanya berjalan hendak menaiki lift menuju basemen, saat menunggu lift, keduanya kaget melihat ibu tadi berjalan menghampiri keduanya dengan dipapah oleh dua orang di sampingnya.
"Maafkan saya Dok," ucap ibu itu sambil menangis.
"Saya salah telah menyalahkan dokter."
"Saya yang bersikeras agar anak saya di operasi, padahal dokter sudah mengingatkan saya jika operasi mungkin saja tidak akan berhasil." Ibu itu kembali menangis tersedu.
Alvian segera memegang tangan si ibu.
"Tidak apa-apa. Saya mengerti kesedihan ibu."
"Saya baru sadar jika mungkin ini adalah jalan terbaik untuk anak saya, dia tidak akan merasa kesakitan lagi. Sekali lagi maafkan saya."
Alvian mengangguk. Si ibu lalu melihat Aisha.
"Terima kasih juga sudah mengingatkan saya."
Aisha mengangguk kemudian memeluk si ibu erat.
"Semoga anak ibu Husnul khatimah," bisik Aisha.
***
Alvian termenung tidak bisa tidur, kejadian hari ini sangat melelahkan baginya walaupun sebenarnya ada pula yang menyentuh hatinya.
Tentu saja karena Aisha. Lagi-lagi istrinya itu menunjukkan kelebihan dan keistimewaannya, dengan sekali ucapannya Aisha bahkan bisa membuat orang tersadar dari kemarahannya.
Dirinya beruntung. Benar kata ibunya jika sebenarnya dirinya beruntung mendapatkan Aisha. Wanita itu terlalu istimewa baginya yang hanya seorang pria biasa minim ilmu dan penuh dosa.
Alvian kaget mendengar suara sesuatu terjatuh di dapur. Dia segera bangkit dari tidurnya, berjalan keluar kamar.
Aisha nampak sedang membungkuk memunguti sesuatu membelakangi Alvian yang baru datang.
"Ada apa?"
"Saya tidak sengaja menjatuhkan gelas."
"Apa kamu terluka?"
Aisha terdiam.
Alvian akan menghampiri istrinya. Namun diurungkannya.
"Kamu tidak memakai cadarmu," ucap Alvian tiba-tiba.
Aisha yang memang nyatanya tidak memakai cadar hanya mengangguk kecil.
Alvian langsung membalikkan badannya, seakan tahu jika istrinya pasti akan merasa kesusahan tanpa cadar di wajahnya.
Aisha berdiri, melihat suami yang membelakangi dirinya, membuatnya leluasa untuk membersihkan pecahan gelas di bawahnya.
"Aw.." Aisha memekik kesakitan.
"Ada apa?" tanya Alvian kaget masih membelakangi istrinya.
Aisha melihat telapak kakinya yang sakit, rupanya dia menginjak pecahan gelas yang kecil.
"Ada apa?" tanya Alvian lagi penasaran.
"Saya menginjak pecahan gelas."
Alvian terlihat sangat khawatir.
"Dimana cadarmu? Aku akan mengambilnya, setelah itu aku akan mengobati lukamu."
"Di kamar."
Alvian segera berjalan menuju kamar istrinya, segera mencari kain yang biasa dia lihat untuk menutupi wajah istrinya, setelah menemukannya, dia segera memberikannya pada Aisha yang berdiri membelakanginya.
"Cepat pakailah, aku akan mengambil kotak obat." Alvian mengambil kotak obat di bawah rak tv.
Aisha selesai memakai cadar, dia berjalan menuju sofa karena Alvian memanggilnya kesana.
"Angkat kakimu, aku akan melihat lukanya."
Aisha tampak ragu, lalu kemudian dia mengangkatnya pelan ke atas sofa.
Alvian mengamati kaki istrinya tanpa ia sentuh, ia yang mulanya istrinya terluka dan berdarah kaget karena nyatanya istrinya hanya tertancap pecahan gelas yang kecil. Dan dia tahu jika itu justru lebih sakit lagi.
"Kakimu tertancap pecahan gelas yang sangat kecil, harus segera dicabut."
Aisha terdiam.
Alvian mencari pinset kecil di dalam kotak obat.
"Aku harus memegang kakimu," ucap Alvian ragu-ragu sambil melihat istrinya.
"Biar aku saja," jawab Aisha sambil meminta pinset di tangan suaminya.
Alvian memberikannya.
Saking kecilnya pecahan gelas itu. Alvian melihat Aisha kesusahan mencabut pecahan kaca kecil itu.
"Biarkan aku membantumu."
Aisha nampak terus mencoba, namun tetap tak bisa.
"Nanti pecahan kaca itu akan semakin masuk ke dalam," ucap Alvian membuat Aisha kaget hingga langsung melihat suaminya.
"Karena itu biarkan saya membantumu." Alvian meminta pinset di tangan istrinya.
Aisha akhirnya memberikannya walaupun dengan ragu.
Alvian lalu mengambil senter di laci lemari, lalu memberikannya pada Aisha, memintanya untuk memegang senter sementara dia akan mencabut pecahan kaca itu.
Alvian duduk kembali di sofa, dia lalu meminta Aisha menyimpan kakinya di atas pahanya.
Aisha langsung menggelengkan kepalanya.
Alvian lalu mengambil bantal sofa, lalu menyimpannya di pahanya.
Dengan begitu akhirnya Aisha mau menyimpan kakinya disana.
Alvian dengan ragu memegang kaki istrinya, walaupun tampak sangat terlihat jika Aisha sangat risih.
Alvian terus mencoba mencabut pecahan kaca itu dengan bantuan cahaya dari senter yang Aisha pegang.
Akhirnya pecahan kaca yang sangat kecil itu tercabut, membuat keduanya lega, Aisha langsung menurunkan kakinya.
"Terima kasih."
"Lain kali tolong lebih hati-hati," ucap Alvian sambil menatap wajah istrinya.
"Jangan terluka lagi di bagian lainnya. Karena aku akan kesusahan mengobatinya."
Aisha terdiam sejenak lalu berdiri kemudian berjalan meninggalkan suaminya.
"Aku akan terus memperbaiki diri. Hingga wajahmu dan tubuhmu kamu halalkan untukku." Alvian berdiri sambil melihat istrinya.
"Aku akan memenuhi seluruh kewajibanku sebagai suami, hingga kau akan datang padaku dengan seluruh hak-ku."
Aisha menghentikan langkahnya.
"Seandainya anda tahu jika saya pernah mendatangi anda dengan seluruh hak anda pada tubuh ini."
kayaknya Andre yg bakal jadi jodoh kak Siti...