GAVIN adalah pria dewasa yang usianya sudah menginjak kepala tiga. Orang tuanya sudah mendesak untuk segera menikah,terutama
mama nya.
Tapi Gavin menolaknya mentah-mentah. Bahkan mama nya sempat menjadwalkan kencan buta untuk putra tunggal nya itu dengan beberapa anak perempuan dari teman nya,dan yang Gavin lakukan hanya diam saja ,tak menghiraukan Mama nya yang terus berteriak meminta menantu dan cucu.
Hingga suatu hari, Gavin pergi kesalah satu kafe yang sering dikunjungi oleh para anak muda. Disana ia bertemu dengan seorang gadis yang tertawa bersama teman-teman nya. Gavin terpukau oleh gadis itu.
Tanpa tau siapa gadis yang ia temui dikafe itu, Gavin meminta kepada kedua orang tuanya untuk melamar gadis tersebut, tidak peduli jika usia mereka yang terpaut jauh, karena ia sudah mengklaim gadis itu sebagai istri nya nanti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marta Safnita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1.
Disebuah kamar yang bernuansa pink, terdapat seorang gadis yang masih asyik bergelung dengan alam mimpi nya. Tidak memedulikan alarm yang sejak tadi berbunyi. Beberapa saat kemudian mata itu perlahan terbuka, lalu tangan nya meraba-meraba nakas yang berada disamping ranjang nya. Setelah menemukan alarm yang sejak tadi berbunyi, lantas ia segera mematikan nya.
Gadis itu tidak langsung bangkit, melainkan duduk bersandar pada kepala ranjang terlebih dahulu, guna untuk mengumpulkan nyawa, tetapi sampai sepuluh menit pun gadis itu tetap pada posisi duduk nya dengan mata terpejam.
Hingga suara seseorang yang membangun kan nya dengan cara berteriak, membuat si empunya kamar terlonjak kaget.
" REDYNAAAAA, BANGUN LO!"
Dengan kesadaran yang mulai terkumpul,Redyna gadis itu melangkah menuju pintu. Selama berjalan,ia terus mengumpati orang yang berteriak sembari mengetuk pintu kamar nya dengan keras.
" Apa sih, Bang?" Tanya nya dengan sedikit menggaruk bagian kepala yang terasa gatal.
"Astaghfirullah, DYNAAAAA!. Dari tadi Lo belum bangun?!
Udah berapa kali alarm lo itu bunyi,huh?! Kuping aja sampai mau copot dengar nya Na! Astaghfirullah.
Redyna hanya mengangguk mendengar ocehan Abang nya. Raga geram melihat adik nya yang seperti orang linglung,ia memegang kedua bahu Redyna, lalu mengguncang nya kencang.
" REDYNA, mau sampai kapan Lo kayak gini,hah?!" Teriak Raga tepat didepan wajah Redyna.
Teriakan Raga di pagi hari persis seperti teriakan ibu-ibu, berdaster, tangan Redyna sampai terangkat untuk mengusap telinga dan langsung menutupi nya. Gadis itu hanya takut saja, jika kedua telinga nya mengalami kerusakan akibat teriakan dari Raga.
Tapi sebelum benar-benar menjauh, Raga membalas ucapan sang adik dengan sengit." Lo sendiri yang punya telinga banyak congek nya. Wajar aja kalau gue teriak!"
Setelah nya Raga pergi meninggalkan kamar Redyna,tanpa dimasukkan kedalam hati atas perkataan Abang nya, Redyna menutup pintu kamar lalu melesat kekamar mandi yang berada didalam kamarnya itu, Redyna harus segera bergegas, sebelum nanti mama nya yang akan menyusul kekamar nya.
Suasana SMA ALZERO pagi ini terlihat ramai, seperti biasanya,para siswa dan siswi mulai berdatangan memasuki gerbang dengan berbagai cara,ada yang menggunakan mobil, motor, atau pun berjalan kaki.
"Kalau gitu Dyna masuk dulu ya Bang,"ujar Redyna seraya melepaskan seatbelt yang melilit tubuh nya"
"Ho'oh,sana masuk." Raga mengacak pucuk kepala Redyna."
"Jangan kelamaan dimobil gue, nanti nih mobil jadi bau lagi."
"Ya ampun Bang,Lo tu ya, dari gue melek sampe gue merem selalu aja bikin emosi."
Bisa-bisa gue punya darah tinggi nih, balas Redyna, Gadis itu memutar tubuh nya menghadap Raga.
"Lo punya masalah hidup apa sama gue,Bang? Cepat bilang.
Raga melihat Redyna yang sedang menatap nya serius dan sedang menanti sebuah jawaban dari nya. Pria itu pun ikut menatap adiknya dengan serius juga. " Nggak ada apa-apa, Na.
Mungkin kalau orang beriman hidup nya bakalan tenang setelah melakukan hal-hal kebaikan,lain kalau untuk gue,menjahili Lo sampe emosi adalah suatu yang menyenangkan. So,Lo harus ingat itu Na.
Mengelus dada dengan sabar dan menghembuskan nafasnya pelan, Redyna mengangguk. "Oke, kalau itu mau Lo, Bang. Jangan harap Lo dapat warisan dari papa.
Adik nya ini ada saja yang dapat dilakukan agar Raga harus berhati-hati dengan gadis itu. Ancaman yang selalu Redyna katakan, pasti selalu tentang warisan. Beberapa hari Raga akan absen untuk menjahili adiknya itu, setelah itu ia akan kembali menjahili adik satu-satunya ini.
Ingat, hidup Raga tidak akan dapat tenang sebelum menjahili Redyna sampai emosi.
"Serem amat ancaman nya, adik ku Sayang"
"Karena cuma itu yang bikin Lo berhenti ngejahilin gue, apalagi kalau udah gue aduin kepapa."
Raga mulai mencibir dan tidak mempedulikan Redyna yang masih saja berbicara ini itu untuk menyadarkan dirinya. Raga sebenarnya selalu iri atau cemburu pada adiknya ini. Pasal nya Redyna selalu dimanja oleh kedua orang tuanya secara berlebihan. Berbeda sekali dengan nya disaat Redyna belum ada didunia.
Tidak menghiraukan Redyna yang mau terus berbicara, Raga turun dari mobil dan membuka pintu penumpang." Turun, Na.
Abang mau ngampus, nanti keburu telat."
"Ngusir nih ceritanya?" Mau tidak mau, Redyna pun turun dari mobil Raga."
"Bisa jadi "
"Kurang aj---"
Cup
Segera saja Raga mencium kening Redyna dengan dalam dan penuh kasih sayang, sebelum adik nya itu melanjutkan ucapannya." Oke, belajar yang benar,Na."
Abang berangkat.Bayyyyyyyu."
Kemudian Raga kembali memasuki mobil dan mulai menjalankan nya, meninggalkan Redyna yang tengah berdiri didepan gerbang SMA ALZERO.
***
Redyna berjalan memasuki gerbang, bersama siswa - siswi lain nya. Tidak jauh dari gerbang, Redyna melihat kedua sahabat nya yang mungkin tengah menunggu nya dibawah pohon mangga.
Gadis itu segera mempercepat langkah nya, setiba dihadapan dua gadis yang menungguinya, Redyna pun menyapa keduanya.
"Haiii."
"Hai juga, Dyna"
Kedua nya merentangkan tangan secara bersamaan, lalu berucap "Lo nggak kangen sama kita?"
Tanpa membalas, Redyna segera menubruk tubuh kedua nya memeluk dua gadis yang sudah dua minggu ia rindukan ini.
"Gue nggak tahu, mesti ngomong apa gue saat ini, beberapa kata saja nggak cukup untuk mendeskripsikan rasa rindu gue sama kalian ciwi-ciwi ku"
Dua gadis yang merupakan sahabat Redyna itu, membalas pelukannya dengan tidak kalah erat dari pelukan yang Redyna berikan.
Mereka terus berpelukan, hingga beberapa siswi-siswi sempat melirik ketiganya dengan penasaran, kemudian, salah satu dari mereka melepas pelukannya, secara paksa.
"Udah, udah,engap gue, kalau terus-terusan pelukan. Mana kenceng banget,lagi"
"Redyna terkekeh .iya,iya, untung aja nggak sampe wafat ya,Ra."
"Kenapa nggak diwafatin aja sekalian,di kan beban." Gadis yang satu nya lagi ikut menimpali dengan gurauan.
"Giliran nanti gue wafat, kalian malah nangis-nangis tujuh hari tujuh malam."
"Astaghfirullah,omongan lo itu Lo, Zahra,"ucap Redyna, seraya mengusap dadanya dan menggeleng pelan. Seolah-olah gadis Itu tidak habis pikir dengan ucapan Zahra."
"Ya mangkanya,Lo berdua jangan mancing-mancing," balas Zahra.
Kemudian telunjuk nya terangkat untuk menyentuh kening sahabat nya dan mendorong nya pelan.
"Ini ,nih,apa lagi nih anak kalau udah kesel sama gue."
Bawaannya mungkin mau nyantet gue, atau yang lebih parahnya merencanakan kewafatan gue.
"CK,gue ngak sampe kayak gitu,Ra. Jahat banget namanya kalau jadi sahabat kayak gitu,"elak nya setelah menepis tangan Zahra.
"Emang begitu kan ,Na? Si Dinda ini kalau ngedenger gue ngomong, pasti bawaannya emosi. Salah apa gue sama nih anak."
Redyna jadi ingin tertawa, melihat kedua sahabat nya ini, Tangan nya mengelus dengan pelan bahu Zahra,menguatkan gadis itu.
"Mungkin Lo nya aja yang kalau ngomong kayak ngajakin orang berantem,ya ngak Din?"
"Nah,bener tuh,Na." Dinda menjentikkan jari nya,ia Setuju dengan yang diucapkan oleh Redyna. Hanya Redyna saja yang mengerti dirinya, tidak dengan Zahra.
"Dah lah,gue ngambek!" Rajuk Zahra bersedekah dan memalingkan wajahnya "
Redyna tidak menghiraukan rajukan Zahra,gadis itu mengajak Dinda untuk segera masuk ke kelas, karena sebentar lagi bel akan berbunyi.
Disepanjang perjalanan menuju kelas, kedua nya terus membicarakan Zahra.
Hanya membicarakan keburukan dari gadis itu, tidak dengan kebaikan,sebab kebaikan Zahra tidak asyik untuk dibicarakan.
Seseorang datang dari arah belakang mereka,dan memeluk bahu kedua nya.
"Jahat banget sih kalian, sahabat nya lagi ngambek kok malah ditinggal.
Kadang gue iri sama orang, yang kalau sahabat nya lagi ngambek tuh dibujuk,dirayu,lah gue,malah ditinggal,miris."
Dinda menoleh dan menyahuti ucapan Zahra.
"Emang hidup Lo udah miris dari dulu,"kan? Jadi,hal-hal kecil kayak gini, ngak ada pengaruhnya sama sekali buat Lo."
"Lagian,Ra, nggak guna juga bujuk-bujuk Lo, nanti juga udahan ngambek nya." Redyna ikut menimpali.
Didetik setelah nya, Zahra berjalan lebih dulu dengan menghentakkan kakinya. Meninggalkan Redyna dan Dinda yang tertawa terbahak bahak.
***
"Din, Ryna, kantin yuk ,laper nih," ajak Zahra.
"Ngambek nya udahan,nih?" Tanya Redyna yang masih ingin menggoda gadis itu.
Bel istirahat telah berbunyi,para siswa - siswi, berhamburan menuju kantin untuk mengisi perut nya yang mungkin salah satu dari mereka belum sempat untuk sarapan pagi.
Guru yang mengajar dikelas XII- IPS2 sudah keluar dari kelas terlebih dahulu, satu menit sebelum bel berbunyi.
Kini hanya tersisa beberapa orang saja yang ada didalam kelas, termasuk Redyna, Dinda,dan Zahra. Redyna menatap jahil Zahra, gadis itu hanya ingin menggoda sahabat nya yang terlalu baperan.
Dinda juga ikut untuk menggoda sahabat nya dengan menaik turun kan Alis nya, kemudian Zahra mendengus kesal " FINE !"
"Sebenarnya gue nggak ngambek, cuma kesel aja sama kalian, entah kenapa, gue ngerasa cuma gue doang yang selalu ngerasa kalau terus-terusan didzolimi, diantara kita bertiga"
Redyna mengibaskan tangan nya."mungkin hari ini mood Lo lagi buruk, mangkanya Lo selalu ngerasa kalau Lo yang terus-terusan didzolimi.
"Padahal, nyatanya lo yang selalu ngedzolimin kita berdua." Dinda ikut menimpali.
"Mana ada !" Sanggah Zahra. Gadis itu menghembuskan napas nya pelan, lalu berkata," mungkin aja mood gue lagi ngak bagus hari ini.
Soalnya tadi si Ibnu bikin masalah pas gue mau berangkat sekolah.
"Nah, bisa jadi itu penyebab nya, Lo kan kalau sama Ibnu ngak pernah akur,bareng sedetik pun,"saut Redyna.
Sedangkan Zahra hanya mengangguk kan kepalanya saja, membenarkan yang apa dikatakan oleh Redyna,memang gadis itu tak pernah akur dengan adiknya itu yang bernama Ibnu.
Begitu pun dengan Redyna yang harus selalu dapat menahan emosi nya ketika sedang berada didekat Raga, mempunyai kakak dan adik yang sifatnya begitu menyebalkan, benar-benar menguras emosi dan tenaga.
Mereka memutuskan untuk segera kekantin,juga untuk mengubah mood Zahra agar membaik.
Keadaan kantin begitu ramai ketika Redyna dan para sahabat nya tiba disana,bahkan tempat duduk yang ada disana hampir penuh, Dinda mengajak kedua nya ketempat duduk yang letaknya paling ujung,karena hanya tempat itu yang tersisa.
Untung saja Dinda segera menemukan tempat duduk yang disana,tanpa berlama-lama mereka menuju ketempat tersebut.
"Gila, sih, kantin kenapa rame banget hari ini?
Ngak kayak biasanya." Ujar Redyna ketika mereka telah mendudukkan diri dikursi panjang."
"Ho'oh,ya"
Kemudian Dinda berdiri dari duduknya dan menatap kedua sahabat nya.
"Hari ini jadwal gue yang pesen makanan, kalian pesen yang kayak biasanya kan?"
Redyna dan Zahra Hanya menjawab dengan acungan jempol kepada Dinda. Setelah nya gadis itu pergi untuk memesan makanan untuk mereka bertiga.
"Oh iya,Na,Lo kemarin nggak masuk kemana"?
Tanya Zahra pada Redyna yang tengah memainkan ponsel. Mendapat pertanyaan dari sahabat nya, Redyna segera mematikan ponsel nya dan menjawab pertanyaan Zahra.
"Gue kebandung ,kerumah Omague."
"Bang Raga ikut?" Tanya gadis itu lagi dengan penasaran.
Zahra menyukai Raga sejak pertama kali bertamu kerumah Redyna, cinta pada pandangan pertama katanya.
"Ia, kenapa?"
" Nggak apa-apa nanya doang, Na. Bang Raga kok makin ganteng, ya?" Ujar Zahra sambil tersenyum-senyum sendiri membayangkan wajah tampan Raga.
"Ia dong, gue aja yang adiknya makin cantik."
Dengan percaya diri Redyna mengibaskan rambut sebahu nya, Zahra yang mendengar itu langsung memperagakan layaknya orang muntah-muntah.
Hingga beberapa saat kemudian, Dinda datang dengan nampan yang berisi pesanan dirinya, Redyna, dan Zahra, mereka memakan makanan nya dengan lahap.