Tiba-tiba Jadi Istri Pak Guru
_____________________________
Arta Malik seorang pengusaha sukses di bidang fashion di Korea, usianya yang sudah tak muda lagi ia ingin anaknya melanjutkan bisnisnya.
"Aku belum siap menikah, yah."
"Usia kamu sudah hampir 30 tahun, coba kamu pikir masa depan kamu, sudah saatnya kamu gantiin posisi ayah."
Bian Malik, ia sangat tidak minat untuk terjun di dunia bisnis. Usianya yang sudah hampir kepala tiga ini ia sama sekali belum memiliki niat untuk menikah. Setelah Bian menikah Arta akan memberikan semua tanggungjawab perusahaan pada Bian.
___________________________________________
"Tis, nanti malam kamu dandan yang cantik ya ada tamu penting yang mau datang."
Latisya Andini, di usianya yang masih 18 tahun ia harus menanggung perbuatan kakeknya. Ia harus menyerahkan dirinya untuk diperistri seseorang yang usianya jauh lebih tua dibanding dirinya.
"Loh bapak kok di sini?"
"Ya? ada masalah?"
Siapakah pria itu? Simak kelanjutannya di cerita ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ssabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
OMG
"Tis kamu dandan yang rapi ya nanti malam mau ada tamu." Ucap Nia
"Dandan yang cantik gimana bu kan biasanya juga gini." Jawab Tisya.
"Ya yang lebih spesial aja, soalnya tamunya juga spesial." Ucap Nia.
"Emangnya siapa yang mau kesini? Pak Presiden?" Tanya Tisya.
Nia tersenyum kemudian keluar dari kamar Tisya.
"Emangnya Gue ga cantik ya kok ibu suruh gue dandan cantik."
Tisya kemudian berdiri di depan cermin sambil muter-muter.
"Gue cantik kok, body gue juga kaya gitar Spanyol, cuma ga banyak yang tau aja."
Ya, Jika keluar rumah Tisya selalu memakai baju yang longgar dan berhijab. Ia mulai menggunakan hijab setelah ia lulus smp. Baginya menggunakan hijab lebih nyaman dari pada menggunakan pakaian yang terbuka sebab itu dapat mengundang hawa nafsu lawan jenis.
Tisya keluar kamar dengan gamis berwarna hitam dipadukan dengan jilbab pashmina maroon.
"Assalamualaikum." Ucap seseorang dari luar.
"Waalaikumsalam, masuk masuk." Jawab ayah Tisya.
Nia dan Tisya keluar menemui tamunya lalu bersalaman.
"Ini Tisya ya, udah gede sekarang." Ucap Arta
"Iya Ta, udah prawan hahaha." jawab ayah Tisya.
"Silahkan duduk jeng." Ucap Nia pada Mayang.
Mayang melihat seisi rumah Tisya dan membuat Nia tidak suka. Sebab tatapan mata Mayang sedikit tidak enak.
"Gimana kabar kamu, Pras?"
"Ya gini gini aja Ta, pagi kerja malam istirahat."
Pras dan Arta berbincang-bincang soal bisnisnya sedangkan Mayang dari tadi asik main hp sambil senyum-senyum. Sebenernya Arta sudah memberi kode pada Mayang namun Mayang tidak menggubris.
"Jeng Mayang dicicipi kuenya, ini buatan saya sendiri loh." Ucap Nia.
"Oh iya nanti saya cicipi, makasih ya." Jawab Nia.
"Buk mereka siapa?" Bisik Tisya.
"Calon mertua kamu?"
"Haaahhh." Tisya kaget dan tanpa ia sadari suaranya dapat didengar Arta dan Pras.
"Ada apa Tis?" Tanya Pras.
"Ehh engga yah."
Pras dan Arta kemudian melanjutkan ngobrolnya sedangkan Nia pergi ke dapur untuk memeriksa apakah makan malamnya sudah siap apa belum.
Tisya bengong, ia masih tidak percaya dengan ucapan ibunya.
"Ahh ibu pasti becanda, anaknya aja ga ada masak mereka calon mertua gue." batin Tisya.
'Tok Tok'
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Jawab mereka bersamaan.
"Itu dia yang ditunggu-tunggu datang juga, Tis bukain pintunya." Perintah Pras.
Tisya berjalan membuka pintu, saat pintu terbuka ia melihat pria memakai baju maroon dan celana hitam dari belakang.
"Iya, silakan masuk."
Pria tersebut membalikkan badannya dan Tisya sangat terkejut.
"Pak Bian." Ucap Tisya.
"Ya, ada apa?"
"Pak Bian ngapain di sini?" Tanya Tisya.
"Mau bertemu dengan Pak Pras." Jawab Bian.
"Mau ngapain? Mau laporin kalo saya di sekolah nakal? Besok aja jangan sekarang, sekarang lagi ada tamu, jangan buat ayah saya malu." Ucap Tisya.
"Mendingan sekarang bapak balik aja deh, lagian ga baik bertamu malam-malam, bapak juga tau rumah saya dari siapa." Bian hanya diam saja sedangkan Tisya hendak menutup pintu kembali namun tiba-tiba Nia datang.
"Loh Tis kok ga disuruh masuk sih, kasian di luar dingin loh."
"Ehh engga kok bu, ini ada orang yang mau tanya alamat, dia salah rumah." Jawab Tisya.
Nia geleng-geleng kepala.
"Tante." Ucap Bian sambil mencium tangan Nia.
"Masuk nak, sudah ditunggu orang tuamu di dalam." Jawan Nia.
Bian masuk ke rumah Tisya sedangkan Tisya masih terdiam di depan pintu.
"Orang tuanya? hahhh jangan-jangan."
"No no ga mungkin, ga mungkin Pak Bian, dia kan udah tua, OMG."
Tisya terus komat kamit di depan pintu sedangkan semua sudah siap di meja makan.
"Tis, Tisya kamu ngapain sih kok malah diam di situ."
"Ehh ee iya bu."
Tisya masuk berjalan ke meja makan. Tisya berjalan mendekati Nia sebab tidak ada kursi kosong lagi.
"Bu aku duduk dimana?" Bisik Tisya.
"Hah bukannya kursinya pas 7 ya." ucap Nia
Nia melihat kursi di samping Bian masih kosong.
"Tuh"
"Buukk."
"Tisya."
"Ihhh ibu."
"Dek tukaran kursi dong." mohon Tisya pada adiknya yang duduk di antara Pras dan Nia.
"Ga mau." Jawab adiknya.
"Ayolah dek pleasee."
"Ehemm" dehem Pras.
Daripada ayahnya marah dengan terpaksa Tisya duduk di samping Bian.
Makan malam berlangsung hangat dengan diselingi obrolan-obrolan ringan.
"Kita ke ruang tamu lagi yuk, ga enak ngobrol di depan makanan." Ajakan Pras
Setibanya di ruang tamu Pras kemudian mengeluarkan selembar kertas dari laci meja yang sudah ia siapkan.
"Tis, Bian pasti kalian bingung kenapa malam ini ada acara seperti ini." Ucap Pras.
Pras kemudian memberikan kertas yang ia pegang kepada Tisya. Tisya membacanya dengan seksama. Sesekali ia menatap ke arah Pras.
"Yahh ini maksudnya apa?" Tanya Tisya.
Tisya mengembalikan kertas pada ayahnya lalu memberikan kepada Bian.
"Saya sudah baca om." Jawab Bian.
"Jadi gini Tisya, Bian dulu kakek kamu, Bram itu teman dekat saya, kita berdua merintis bisnis dari nol bareng-bareng. Hingga akhirnya bisnis kita bisa berkembang. Namun suatu ketika Bram terkena masalah, setengah uang perusahaan dibawa kabur asistennya. Bram datang ke rumah saya dan meminta bantuan kepada saya. Sebenarnya saya iklas membantu Bram, namun mungkin Bram sungkan hingga akhirnya dia menulis surat perjanjian ini. Tak lama surat ini kita buat kakek kamu mendadak serangan jantung lalu beliau meninggal. Waktu itu kamu masih di dalam kandungan sedangkan Bian mungkin sudah SD kalau ga salah. Kebetulan saat itu ibu mu baru pulang dari USG dan perkiraan anaknya perempuan, jadilah surat perjanjian ini." Jelas Arta.
Tisya masih belum percaya, ia terdiam namun berbeda dengan Bian, ia tampak biasa saja dan tidak terkejut sama sekali.
"Jadi gimana Tisya? Kamu mau?" Tanya Pras.
"Emm di surat itu kan tidak tertulis nama Tisya kan yah, hanya cucu kakek, cucu kakek kan bukan hanya Tisya, ada Mba Ratih juga." Jawab Tisya.
"Iya di surat tersebut tidak ada nama kamu, soalnya kamu belum lahir belum tahu anak ayah mau dikasih nama apa, kalau soal Mba Ratih dia itu anaknya Om Juan, sedangkan Om Juan itu bukan anak kandung kakek, dia anak sambung kakek." Jawab Pras.
"Kalau ga mau juga ga maksa kok, lagian jaman sekarang udah ga musim jodoh-jodohan." Ucap Mayang.
Nia menatap Mayang tak suka.
"Mama." Tegur Arta.
"Ya kalau anaknya ga mau ya ga usah dipaksa to pa, lagian kan dia juga masih kecil, masih sekolah ya kelihatannya."
"Mama." Ucap Arta.
Mayang diam lalu ia kembali memainkan ponselnya.
Setelah acara selesai Arta dan Mayang berpamitan pulang, sedangkan Bian masih ingin bicara dengan Tisya.