Geya dipaksa menikahi kakak iparnya sendiri karena sang kakak meninggal karena sakit. Dunia Geya seketika berubah karena perannya tidak hanya berubah menjadi istri melainkan seorang ibu dengan dua anak, yang notabenenya dia adalah keponakannya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lin_iin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Author Pov
***
Tok Tok Tok
"Masuk!"
Ivan segera melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan setelah diizinkan masuk oleh sang pemilik. Decakan tidak percaya terdengar tepat saat ia menutup pintu.
Bukan, bukan si pemilik ruangan yang berdecak. Melainkan Ivan sendiri.
"Lo ganggu jam sibuk gue cuma disuruh liat lo yang lagi sibuk sama tumpukan data lo?"
"Sorry, bentar lagi gue kelar, nanggung banget soalnya. Duduk dulu, lo bisa mau minum apa?"
"Es dawet yang mangkal deket RS."
Yaksa menaikkan sebelah alis, mengkode pria itu agar memberitahunya apakah pria itu sedang mode serius ingin es dawet atau dalam mode bercanda.
"Gue abis begadang dua hari nggak pulang ya demi ngurusin pasien-pasien lo, gue sampe diomelin anak bini gue. Enggak bisa gue kalau minum kopi."
"Serius mau es dawet?" tanya Yaksa mencoba memastikan, ia memegang ganggang telfon dengan ragu, saat menunggu jawaban dari pria itu.
"Bercanda doang, anjir. Jelek banget selera humor lo. Enggak butuh minum gue, tadi abis diajakin ngopi makanya nggak bisa kalau ngopi lagi. Takut kembung gue, ntar bini gue ngomel lagi."
Yaksa mengangguk paham lalu meletakkan ganggang telfon ke tempat semula lalu berdiri dan menghampiri Ivan, sahabat karibnya.
"Belum kelar masalahnya?"
Yaksa mengangguk. "Udah. Pelaku udah ditangkap dan mau ngaku."
"Terus kenapa muka lo masih kayak penuh dengan beban begitu?" Ivan terlihat heran sekaligus tidak tega melihat raut wajah yang sobat sekaligus atasannya ini, namun, beberapa saat ia kemudian tersadar, "ah, kerugian. Banyak banget?"
"Kalau masalah banyak enggaknya, ya banyak."
"Perlu pinjeman? Gue ada sih meski nggak banyak," tawar Ivan membuat Yaksa tersenyum lalu menggeleng.
"Enggak sampai butuh pinjeman, aman kok, masih bisa gue atasi."
"Terus yang ganggu pikiran lo apa dong? Sampe manggil gue ke sini kan pasti lo lagi mumet banget dan butuh masukan."
Bukannya langsung to the point mengatakan maksud dan tujuannya, Yaksa malah menggaruk rambut bagian belakangnya.
"Buruan ngomong, waktu gue nggak banyak. Gue bentar lagi ada visit pasien VVIP, telat lima menit langsung dapet keluhan jelek ini rumah sakit lo."
"Bini gue ngambek."
Ivan yang terkejut reflek langsung menegakkan badannya. "Sa, istighfar, lo nggak boleh begini. Insha Allah almarhumah Runa udah dapet tempat yang terbaik di sisi-Nya."
"Hah?" Yaksa melongo bingung.
Ivan pun ikutan bingung. Namun, selang berapa saat kemudian ia tersadar. "Astagfirullah, Sa, sorry, sorry, gue lupa lo udah nikah lagi. Ya Allah, lo sih pake acara nikah lagi tapi nggak undang-undang gue. Temen macam apa sih lo ini?" keluhnya kemudian, "mana kelar 40 harian mantan istri lo wafat, eh, langsung lo gas. Sama adik ipar sendiri pula. Wah, gue kalau jadi Runa kecewa banget deh kayaknya."
"Van, gue nikahin Geya juga atas kemauan almarhumah," balas Yaksa tidak terima.
"Nah, ini dia yang bikin gue makin nggak ngerti. Tapi masa bodo lah, bukan urusan. Back to topic aja, istri muda lo kenapa ngambek?"
"Kayaknya gap years gue sama dia kejauhan deh makanya agak susah penyesuaiannya."
"Age just number, bro. Kedewasaan seseorang itu nggak diukur dari angka, meski usia kalian terpaut lumayan tapi menurut gue Geya lumayan termasuk dewasa deh, toh, dia juga punya jiwa keibuan yang bagus. Buktinya dia berhasil kasih asi buat Alin kan? Gila sih kata gue dia keren banget, bini gue dulu pas abis lahiran asinya susah keluar, anak pertama gue sampe harus minum susu formula gegara asi nya susah keluar. Kita berdua juga sama-sama sempet stres tahu."
"Iya, lo bener." Yaksa manggut-manggut setuju, ia tahu betul bagaimana tertekannya sang istri saat melakukan induksi laktasi.
"Udah sih, minta maaf kata gue, Sa. Nggak baik marahan lama-lama," saran Ivan.
"Nah, itu dia masalahnya, Van. Dari tadi pagi gue dicuekin, apa yang gue lakuin perasaan juga salah mulu. Menurut lo gue harus apa?"
"Oalah, jadi ceritanya lo minta saran buat meluluhkan hati istri muda lo yang lagi ngambek toh ini?"
Dengan wajah setengah tidak terima, Yaksa mengangguk dan mengiyakan.
Ivan langsung memasang wajah berpikir dengan serius. "Sebenernya tergantung sih ngambeknya gegara apa. Ini Geya ngambek gegara apa?"
Yaksa menghela napas sesaat sebelum mulai bercerita. "Lo tahu kan gegara masalah penggelapan dana yang dilakukan salah satu karyawan itu bikin gue sensitif. Gue harus lembur beberapa hari terakhir dan emosional gue kadang nggak stabil karena capek--"
"Bentar, ini Geya tahu soal ini nggak?"
Yaksa menggeleng. "Gue kurang tahu, tapi kayaknya mungkin dia nggak tahu karena dia sibuk ngurus Alin sama Javas."
"Lo nggak cerita?"
Yaksa menggeleng.
"Kenapa lo nggak cerita?"
"Ya soalnya ini masalah kantor, lagian gue nggak mau membebani pikiran dia makanya gue nggak cerita. Toh, sekarang juga udah selesai masalahnya."
"Lo bilang ini masalah kantor jadi lo nggak mau istri lo tahu soal masalah ini. Tapi tiap lo pulang ke rumah lo bawa masalah kantor lo ini dan bikin emosional lo nggak stabil dan mempengaruhi hubungan kalian? Bro, kayaknya di sini yang nggak dewasa lo deh. Sikap lo seolah ingin dimengerti karena lo lagi punya beban pikiran kantor, tapi lo-nya nggak mau cerita? Istri lo mana tahu kalau lo nggak cerita?"
Yaksa diam.
"Lain kali kalau lo lagi ada masalah usahakan cerita sama istri lo. Mau gimana pun dia istri lo, Sa, gue nggak peduli meski kalian nikah cuma karena terpaksa atau apapun. Tapi intinya dia istri lo, sah di mata agama maupun negara. Lo jangan ngeremehin kalau cerita sama istri cuma bakalan nambah beban pikirannya, justru meski bisa jadi sumber kekuatan buat kita para suami. Selain bisa kasih dukungan dan semangat, dia bisa bantu doain kita. Ingat doa itu efeknya kadang nggak terduga, lo jangan ngeremehin istri lo."
Yaksa menghela napas panjang sambil melirik Ivan. "Jadi ini intinya gue harus ngapain biar dimaafin Geya?"
"Geya sukanya apa?"
Yaksa garuk-garuk kepala. Bingung karena ia belum cukup mengenal sang istri dengan baik.
"Dia suka kerja?"
Ivan langsung terbahak. "Ya udah, kasih izin dia kerja," ledeknya kemudian.
"Terus anak-anak gue gimana?"
"Ya abis lo juga kenapa ngasih jawaban begitu dari sekian banyak pilihan."
"Gue beneran bingung dia sukanya apa."
"Dia suka nonton nggak?"
Yaksa menggeleng tidak yakin. "Gue jarang liat dia nonton, soalnya lebih sering ngurusin anak-anak gue. Kalau pun anak-anak tidur makanya dia lebih milih tidur biasanya, atau bahkan kadang ketiduran padahal lagi pegang hape."
"Ya ampun kasian banget ya, Geya, masih muda harusnya bisa menikmati masa mudanya dengan baik, eh, malah kudu ngurusin anak dari suaminya."
Disindir demikian Yaksa tentu saja tersinggung. "Kata gue mending lo balik kerja deh, nyesel banget gue nyuruh lo ke sini."
Ivan langsung terbahak. "Yee, siapa suruh lo minta gue ke sini," balasnya tidak mau kalah, "udah lah, cabut duluan. Kalau masih bingung gimana bujuk istri muda, mending coba kasih debit card terus suruh dia belanja sepuasnya. Anak lo sendiri yang jagain tapi," sambungnya sebelum keluar dari ruangan Yaksa.
To be continue,