Kiyai Aldan menatap tajam Agra dkk dan Adira dkk. Ruangan ini begitu sagat panas dan terasa sesak dengan aura yang dikeluarkan oleh kiyai Aldan.
“Sedang apa kalian di sana?” Tanyanya pelan namun dingin.
“Afwan kiyai, sepertinya kiyai salah paham atas…,” Agra menutup matanya saat kiyai Aldan kembali memotong ucapannya.
“Apa? Saya salah paham apa? Memangnya mata saya ini rabun? Jelas-jelas kalian itu sedang… astagfirullah.” Kiyai Aldan mengusap wajahnya dengan kasar. “Bisa-bisanya kalian ini… kalian bukan muhrim. Bagaimana jika orang lain yang melihat kalian seperti itu tadi ha? “
“Afwan kiyai.” Lirih mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @nyamm_113, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AWAL
“KALIAN MAU MEMBATALKAN PUASA?”
Seorang laki-laki tua dengan pakaian baju kokoh putih serta sarung hitam kotak-kota dan ditangannya memegang sorban menatap penasaran kearah depan dimana terdapat empat santri yang entah sedang melakukan apa.
Empat santriwati itu panik saat mendengar dan kemudian melihat siapa yang baru saja meneriaki mereka, dengan wajah panic dan masih terkejut mereka perlahan berdiri berjejer dan menundukkan kepala.
“Mampus lah kita…,” Lirih seorang diantara mereka berempat.
“Husstttf, diam.” Yang lain ikut berbisik.
“Sedang apa kalian disini?” Tanya laki-laki itu setelah sampai tepat didepan para santri putri yang masih asik menunduk itu.
“Assalamu’alaikum kiyai.” Salam mereka secara bersamaan saat tahu didepan mereka adalah sang Kiyai dan pemilik yayasan.
Kiyai Aldan Nakhlan, pendiri yayasan pondok pesantren Al-Nakhla. Seorang Kiyai yang begitu dikagumi dikalangan santri-santrinya yang menimba ilmu di pondok pesantren Al-Nakhla. Sosok yang begitu kental dengan kerendahan hatinya dan kesederhanaan hidupnya, menjadikan kiyai Aldan adalah sosok yang menjadi panutan setiap santrinya.
“Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarokatuh.”
Jawab kiyai Aldan. “Sedang apa disini?” Tanyanya kembali.
Kiyai Aldan dapat melihat para santriwati didepannya sedang mengode satu sama lain membuatnya menghela napas panjang.
“Adira, Almaira, Aruna, Ayyara. Saya tanya sedang apa kalian disini?” Tanya kiyai Aldan masih berusaha mendapatkan jawaban dari satri putri ini.
“Mmm… maaf kiyai, ki-kita anu… aaa itu…,” Adira salah satu dari santri yang berdiri ditengah dengan tangan sibuk mencolek kedua temannya untuk membantunya menjawab.
Kiyai Aldan menatap Adira dengan alis terangkat. “Apa? Kenapa gagap seperti itu?”
“Ehhh… bukan seperti itu kiyai, kami disini cuman aa-mm… anu…,” Timpal Ayyara yang berdiri disisi kiri Adira.
“Mau membatalkan puasa?” Tebak kiyai Aldan. Keempat santri putri itu kaget.
Mereka berempat menatap kiyai Aldan dengan wajah panik, seperti biasa mereka sudah tahu ujung dari masalah ini nanti.
Meringis pelan, memilin ujung hijabnya. Adira menjawab. “Heheh, maaf kiyai.” Ucapnya dengan pelan.
“Kamu jangan ketawa ihhh, liat mukanya kiyai mau makan hidup-hidup kita.” Bisik pelan Aruna. Dia sedikit takut dengan wajah kiyai Aldan saat ini.
“Jadi benar kalau kalian mau membatalkan puasa sunnah lagi?” Tanya kiyai Aldan. Tidak habis pikir dengan anak didiknya ini.
Sang pelaku hanya mengangguk pelan dan memberikan senyum terbaik kepada kiyai Aldan, mereka tampak terlihat dekat.
Tidak ada rasa takut mungkin karena keseringan berhadapan dengan kiyai-Nya ini.
“Lailahaillah… kalian ini astaga.” Kiyai Aldan mengusap wajahnya dengan pelan. Lelah menghadapi mereka.
Keempatnya kembali meringis pelan melihat respon kiyai Aldan yang masih terlihat tetap awet muda diusianya yang tidak muda lagi, wajahnya tak keriput dimakan oleh waktu. Semakin bertambahnya usia kiyai Aldan maka semakin terlihat juga wajah tampan laki-laki itu.
“Kiyai… k-kita tidak bermaksud membatalkan puasa, cuman ini benar-benar mendesak dan genting kiyai.” Jelas Aruna.
“Benar kiyai.”
“Betul banget kiyai.”
“Benar kiyai.”
Yang lain ikut menimpali
perkataan Aruna. Kiyai Aldan masih berdiri ditempatnya dengan tatapan tak lepas dari keempatnya.
“Tetap saja.” Jawab kiyai Aldan sedikit galak. “Sudah batal atau belum puasanya? Kalian ini bukan anak kecil lagi, kalian juga sudah biasa puasa sunnah kan? Terus kenapa mau dibatalkan? Ha?” Cecar kiyai Aldan.
Santri putri itu menggeleng sebagai jawaban dari pertanyaan terakhir kiyai Aldan kepada mereka.
Kiyai Aldan mengangguk sekilas. “Bagus, habis sholat asar temui kiyai dipendopo. Jangan telat seperti kemarin, paham?”
“PAHAM KIYAI.”
“Bagus, sekarang kembai ke asrama dan istirahat. Jangan berkeliaran.” Lanjut kiyai Aldan.
“NA’AM KIYAI.”
“Mmm maaf kiyai, ki-kita tidak dihukum?” Tanya Adira dengan pelan. Menghiraukan tatapan tajam ketiga temannya.
Kiyai Aldan tersenyum tipis. “Mau dihukum sekarang?” Tanya kiyai Aldan kembali.
Sontak pertanyaan kiyai Aldan membuat mereka menggeleng cepat, bisa-bisa tambah lemas dihukum disiang bolong begini. Mana lagi puasa.
“Heheh, tidak kiyai. Yasudah kami pamit kiyai, assalamu’alaikum.” Ayyara menunduk sopan. Menarik dengan cepat tangan Adira setelah mencium punggung tangan kiyai Aldan.
“Pamit kiyai, assalamu’alaikum.” Lanjut Aruna.
“Aku juga pamit kiyai, assalamu’alaikum.” Lanjut Almaira.
Kiyai Aldan hanya menggeleng melihat tingkah mereka. “Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarokatuh.”
xxx
Puk
“Ihhh kenapa sih? Lagian juga kiyai tidak bilang mau memberi kita hukuman kan? Jadi santai ajah.” Jawab Adira mengusap-usap pelan lengan yang baru saja ditipuk Ayyara.
Adira Talitha Tanjaya atau Adira. Santri putri yang tahun ini akan berumur 19 tahun, perempuan imut, cantik, mandiri dan memiliki tinggi hanya 150 cm. tubuhnya yang pendek dan imut itulah menjadi andalannya saat ingin menerobos kerumunan dan juga dia memiliki pipi berisih. Makannya banyak tapi tubuhnya tetap saja kecil.
Adira anak paling sabar, lebih sabar lagi jika menginginkan sesuatu. Ramah, namun orang-orang yang hanya melihatnya sekilas dia adalah anak yang misterius dan dingin tapi kenyataannya tidak begitu jika mengenalnya lebih jauh lagi.
Santri putri dengan segala tingkahnya yang sulit ditebak itu adalah Adira Talitha anak bapak Jaya.
“Kamu tadi tidak dengar kiyai bilang pendopo? Kamu tahu artinya kan Adira?” Tanya Almaira.Duduk lesehan di lantai dengan menyandarkan punggungnya di tempat tidur bertingkat itu.
Almaira Gava Putri atau Almaira. Santri putri pecicilan, terkadang caper jika sudah melihat yang bening-bening, anak baik, cerewet, gampang nangis dan tentunya kurang sabar. Almaira lebih tua dari Adira hanya selisih sebulan.
Anaknya cantik, punya tubuh tinggi 156 dengan badan kecil, memiliki lesung pipi disebelah kirinya, moodnya gampang berubah-ubah dan paling sabar jika ada maunya.
“Benar, aku mencium bau-bau kita bakalan dihukum lagi. Apes banget sih kita ini.” Timpal Aruna dengan wajah memalas.
Aruna Maheswari atau Aruna. Santri putri dengan segala tingkah pecicilannya, agak manja, punya kebiasaan mengandeng lengan temannya seperti hendak menyeberang jalan, dan tentunya anak baik.
Aruna adalah yang paling muda dari ketiga temannya, dia cantik, memiliki dua gingsul yang menambah kesan manis ketika senyum, tingginya 158 cm dan jangan lupakan dia tidak memiliki kelopak mata, terkadang jika bangun tidur matanya seperti habis digigit nyamuk terlihat bengkak. Dan satu lagi, dia termasuk anak paling mageran.
“Aku lebih penasaran kiyai ngasih hukuman apa lagi ke kita, bukannya hampir semua sudut di pesantren ini kita udah jelajahi karena hukuman kiyai?” Tanya Ayyara dengan wajah penasarannya.
Ayyara Belvi Adsila atau Ayyara. Santri putri yang memiliki mageran tingkat stadium akhir, terkadang memiliki jiwa paling semangat jika ada maunya. Punya mulut tajam dan dia juga anak yang pemberani.
Ayyara adalah yang paling tua diantara ketiga teman-temannya, terkadang dia tidak bisa menjadi dewasa dan penengah diantara teman-temannya namun dia bisa diandalkan. Anaknya cantik dan tingginya 158 cm, terkadang dia juga kurang sabar kecuali ada maunya.
Ketiganya menatap Ayyara, benar juga. Kiyai Aldan sudah banyak memberi mereka hukuman hingga mungkin setiap sudut pondok pesantren ini kecuali asrama putra mereka sudah jelajahi akibat hukuman yang diberikan oleh sang kiyai.
“Iya juga ya, tapi… kalau hukumannya kali ini kita di jadiin santri khusus gimana dong?” Tanya Almaira.
Adira menatap Almaira yang duduk tepat disebelahnya. “Tenang, kalau di pikir-pikir kayanya tidak mungkin sampai kesana.” Jawabnya.
“Kenapa begitu?” Tanya mereka bertiga kepada Adira.
“Cuman ada dua, kiyai hukum kita kaya biasa atau bisa jadi kiyai…”
semangat 💪👍