Genap 31 tahun usianya, Rafardhan Faaz Imtiyaz belum kembali memiliki keinginan untuk menikah. Kegagalan beberapa tahun lalu membuat Faaz trauma untuk menjalin kedekatan apalagi sampai mengkhitbah seorang wanita.
Hingga, di suatu malam semesta mempertemukannya dengan Ganeeta, gadis pembuat onar yang membuat Faaz terperangkap dalam masalah besar.
Niat hati hanya sekadar mengantar gadis itu kepada orang tuanya dalam keadaan mabuk berat dan pengaruh obat-obatan terlarang, Faaz justru diminta untuk menikahi Ganeeta dengan harapan bisa mendidiknya.
Faaz yang tahu seberapa nakal dan brutal gadis itu sontak menolak lantaran tidak ingin sakit kepala. Namun, penolakan Faaz dibalas ancaman dari Cakra hingga mau tidak mau pria itu patuh demi menyelamatkan pondok pesantren yang didirikan abinya.
.
.
"Astaghfirullah, apa tidak ada cara lain untuk mendidik gadis itu selain menikahinya?" Rafardhan Faaz Imtiyaz
Follow Ig : desh_puspita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21 - Cari Uang Ala Ganeeta
"Mau, Mas, mau banget!!"
Itu adalah jawaban atas pertanyaan Faaz, tapi sayang kata-kata itu hanya mampu Ganeeta pendam dalam diam lantaran tidak punya keberanian untuk benar-benar dia utarakan.
Meski jujur saja mau, gengsinya masih setinggi itu dan berpikir masih malu. Karena itu, lagi dan lagi Faaz hanya sampai pembukaan, sama seperti yang sudah-sudah.
Sebenarnya agak sedikit menyebalkan, maunya Ganeeta tidak apa sedikit ag-resif. Tidak perlu banyak tanya begitu.
Namun, agaknya Faaz memang bukan tipe pria yang mementingkan diri sendiri. Setelah mendapati Ganeeta diam saja sewaktu ditanya, pria itu lebih memilih untuk kembali mengambil wudhu dan berdiam diri untuk melantunkan ayat suci Al-Qur'an di ujung malam.
Tak selesai di sana, Ganeeta juga lagi-lagi ditinggal ke masjid untuk shalat berjamaah dan dilanjutkan dengan lari pagi bersama Papi Cakra yang menjadi puncak kekesalan Ganeeta.
.
.
"Nyebelin banget sih, masa apa-apa harus tanya 'Mas greepe beneran mau?' kelamaan ... langsung aja gitu apa susahnya?" gerutu Ganeeta sembari memoles wajah cantiknya.
Sesuai dengan yang dia ucapkan kemarin, Ganeeta memang akan pergi bersama kedua sahabatnya, tapi bukan untuk mengerjakan tugas.
Sekaligus pengobat jenuh juga, sudah lama dia tidak menyenangkan diri sendiri. Tak ayal, pagi-pagi sekali dia sudah menghubungi Aruni karena ingin menghabiskan waktu bertiga sepanjang hari.
Di tengah kegiatannya, pintu kini terbuka dan memperlihatkan Faaz yang terlihat lebih segar dengan keringat membasahi bajunya.
"Kamu mau kemana?" tanya Faaz dengan napas yang sedikit ter-engah-engah, pertanda olahraganya tidak bercanda.
Ganeeta yang masih sebal karena ditinggal cukup lama tak segera menjawab, melainkan berlagak tuli hingga memancing sang suami untuk mendekat.
"Hei, Mas tanya kamu mau kemana?"
"Apasih nanya-nanya? Memang Mas saja yang boleh pergi? Aku juga boleh lah!!"
Faaz hanya bertanya, baik-baik dan menggunakan nada bicara yang luar biasa lembutnya. Siapa sangka Ganeeta justru menanggapinya persis ngajak perang.
"Iya boleh, tapi kemana? Kerja kelompok seperti yang kamu bilang?"
"Hem," jawab Ganeeta sekenanya, alasan tengah memakai mascara adalah andalannya.
"Sama siapa saja?"
"Aruni."
"Terus?"
"Laura," jawab Ganeeta lagi.
"Siapa lagi?"
"Mereka saja, tidak ada yang lain."
"Cuma bertiga?"
"Iya, cuma bertiga," jawab Ganeeta disertai helaan napas panjang sebagai pertanda bahwa dirinya mulai lelah ditanya-tanya.
Tidak ada tanggapan lagi, Faaz juga tidak protes dan memilih untuk ke kamar mandi demi membersihkan tubuhnya.
Sementara Faaz mandi, Ganeeta sudah selesai berdandan dan kini siap untuk pergi segera. Rambut terurai, dress biru muda dan juga berbagai aksesoris membuatnya semakin tampil percaya diri di depan kaca.
Tak lupa, Ganeeta melakukan miror selfie terlebih dahulu sebagaimana yang kerap anak muda lakukan zaman sekarang.
Meski tidak bisa mengunggahnya sekarang, tapi suatu saat pasti akan dibutuhkan, begitu pikir Ganeeta.
"Ehm apa lagi ya yang kurang? Kalungnya rada kurang cetar ... ganti ah," gumamnya kemudian mencari perhiasan yang lain.
Padahal hanya jalan-jalan, paling juga ke cafe atau keliling di pusat perbelanjaan. Akan tetapi seniat itu karena sedari dahulu, Ganeeta memang terkenal akan kecantikan dan juga kecentilannya.
"Nah, gini, 'kan cucok, siapa yang menduga kalau si cantik ini sudah menikah ... muach," ucapnya lagi dan lagi mengagumi diri sendiri dan memberikan kecupan jarak jauh dari tempatnya berdiri.
Menggelikan, mungkin jika orang lain yang melihat mungkin berniat memukul Ganeeta dengan palu detik itu juga. Namun, berhubung yang melihatnya adalah Faaz, sudah tentu akan berbeda.
Beberapa saat dia pandangi, kelakuan Ganeeta yang tengah mengagumi diri sendiri di depan kaca benar-benar menggemaskan di mata Faaz.
"Dasar aneh, apa setiap hari dia memang begitu?" gumam Faaz melewati Ganeeta yang sama sekali tidak sadar akan hal itu.
.
.
Faaz juga tidak mempermasalahkan, sedari awal menikah juga sudah diwanti-wanti dan kedua mertuanya hanya meminta Faaz menyiapkan diri.
Dari hari ke hari, tingkah Ganeeta semakin menjadi dan dia terlihat makin lepas, tanpa beban sama sekali.
"Jangan kelamaan ngaca, nanti cantiknya berkurang," celetuk Faaz seketika membuat Ganeeta menghentikan kegiatannya.
Wajah cemberut dan mata sebalnya menatap ke arah Faaz, terlihat jelas bahwa dia tidak suka diledek semacam itu.
"Resek banget sih."
Tak menjawab, Faaz hanya tersenyum tipis seraya mengancingkan pakaiannya. Belajar berlagak tidak melakukan apa-apa dan menggeser posisi Ganeeta untuk merapikan rambutnya, Faaz sukses membuat suasana hati sang istri rusak seketika.
"Apasih, Mas? Kan bisa lewat situ."
"Kalau bisa lewat sini, kenapa harus lewat sana?" tanya Faaz membalikkan keadaan dengan begitu santainya.
Ingin sekali Ganeeta perpanjang masalahnya. Namun, mengingat dia masih butuh Faaz, jelas saja hal itu seketika dia urungkan.
Tanpa basa-basi, Ganeeta menengadahkan tangan dalam rangka meminta uang jajan.
"Apa?"
"Minta uang jajan dong, masa sembako."
"Ehm, nih," ucap Faaz memberikan selembar uang pecahan berwarna biru yang membuat Ganeeta mengurut dada.
Matanya melirik ke arah Faaz dengan harapan pria itu akan peka.
"Kenapa? Kurang?"
"Ya jelas kurang, weekend dikasih 50 ribu ... dapat apa?"
"Loh, katanya kerja kelompok? Kenapa butuh uang banyak?"
"Justru karena itu makin butuh uang banyak, Mas Faaz ... ini, 'kan kerja kelompoknya di Cafe, sudah pasti butuh minum, makan, desert bahkan kalau masih ada waktu mau nonton rencananya," papar Ganeeta yang tak sengaja juga membuka rahasianya dan berakhir gelak tawa.
"Alasan, bilang saja mau main, iya?"
"Ck, iya main."
"Nah gitu, lebih baik jujur kalau sama suami ... jangan dibiasakan ngibul."
"Iya, maaf, udah mana uangnya?"
"Berapa butuhnya?" tanya Faaz tak segera memberikan uang yang Ganeeta minta.
"Satu juta cukup deh," ucap Ganeeta tanpa ragu menyebutkan nominalnya.
"Ehm boleh, tapi pakaian kamu ganti dulu ... tidak boleh pakai itu."
"Ih, kok ada syaratnya gitu?"
"Kalau tidak mau ya sudah, kalau masih tetap pakai baju itu uang jajannya segitu," ucap Faaz kemudian berlalu dan beralih duduk di sofa.
Ganeeta yang sudah banyak rencana jelas dilema, 50 ribu mana cukup untuknya hari ini. Karena itu, dia memilih mengalah dan mencoba bernegosiasi dengan Faaz.
"Ya sudah ganti, baju yang mana?"
"Mana saja, pakai hijab tapi."
"What?"
"Mau satu juta tidak?"
"Mau," jawab Ganeeta cepat.
"Kalau mau harus lengkap, kalau tidak jangan harap."
"Kamu kok nyebelin banget sih, Mas, orang cuma nongkrong bukan pengajian."
"Itu kan kalau mau, Sayang, kalau tidak ya tidak masalah ... berarti kamu cukup dengan uang 50 ribu yang Mas kasih."
"Iya-iya-iya!! Ini aku ganti," ucap Ganeeta cepat dan segera berlalu dari hadapan Faaz.
Sembari menghentak-hentakkan kakinya, Ganeeta berganti pakaian demi menuruti kemauan sang suami. Tak berselang lama, dia kembali dengan pakaian super tertutup juga dengan kerudung yang membuat Faaz senyum-senyum di sana.
"Itu cantik."
"Dari dulu aku cantik tahu."
"Iya, Mas percaya," jawab Faaz masih terus memandanginya.
"Mana uangnya?" Ganeeta kembali menagih sembari mengulurkan tangannya.
"Eits, tidak bisa, masih ada lagi syaratnya."
"Apa lagi?"
"Salim," ucap Faaz yang sangat mudah bagi Ganeeta. "Dan cium pipi kanan kiri," tambahnya kemudian dengan senyum tertahan.
Belum apa-apa, Ganeeta sudah salah tingkah. Dia ingin lari, tapi sangat butuh uangnya hingga memberanikan diri untuk mengikuti maunya Faaz.
Dimulai dari cium tangan hingga pipi kanan dan kiri. "Dah," ucapnya seraya menggerakkan tubuh demi mengurangi kegugupan yang teramat luar biasa itu.
Tak berbohong, setelah mendapatkan apa yang dia mau, Faaz mengeluarkan sejumlah uang sesuai dengan keinginan Ganeeta dari saku celananya.
"Wah beneran, makasih ya, Mas."
"Hem, jangan jajan sembarangan," ucap Faaz yang kemudian dia angguki dan segera berlalu dengan perasaan senang.
Sudah lama sekali Ganeeta tidak memegang uang sebanyak itu. Dulu, 1 juta mungkin tidak begitu berharga, sekarang sudah seperti harta karun bagi Ganeeta.
"Mami kejam banget sih ngasih aku ke orang-orangan sawah ini ... masa minta uang jajan harus gini dulu sih."
"Mas bisa mendengarmu, Ganeeta."
"Eih?"
.
.
- To Be Continued -
kel. megantara belum turun tangan nih lihat anggota kesayangan dpt masalah 🥰