Assalamu'alaikum. Wr. Wb.
Ini novel ketigaku.
Novel ini kelanjutan "Ternyata Ada Cinta"
Baca dulu "Ternyata Ada Cinta" biar nyambung...
Setelah kepergian Fariz, dunia terasa gelap gulita. Cahaya yang selama ini selalu menyinari hari serta hati Zafira padam dalam sekejap mata. Meninggalkan kegelapan serta kesunyian yang teramat menyiksa. Ternyata kehilangan seorang sahabat sekaligus suami seperti Fariz jauh lebih menyakitkan dari apapun.
Perjuangan Cinta Zafira untuk menemukan Fariz dan membawa kembali pria itu ke pelukannya tidaklah main-main. Setiap hari Zafira berjuang keras kesana kemari mencari keberadaan Fariz sampai mengorbankan keselamatannya sendiri. Namun perjuangannya tidak menemukan titik terang yang membuatnya ingin menyerah.
Hingga di titik lelah perjuangan Zafira mencari Fariz, penyakit lama Zafira kembali kambuh. Akankah Fariz sempat menyelamatkan Zafira atau justru gadis itu meregang nyawa membawa pergi cintanya yang belum terucap?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rara RD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 - Betapa Manisnya Kenangan Itu
Zafira kembali mengingat masa-masa yang telah lalu. Selama ini dia tahu, betapa besar cinta Fariz terhadap dirinya namun berpuluh tahun dia telah mengabaikan perasaan pria itu. Tidak pernah menganggap, menghargai apalagi berniat membalas cintanya. Menyia-nyiakannya tanpa berusaha menjalani atau pun memiliki sedikit niat untuk menjalin hubungan dengan pria baik itu. Hingga di akhir takdir yang memutuskan mereka mau tidak mau harus bersatu dengan ikatan pernikahan yang tanpa terencana harus terjadi. Di sana-lah takdir cinta mulai mengepakkan sayap serta menampakkan kekuatannya.
Di saat pernikahan yang terkesan terpaksa bagi Zafira namun tidak bagi Fariz, perlahan-lahan Zafira mulai membuka hati untuk menerima kehadiran Fariz sebagai suami dan ingin menghabiskan sisa umurnya bersama pria itu. Namun takdir belum berkeinginan memberi kebahagiaan untuk dirinya serta Fariz. Takdir tidak serta merta mewujudkan semua harapan, mimpi indah serta mengecap kebahagiaan sebagai suami istri seutuhnya, sebuah insiden buruk telah memisahkan mereka. Insiden di kamar saat dirinya bersama mantan kekasihnya membuat hubungannya dengan Fariz menjadi berantakan tak menyisakan sebuah kesempatan bagi dirinya untuk menyatukan hati mereka serta mewujudkan kebahagiaan yang tertunda yang menjadi impian Fariz bahkan kini telah menjadi impiannya juga.
Di saat Fariz telah pergi, barulah gadis itu merasa kehilangan. Kehilangan yang begitu besar, yang belum pernah dirasakan selama hidupnya. Kesepian mendera hari-harinya. Menyiksa malam-malamnya yang gelap bagai kehilangan cahaya. Puluhan tahun dia selalu bersama Fariz. Hampir setiap hari mereka bertemu, saling melempar canda bahkan melewati pertengkaran-pertengkaran kecil. Entah Fariz main ke rumahnya, entah mereka berjalan atau sekedar nonton bioskop bersama Zafran. Semua itu telah dilaluinya bersama sahabat yang kini telah manjadi suaminya.
Namun beberapa hari ini, Zafira tidak melihat wajah tenang itu, yang selalu memberinya perhatian besar. Wajah itu seakan ingin benar-benar menghilang dan takkan pernah kembali padanya. Hatinya merasa sangat rindu. Rindu itu semakin memuncak membuat hatinya meradang seakan di setiap hari menggoreskan luka yang terus menganga dan sangat menyiksa.
Sepuluh menit Zafira menelungkupkan muka, sampai akhirnya dia mengangkat kepala dan matanya melirik ke laci meja.
Lamban, tangan gadis itu menggapai ujung laci, membuka dan memeriksa isinya satu persatu. Hanya ada beberapa pulpen, penggaris serta power bank. Ada beberapa map yang enggan dibuka karena itu pasti berisikan kertas-kertas dan berkas pekerjaan Fariz.
Tangan Zafira semakin menjorok meraba laci itu lebih dalam dan jarinya merasakan telah menyentuh sebuah benda keras. Tangannya terus meraba, memencet dan menebak-nebak benda apakah itu? Karena merasa penasaran, Zafira mengambil benda tersebut.
Sempat terhipnotis beberapa detik saat memperhatikan benda di genggamannya. Satu buah kunci yang dihiasi gantungan kunci berbentuk menara "Paris".
Zafira ingat, benda tersebut merupakan oleh-oleh untuk Fariz saat dirinya pergi ke luar negeri beberapa tahun silam. Ternyata pria itu masih menyimpannya dengan aman hingga saat ini.
Di gantungan kunci berbentuk menara "Paris" ditempel rapi dengan kertas kecil berukuran lebih kurang dua centi meter yang telah diisolatif bertuliskan angka "6".
"Deg"
Hati Zafira menjadi berdetak. Ada sesuatu yang menggugah fikirannya. Kunci itu seperti menunjuk jati dirinya. Angka "6" adalah tanggal lahir Zafira.
Zafira merasa yakin kalau kunci ini menyimpan sesuatu tentang dirinya. Tetapi apa sesuatu itu? Dia benar-benar tidak dapat mengartikannya. Mungkinkah Fariz menyimpan suatu rahasia yang dia tidak tahu?
Zafira mencoba memutar otaknya yang cerdas. Setelah beberapa detik berfikir otaknya pun langsung bekerja dengan cekatan.
Rasa ingin tahu yang besar membuat gadis itu terus berfikir keras menyangkut kunci yang ada di tangannya. Dipandanginya terus gantungan kunci yang bertuliskan tanggal lahirnya yang ada di genggamannya.
Dia mengangkat tubuh, berdiri dari tempat duduk lalu berjalan mengitari ruangan seraya matanya meneliti setiap inci tembok ruangan.
Satu persatu melihat sesuatu yang tergantung di tembok. Ada banyak piagam serta sertifikat penghargaan yang tertulis atas nama Fariz Erlangga yang menghiasi hampir di seluruh ruangan.
Matanya juga menyapu ada lima lemari tersusun rapi di beberapa sudut ruangan. Dua lemari kayu, dua lemari arsip, serta satu lemari kaca paling kecil.
Langkahnya terhenti pada sebuah lemari yang menarik perhatiannya. Lemari kaca kecil dua pintu yang tertutup rapat. Tingginya hanya sebatas paha Zafira. Matanya bergantian mengamati lemari kemudian berpindah memperhatikan kunci di tangannya. Tidak salah lagi, sepertinya kunci ini adalah kunci untuk membuka lemari kaca yang menjadi perhatiannya saat ini.
Masih dalam keraguan, Zafira pun memberanikan diri membuka lemari tersebut.
Saat lemari telah berhasil dibuka, hal pertama kali menjadi respon dari gadis itu adalah menutup mulut dengan tangan kanan serta matanya menatap nanar pada isi yang tertata rapi di dalam lemari.
"Fariz..," kali ini tumpahan air mata tak sanggup dibendung. Kesedihannya kian dalam.
Tangannya terulur mengambil benda pertama yaitu dompet kulit warna hitam, mengelusnya lembut. Hadiah ulang tahun dua tahun lalu darinya. Ternyata pria itu tidak memakainya malah menyimpannya rapi di tempat yang tidak akan terlihat oleh siapa pun.
Kemudian mengambil benda kedua. Kacamata hitam yang juga hadiah ulang tahun darinya untuk Fariz satu tahun lalu. Rupanya kacamata itu masih rapi di dalam kotak.
Setelah itu ada beberapa hadiah lagi. Jam tangan, topi, ikat pinggang, sepatu, tas kecil serta ransel. Zafira membeli itu di saat SMP dan SMA dengan harga seukuran kantong jajan anak semasa itu. Memang tidak mahal namun bagi Fariz tidak ternilai harganya sehingga dia menyimpannya dengan rapi hingga lebih dari sepuluh tahun.
Tangannya kembali mengambil beberapa foto yang sangat manis, membuat senyum Zafira mau tidak mau muncul di bibir.
"Sahabat gila sepertimu ternyata berhasil membuatku gila. Aku benar-benar gila karena-mu," Zafira tersenyum mengusap beberapa lembar foto di genggamannya.
Setelah tersenyum, kembali menitikkan air mata saat memperhatikan lembar demi lembar, foto kebersamaan dirinya dengan Fariz.
Tiga foto memperlihatkan mereka berdua berfoto dengan wajah yang masih terlihat sangat lugu dan polos. Ada tiga lembar foto memakai seragam putih biru. Itu artinya selama tiga tahun berturut-turut pria itu menyimpan kenangan manis itu. Foto pertama, Fariz menarik rambut panjang Zafira dari belakang sambil tersenyum lembut. Foto kedua, Zafira menekan hidung mancung Fariz sehingga terlihat berubah pesek sambil tertawa lebar. Foto ketiga, tampak Zafira tengah menjentikkan telunjuk di dahi Fariz sambil mengerutkan kedua alis. Betapa manisnya kenangan itu.
Selanjutnya ada tiga lembar foto memakai seragam putih abu. Foto pertama, Zafira merangkul bahu Fariz dari samping sambil melirik jenaka ke arah Fariz. Foto kedua Zafira meletakkan kepala di bahu Fariz sambil melihat ke atas langit. Foto ketiga, Fariz mengendong Zafira di belakang punggungnya sambil tersenyum penuh arti mendongak ke wajah cantik di atasnya. Benar-benar manis dan itu tidak akan terlupakan.
...*****...