"Cuma karna I-Phone, kamu sampai rela jual diri.?" Kalimat julid itu keluar dari mulut Xander dengan tatapan mengejek.
Serra memutar malas bola matanya. "Dengar ya Dok, teman Serra banyak yang menyerahkan keperawanannya secara cuma-cuma ke pacar mereka, tanpa imbalan. Masih mending Serra, di tukar sampa I-Phone mahal.!" Serunya membela diri.
Tawa Xander tidak bisa di tahan. Dia benar-benar di buat tertawa oleh remaja berusia 17 tahun setelah bertahun-tahun mengubur tawanya untuk orang lain, kecuali orang terdekatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
"Kamu sakit Ser.?" Tanya Manda. Gadis itu menoleh kebelakang, menatap Serra yang duduk di belakangnya dengan wajah murung, matanya juga tampak kelelahan. Tidak biasanya Serra memasang wajah seperti itu di sekolah, kecuali jika sedang sakit. Sehari-hari, Serra sangat ceria. Serra juga dikenal pribadi yang bisa menyembunyikan masalah seolah dia tidak mengalami masalah apapun. Serra lebih suka memendam sendiri karna selalu bilang tidak ingin merusak suasana hati teman-temannya jika dia mengutarakan masalah dan keluh kesah hidupnya.
Serra menggeleng. "Ada sedikit masalah, nanti aku cerita sama kalian kalau sudah pulang." Jawabnya lirih. Serra kemudian menyuruh Manda menghadap ke guru karna guru mereka sedang menerangkan di depan sana.
Manda mengangguk setuju dan tidak bertanya lagi. Kalau Serra ingin menceritakan sesuatu padanya dan 2 sahabat yang lain, artinya ada masalah serius.
...******...
Xander melepas jasnya sebelum keluar dari ruangan. Pria berpostur tegap dan tinggi itu memasuki lift khusus yang akan membawanya ke ruang direktur utama rumah sakit. 2 jam yang lalu Xander diminta untuk datang ke sana, dia lebih dulu menyelesaikan jadwal operasi dan mengontrol perkembangannya pasiennya yang sudah dioperasi kemarin. Sekarang dia sedang memiliki waktu senggang.
Setelah mengetuk pintu beberapa kali, Xander membuka ruang direktur utama dengan pintu besar dan ruangan cukup besar di dalamnya, lengkap dengan 1 set sofa yang melingkar dan berada ditengah-tengah ruangan.
Xander mengerutkan kening melihat dua pria beda generasi itu tengah duduk berhadapan dan sekarang mereka menatap kompak ke arahnya.
"Kakek juga disini.?" Tanya Xander kemudian bergabung di sofa yang lain. Sekarang 3 generasi itu berkumpul dalam ruangan yang sama.
Albert berdecih. Dia sudah menggerakkan tongkatnya seperti ini memukul kepala cucunya itu, namun terkendala jarak yang lumayan jauh, jadi Albert mengurungkan niatnya.
"Kakek harus mulai konsultasi ke psikiater, hobby sekali sedikit-sedikit angkat tongkat." Komentar Xander yang sempat membaca situasi.
"Diam kamu.!" Tegur Albert. Pria yang tidak pernah meninggalkan tongkatnya itu kemudian mendorong amplop coklat di atas menggunakan tongkatnya. Amplop itu diarahkan Albert ke depan Xander.
Abraham menatap jengah, dia bosan melihat keduanya selalu berdebat tidak jelas.
"Kakek nggak bisa lagi menyimpan rahasia mu, itu sebabnya Kakek mengumpulkan kamu dan Papa mu disini." Ujarnya.
Amplop coklat itu sedari tadi menarik perhatian Xander dan membuatnya penasaran. Dia bergegas mengambilnya dan mengeluarkan lembaran-lembaran dari dalam yang merupakan foto-foto kebersamaan dirinya dengan Serra.
Xander menghela nafas seraya meletakkan kembali foto-foto itu di atas meja. "Kakek sedang kurang kerjaan ya.? Untuk apa menguntit ku setiap hati.!" Omelnya kesal.
"Kamu nggak mau jelasin sama Papa.?" Ujar Abraham dengan gayanya yang selalu tenang dan penuh wibawa.
"Papa juga pernah muda seperti ku, Aku rasa nggak perlu menjelaskan apapun. Lagipula kami nggak memiliki hubungan apapun." Ucapnya.
"Xander.! Bukan itu maksud Papa. Tapi kenapa harus Serra.? Dia masih sekolah, kamu sudah merusak masa depannya." Omel Abraham tak habis pikir. Dia memang membebaskan Xander di luar sana selagi tetap menjaga nama baik keluarga mereka, namun kali ini Abraham tidak bisa diam karna gadis yang sering datang ke apartemen Xander masih berusia belasan tahun.
"Bahkan Kakek mengatakan kalian sudah lama dekat. Kenapa saat Mama mu membawa Serra ke rumah, kalian pura-pura nggak saling mengenal.?" Abraham terus mencecar putranya.
"Ini nggak seperti yang Papa pikirkan, Aku nggak merusak Serra, kami belum pernah melakukan hal sejauh itu. Kedekatan kami hanya sebatas mengobrol, makan, dan menghabiskan waktu menonton bersama. Nggak lebih." Seru Xander yang akhirnya harus terpaksa menjelaskan kondisi dia dengan Serra.
"Kamu pikir kami bodoh.? Serra sudah sering menginap di apartemen mu. Cuma pria nggak normal yang akan diam saja tanpa melakukan apapun dalam posisi seperti itu." Seloroh Albert.
Xander terdiam, dia rasanya ingin menjawab dan membenarkan perkataan sang Kakek kalau dirinya memang sempat tidak normal. Tapi Xander yakin Kakek dan Papanya tidak akan mempercayai hal itu.
"Terserah apa Kakek, yang jelas aku dan Serra belum pernah melakukan hal seperti itu. Aku pergi dulu, 15 menit lagi harus visit." Xander berdiri dari duduknya.
"Kalau memang kamu menyukai Serra dan ingin serius, kami nggak akan melarang. Jangan terus-terusan mempermainkan perasaan wanita." Ujar Abraham.
"Aku nggak akan menikah. Kakek dan Papa nggak perlu menguntit kami lagi, kami hanya berteman.!" Tegas Xander kemudian bergegas keluar dari ruangan itu.
Albert menggerutu. "Anak itu gengsinya menurun dari kamu. Jelas-jelas dia menyukai gadis itu, tapi masih bisa menyangkal." Ujarnya.
Abraham hanya memutar malas bola matanya.
"Sudahlah, Xander juga bukan anak kecil lagi. Kalau saatnya dia ingin serius, pasti mengatakannya pada kita." Seloroh Abraham.
...******...
Serra masuk ke room karaoke bersama tiga sahabatnya. Ketiganya sebenarnya bingung karna Serra malah memilih tempat hiburan ini untuk bicara dengan mereka. Suasana hati Serra sedang tidak baik, mereka pikir Serra benar-benar ingin berbagi beban dan menangis bersama. Tapi jika di bawa ke tempat seperti ini, apa mungkin Serra akan membiarkan sahabatnya menangis.
"Bil, pilihin lagu koplo, aku mau joget." Seru Serra. Dia menyuruh Nabil karna sahabatnya itu yang sedang memegang remote.
Ketiganya melongo mendengar gendre lagu yang ingin dinyanyikan oleh Serra. "Kamu sebenernya lagi galau atau senang sih.? Mukamu itu loh kelihatan sedih, kusut kaya baju nggak disetrika, tapi bisa-bisanya mau nyanyi lagu koplo." Komentar Marisa.
Serra menyenderkan punggungnya di sofa. Dia malah melamun, menatap langit-langit ruangan yang redup itu.
"Kalau kalian jadi aku, terus ada orang kaya yang ngaku-ngaku jadi Ayah kandung kalian, apa yang bakal kalian lakuin.?" Tanya Serra pada mereka, namun tatapan matanya menerawang jauh.
"Bukannya Ayah kamu sudah meninggal.? Paling-paling dia mau nipu kamu. Jangan percaya begitu aja, kalau kamu diculik dan bawa kabur ke luar negeri, kita sudah nyarinya." Ujar Manda.
Serra berdecak. "Aku serius.! Ternyata Ayah kandungku masih hidup, dia menelantarkan anak perempuan, sedangkan kembaran ku di bawa karna laki-laki."
Ketiga sahabat Serra menganga tidak percaya. Mereka langsung mengerubungi Serra dan meminta Serra menjelaskan semuanya dari awal.
"Gila.!!! Jadi dia nemuin kamu cuma karna kamu yang bisa menyelamatkan anak laki-lakinya.?!" Seru Nabila geram.
"Dia nggak pantes di sebut Ayah. Serra, binatang aja nggak menelantarkan anaknya.!" Sahut Marisa tak kalah geram.
"Lalu apa keputusan kamu.?" Manda bertanya dengan hati-hati.
"Tante Sila dan Om Beny ingin membawa ku pindah ke luar Kota. Mereka ingin melindungi ku dari orang itu meski nggak mengatakan secara langsung." Ujarnya.
Manda mengangguk setuju. "Aku rasa itu yang terbaik, kamu harus pergi sejauh mungkin sampai sulit ditemukan. Kalau kamu masih disini, dia pasti akan memaksa kamu dan melakukan segala cara untuk mendapatkan sumsum tulang belakang kamu, Ser."
Marisa dan Nabila mengangguk setuju.
"Tapi aku nggak siap pisah sama kalian." Serra menunduk, air matanya menetes begitu saja. Ini pertama kalinya dia menangis karna terluka di depan ketiga sahabatnya.
"Lalu apa kamu rela berkorban untuk orang-orang yang nggak tau diri itu.?! Kita masih bisa ketemu jika ada kesempatan." Seru Manda.
"Manda benar Ser, kamu jangan keras kepala. Pindah dari kota ini adalah jalan terbaik. Katamu pendonor sumsum tulang belakang minimal berusia 18 tahun. Waktu kamu tinggal 3 bulan lagi untuk bersembunyi. Jangan biarkan mereka menang dengan mendapatkan donor dari kamu." Seloroh Marisa.
Serra terdiam, dia semakin yakin untuk mengikuti kemanapun Tante dan Omnya akan membawanya pergi. Serra juga merasa dia bukan malaikat yang harus berbaik hati menyembuhkan saudara kembarnya.
mstinya lngsng d dor aja pas ktmu td,kn biar ga bs kbur.....tp yg nmanya pnjht,dia jg pst lcik lh....apa lg ada zayn,mngkn anknya bkln d jdiin sndera.....