Ciara Anstasya, wanita berusia 27. merantau demi kesembuhan emntalnya, dari luar jawa sampai akhirnya hanya sebatas luar kota.
di tempat kerja barunya ini, dia bertemu orang-orang baik dan juga seorang pria bernama Chandra. satu-satunya pria yang selalu mengikutinya dan menggodanya.
"Berbagilah, kamu tidak sendirian sekarang"
kalimat yang pernah dia katakan pada Cia, mampu membuat hati Cia berdebar. namun, tiba-tiba rasa insecure Cia muncul tiba-tiba.
mampukah Chandra meredam rasa insecure yang Cia alami? dan menjalin hubungan lebih jauh denganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ningxi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Senja di kampung halaman
Setelah tiga tahun akhirnya perempuan bernama Ciara Anastasya itu menginjakan kakinya di kampung halaman. Perempuan yang memiliki tinggi sekitar 160 dengan rambut pendek sebahu serta kulit kuning langsat itu tersenyum. Senyum yang mengartikan senangnya dia atas kepulangannya ke kampung halaman yang telah dia nantikan akhirnya terwujud.
Cia masuk ke dalam rumahnya yabg terbuka lebar, namun tak terlihat orang tuanya ada di sana. Setelah masuk lebih dalan, Cia menemukan orang tuanya sedang duduk bersama menonton tv di ruang tengah rumahnya. Cia langsung menyalami kedua orang tuanya dengan senyum di bibirnya.
"Ayah, Ibu"
"letakkan barangmu dan mandilah dulu nak" ucap ibunya dengan lembut.
"iya bu"
Setelah menjawab Cia langsung memasuki kamarnya. Waktu masih menunjukan pukul empat sore. Cia segera mandi dan kembali duduk bersama orang tuanya di depan rumahnya.
Banyak tetangga yang melihat dan menyapanya, menanyakan kedatanganya. Cia melihat senja yang nampak indah di depan matanya. Senja yang selama ini jarang dia lihat di tanah rantau.
......................
"kerja di mana sekarang mbk?" pertanyaan yang terlontar dari tetangganya.
Sudah satu bulan Cia bersantai jadi pengangguran di rumah. Tetangga dan orang-orang di sekitarnya mulai sibuk menanyakan pekerjaanya.
"Di rumah dulu sementara. Mau istirahat bu" Cia menjawab dengan sopan dan kembali melanjutkan langkahnya untuk pulang ke rumah.
"memang paling bener berdiam diri di rumah saja. Baru juga satu bulan nganggur, mereka kira aku robot atau gimana? Abis kerja tiga tahun langsung kerja lagi. Tulangku aja rasanya masih bergetar gini" Cia ngedumel pelan di tiap langkah kakinya.
"kenapa kamu nak?" tanya sang ibu saat melihat anaknya pulang dari membeli jajan dengan muka yang kurang enak di pandang.
"nggak apa bu." Cia menyerahkan apa yang di belinya pada sang ibu.
"kamu ini jajan terus. Makan enggak jajannya kenceng banget" omel sang ibu setelah menerima berbagai macam cemilan di tangannya.
"loh, ini buat nanti malam kalau aku kelaparan bu"
Cia mengobrol dengan kedua orang tuanya malam itu. Ayah ibunya tak ada yang membahas pekerjaan di depan anaknya karena mereka tau jika sang anak masih ingin beristirahat.
......................
Setelah tiga bulan jadi pengangguran dan dua bulan terakhir mencari kerja namun tak kunjung mendapatkan pekerjaan membuat Cia mulai tertekan sendiri. Ternyata di usianya yang ke 27 tahun ini sudah cukup sulit mencari pekerjaan dengan modal ijazah SMA.
"Harusnya aku ambil kuliah online kemarin selama merantau" Cia berucap pelan dengan pandangan yang mengarah ke depan di mana matahari sore nampak begitu indah dengan warna kemerahaannya.
"lagi lagi senja yang menemaniku" lanjutnya lagi dengan pelan dan sedih.
Cia berjalan memasuki rumahnya. Dia mengambil ponselnya yang berbunyi di atas meja ruang tamu.
"Akhirnyaaa" senyum di bibirnya mulai berkembang dengan pelan.
"Kenapa nak?" tanya sang ayah yang melihat anaknya sumringah itu.
"Aku dapat kerja yah" ucapnya dengan bahagia.
"Syukurlah. Dapat kerja di mana nak?" ibunya yang berjalan dari dalam itu menimpali.
"Gini yah bu, Aku dapat kerja di jakarta, izinin ya yah? Aku bakal jaga diri baik-baik kok. Gak bakalan nakal juga. Ayah percaya kan sama anak ayah ini?" pandangan memohon itu di tujukan kepada orang tau yang ada di depannya.
"huuuft" hembusan nafas itu terdengar dari sang ayah, hingga membuat Cia khawatir jika usahanya selama wawancara online akan sia-sia.
"tak apa, pergilah jika kamu memang ingin, ayah cuman mau berpesan jaga diri baik-baik disana"
Cia tersenyum cerah mendengar jawaban sang ayah. Sangat jarang ayahnya memberi izin untuk bekerja di luar kota selama ini, apalagi dia baru pulang dari perantauan selama tiga tahun.
"tetap jadi baik di manapun kamu berada nak" pesan sang ibu dengan lembut.
"tidak bisa. Mana bisa kamu menyuruhnya tetap jadi baik di kota yang begitu keras bu. Jika ada yang jahat sama kamu, balas nak balas. Jangan diam saja seperti orang tersakiti di sinetron. Tapi balasnya jangan main senjata atau kekerasan, bisa di penjara nanti kamu" ucapan menggebu gebu sang ayah membuat Cia dan ibunya tertawa.
"iya yah bu. Cia bakal jaga diri dan kalau ada yang jahat Cia bakalan balas. Tenang aja" ucap Cia dengan bangga.
"oh iya. Cia mulai kerja senin depan. Jadi hari sabtu Cia sudah harus berangkat untuk mendapatkan kos yang dekat dengan tempat kerja Cia" lanjut Cia.
"Cari kos yang khusus perempuan kamu" ayahnya menimpali
"iya yah. Aku bakal nyari nanti di Meps".
"nggak papa agak mahal asal aman untuk di tinggali. Kalau bisa nyari yang banyak tetangganya, kalau ada apa-apa banyak yang denger. Banyak yang nolong" Ibunya adalah orang yang paling khawatir.
"Mbak kok gak pernah pulang bu?" tanya Cia yang mulai sadar kalau kakak perempuannya belum pernah pulang sama sekali selama tiga bulan ini.
Cia punya kakak perempuan bernama Liliana Buana, kakak yang usianya terpau 10 tahun darinya. Liliana tinggal bersama suami dan juga anaknya di kota dekat tempat tinggalnya di jawa timur. Di sana rumah suaminya dan memang sangat jarang mereka pulang.
"biasanya sebulan sekali mbak pulang. Kok ini udah tiga bulan nggak pulang. Apa ya nggak kangen sama adeknya ini"
"Mertua mbakmu itu kemarin sakit lama nak. Jadi dia nggak bisa pulang karena harus mengurus mertuanya juga" ibunya memberi pengertian pada anak bungsunya itu.
"Pantes sering posting foto di rumah sakit." Cia bergumam.
"ya mau gimana lagi, kakak iparmu itu anak tunggal. ayahnya keluar masuk rumah sakit kalau nggak mbak sama masmu mau siapa lagi yang merawat mereka". Ibu
"Ibu udah jenguk ke sana?". Cia
"Besok ayok kita ke sana. Ibu kangen sama cucu ibu juga". Ibu
"iya bu, aku juga kangen sama Risa. Ayah ikutkan?". Cia bertanya pada sang ayah dengan mata yang di sipit-sipitkan.
"Iya tentu dong ayah ikut. Mana mau ayah di rumah sendirian nggak ada yang masakin" padahal niat ayahnya nggak mau ikut.
"sebenernya ayah nggak mau ikut kan? Karena kan ayah paling malas kalau di suruh naik bus gitu" Cia sudah tau gimana ayahnya.
Beliau jarang ikut berpergian kecuali memang penting. Apalagi harus naik bus jika hanya mereka bertiga. Bahkan naik mobil pun beliau malas dengan alasan kakinya sakit kalau di tekuk di dalam mobil. Ya maklum, beliau tinggi soalnya.
"kamu ini tau aja. Yaudah gih bilang sama mbakmu kalau besok kita datang ke sana" ucap sang ayah.
"Aku udah kirim pesan tapi belum di balas sama mbak liliana" Cia menunjukan ponselnya pada sang ayah.
"tuh di balas tuh. Coba baca, tulisan kok kecil banget." ibu menimpali setelah melihat pesan balasan yang kecil kecil di ponsel Cia.
"Kata mbak Liliana gak usah datang soalnya lusa mbak sama mas mau pulang. Mertuanya udah sehat wal afiat dua duanya"
"Syukurlah..." kompak sang ayah dan ibunya.
Cia heran melihat kedua orang tuanya yang nampak lega itu. Tapi tak lama Cia sadar jika orang tuanya mudah lelah kalau harus berpergian jauh dengan kendaraan umum. Ya namanya juga sudah tua kan.
...****************...